Liputan6.com, Jakarta - Di tengah virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang terus bermutasi, banyak anggapan pemberian vaksin COVID-19 dosis 4 atau booster kedua untuk masyarakat umum dibutuhkan. Hal ini demi perlindungan ekstra dan memperkuat antibodi yang terbentuk dalam tubuh.
Meski begitu, Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Amin Soebandrio menyebut, vaksin booster kedua di Indonesia saat ini baru ditujukan untuk tenaga kesehatan. Sementara itu, masyarakat umum tetap harus menggencarkan vaksinasi booster.
Baca Juga
Sebab, cakupan vaksin dosis 3 untuk masyarakat umum masih di bawah 30 persen. Data Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia per 16 November 2022 pukul 13.18 WIB mencatat, cakupan vaksin booster di angka 28,06 persen.
Advertisement
"Nah, vaksinasi yang berikutnya dosis keempat atau booster kedua memang untuk saat ini, sementara ini di diprioritaskan bagi mereka yang memiliki risiko tinggi terpapar ya, misalnya tenaga kesehatan," terang Amin saat disksusi 'Perkembangan Pandemi di Indonesia dan Gejala pada Pasien COVID-19' yang disiarkan dari Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada Rabu, 16 November 2022.
"Tapi untuk untuk populasi lainnya -- masyarakat umum -- masih membutuhkan kajian lebih lanjut ya."
Amin juga mengatakan, pemberian vaksin booster kedua untuk masyarakat umum belum semua negara lain melakukannya. Ini karena masih membutuhkan kajian lebih lanjut.
"Di negara lain pun tidak semuanya mendapatkan booster dua kali ya. Karena semuanya menunggu status kekebalan populasi, apakah memang betul-betul sudah sudah hilang ataukah masih bisa diatasi oleh sel T memori maupun sel kekebalan selulernya (yang telah terbentuk di dalam tubuh)," lanjutnya.
Sel T memori dapat mengenali sel terinfeksi dan tidak terinfeksi melalui antigen pada permukaan membrannya, termasuk bila jenis virus Corona SARS-CoV-2 yang masuk ke tubuh itu sama. Dalam hal ini, sel T memori dapat mengenali antigen virus atau agen penginfeksi yang sebelumnya pernah memasuki tubuh.Â
Penurunan Efektivitas Vaksin
Pada 18 Agustus 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pernyataan berjudul, Good practice statement on the use of second booster doses for COVID-19 vaccines. Pernyataan ini dikembangkan atas saran yang dikeluarkan oleh Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) on Immunization pada 11 Agustus 2022.
Bahwa dalam konteks perkembangan varian Omicron, yang menurunkan efektivitas vaksin ada peninjauan sistematis. Penilaian efektivitas vaksin ini diamati dari waktu ke waktu dengan memeriksa data dari 3 Desember 2021 hingga 21 April 2022 selama periode dominan Omicron (BA.1).
Hasil penilaian, rata-rata perubahan efektivitas vaksin diperkirakan 1-4 bulan setelah vaksinasi dosis penguat pertama (vaksin dosis 3 atau booster pertama). Dosis penguat meningkatkan efektivitas vaksin.
Seiring waktu penurunan efektivitas terhadap insiden penyakit parah di angka 5 persen dalam rentang 1–4 bulan setelah vaksinasi ulang dan 8 persen ketika diproyeksikan sampai 6 bulan setelah vaksinasi ulang.
Sebaliknya, terhadap gejala penyakit simtomatik, terjadi penurunan efektivitas vaksin 24 persen 1–4 bulan setelah vaksinasi booster dan 29 persen bila diproyeksikan ke 6 bulan.
Dengan demikian, alasan perlu booster kedua adalah untuk memulihkan dan mungkin meningkatkan perlindungan. Di beberapa negara, booster kedua saat ini ditawarkan, yaitu dosis keempat untuk orang dewasa yang lebih tua dan dosis kelima untuk orang dengan gangguan kekebalan.
Advertisement
Efek Samping Booster Kedua
Rekomendasi pemberian booster kedua, menurut SAGE, berlaku untuk semua vaksin COVID-19 yang telah menerima Daftar Penggunaan Darurat (Emergency Use Listing/EUL) WHO per 11 Agustus 2022 (Ad26.COV2.S, Ad5-nCoV-S, BBV152, BNT162b2, ChAdOx1-S (rekombinan), mRNA-1273, Sinopharm-BIBP, Sinovac-CoronaVac, dan Novavax).
Ada semakin banyak bukti tentang manfaat booster kedua vaksin COVID-19 dalam hal pemulihan efektivitas vaksin. Data yang ada baru terlihat dalam vaksin mRNA, tapi data ini sangat terbatas untuk vaksin COVID-19 lainnya.
Namun, SAGE menganggap data yang tersedia dari berbagai sumber sudah cukup untuk melanjutkan rekomendasi pemberian booster kedua, terutama untuk masyarakat umum. Sebagai catatan, WHO belum mengeluarkan EUL untuk booster kedua.
Sebagaimana data terbatas yang tersedia tentang keamanan dosis keempat vaksin WHO EUL COVID-19 -- sebagian besar berasal dari studi menggunakan anplatform vaksin mRNA -- menunjukkan bahwa sebagian besar efek samping serupa dengan yang mengikuti dosis booster pertama sebelumnya.
Setelah penyuntikan booster kedua, risiko miokarditis/perikarditis diidentifikasi pada individu berusia 12 tahun ke atas, dengan sebagian besar kasus miokarditis dan miokarditis yang dilaporkan terjadi kurang dari 7 hari setelah vaksinasi.
Di antara mereka yang berusia 40 tahun ke atas, kasus didominasi perikarditis dan peningkatan risiko lebih menyebar selama 3 minggu setelah dosis booster pertama.
Miokarditis merupakan peradangan pada otot jantung, sedangkan perikarditis adalah peradangan pada lapisan luar jantung. Keduanya telah dilaporkan sebagai salah satu efek samping pasca vaksinasi COVID-19 jenis mRNA, baik Pfizer-BioNTech maupun Moderna.
Chili, Israel, Brasil Berikan Booster Kedua
Pemberian booster kedua atau suntikan dosis keempat muncul karena berbagai alasan. Di Amerika Latin, booster kedua memungkinkan Chili dan Brasil memperkuat vaksin buatan Tiongkok yang kurang efektif.
Sementara itu, Israel mencari tingkat perlindungan yang lebih tinggi dengan dosis keempat vaksin Pfizer Inc.-BioNTech SE setelah sepertiga penduduknya mulai kehilangan kekebalan dalam beberapa bulan.
Dikutip dari artikel berjudul, As Omicron Spreads, Some Nations Offer a Second Covid-19 Booster yang diterbitkan The Wall Street Journal tanggal 11 Januari 2022, negara terbaru yang menyediakan booster kedua adalah Chili, negara berpenduduk 19 juta yang telah memberikan lebih dari 45 juta vaksin, menjadikan kampanye imunisasinya sebagai salah satu yang paling sukses di dunia.
Lebih dari separuh suntikan di Chili berasal dari Sinovac Biotech Ltd. China, dengan sekitar 12 juta warga Chili menerima dua dosis pertama dari pembuat vaksin itu, menurut pemerintah Chili. Pihak berwenang menyuntik sekitar 46 persen warga Chili dengan vaksin dari Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca PLC.
Chili bersama dengan Israel dan Brasil pun ikut memberikan booster kedua kepada masyarakat. Di Brasil, negara bagian São Paulo dan Rio de Janeiro telah memberikan booster kedua sejak akhir Desember 2021 kepada orang-orang dengan kondisi kesehatan rentan, seperti kanker dan HIV/AIDS.
Di belahan dunia lain, pejabat kesehatan Israel pada akhir Desember 2021 mulai memberikan dosis keempat kepada orang yang mengalami gangguan kekebalan, lalu mulai memberikan booster kedua kepada orang berusia 60 tahun ke atas.
Otoritas Israel mendasarkan keputusan mereka untuk menawarkan suntikan keempat dengan harapan perlindungan dari varian Omicron akan melonjak di seluruh negeri dan karena penelitian yang menunjukkan, perlindungan yang diberikan dari booster pertama akan turun dalam tiga hingga empat bulan.
Advertisement