Liputan6.com, Jakarta - Mendengarkan lagu favorit Anda melalui earphone atau datang langsung ke konser untuk menyaksikan penyanyi kesayangan Anda tampil sebenarnya bisa membahayakan telinga Anda. Ini bisa mengakibatkan gangguan hingga kehilangan pendengaran.
Sebuah studi menunjukkan bahwa lebih dari 1 miliar anak muda berisiko mengalami gangguan pendengaran yang merupakan akibat dari mendengarkan musik keras melalui earphone serta berasa di tempat bising seperti konser musik.Â
Baca Juga
Gangguan pendengaran yang meliputi kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan mendengar di salah satu atau kedua telinga dapat terjadi secara bertahap dan alami. Namun, ini bisa juga disebabkan oleh cedera serta penyakit.
Advertisement
Alasan di balik gangguan pendengaran dapat berasal dari faktor genetik dan penuaan hingga trauma fisik seperti patah tulang serta bekerja di lingkungan yang bising.
Gangguan pendengaran dapat terjadi pada salah satu atau kedua telinga. Itu bisa terjadi secara tiba-tiba dan memburuk dari waktu ke waktu.
Gejala umum gangguan pendengaran menurut situs Verywell Health meliputi:
-Mendengar lebih jelas di satu telinga daripada yang lain
-Kesulitan mengikuti percakapan, terutama di lingkungan yang bising
-Perlu volume lebih keras untuk mendengarkan TV, radio, atau speaker telepon daripada orang lain
-Kesulitan mendengar suara bernada tinggi
-Kelelahan karena harus mendengarkan percakapan atau suara
-Kesulitan membedakan suara-suara bernada tinggi
-Kesulitan menjaga keseimbangan atau merasa pusing
-Telinga berdering atau berdengung. Kondisi ini juga disebut tinnitus
-Merasakan sensasi tekanan cairan di gendang telinga
-Nyeri di gendang telinga
-Tidak bisa mendengar suara.
Mendengarkan Musik Keras Sebabkan Gangguan Pendengaran
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 430 juta orang dari segala usia di seluruh dunia kehilangan pendengarannya.
Melansir dari situs New York Post, studi yang diterbitkan dalam BMJ Global Health mencatat bahwa peraturan kebisingan yang tidak ditegakkan sebagaimana mestinya berkontribusi pada banyaknya gangguan pendengaran yang dialami kaum muda.
Para peneliti dari University of South Carolina mempelajari peserta berusia 12 hingga 34 tahun untuk menentukan apakah "praktik mendengarkan yang tidak aman," seperti mendengarkan musik dengan volume yang sangat tinggi dari perangkat pribadi atau sering menonton konser dapat memengaruhi pendengarannya di masa depan.
"Praktik mendengarkan yang tidak aman sangat umum terjadi di seluruh dunia dan ini menempatkan lebih dari 1 miliar anak muda pada risiko gangguan pendengaran," tulis penulis studi sebagai upaya untuk menghentikan krisis gangguan pendengaran. Ia beranggapan bahwa peraturan tentang mendengarkan musik dalam skala aman dibutuhkan.
Institut kesehatan Nasional (NIH) merekomendasikan untuk menjaga intensitas suara di bawah 85 desibel—suara apa pun dengan intensitas 85 desibel atau lebih dapat memengaruhi pendengaran.
Advertisement
Intensitas Suara
Sebagai referensi, percakapan normal berkisar dari 60 desibel hingga 70 desibel, sedangkan musik yang didengar melalui headphone atau earphone dengan volume maksimum, juga suara di acara olahraga atau konser berkisar dari 94 desibel hingga 110 desibel.
Peneliti kesehatan telinga dari University of Manchester Sam Couth mengatakan, jika Anda menggunakan earbud, coba lepaskan itu dari telinga. Kemudian, luruskan tangan yang memegang earbud. "Dan jika Anda masih bisa mendengar musik dengan jelas setelah tangan diluruskan, itu terlalu keras (musiknya)."
Tim peneliti menggunakan data studi yang melibatkan orang berusia 12 hingga 34 tahun yang menemukan tingkat volume perangkat dan lamanya paparan. Mereka kemudian memutuskan untuk menggali lebih dalam 33 studi lainnya dengan total lebih dari 19.000 peserta individu.
Dari studi tersebut diketahui bahwa 17 menganalisis perangkat pribadi, sementara 18 lainnya merekam data dari tempat hiburan.
Menggunakan populasi global berusia 12 hingga 34 tahun ini—yang mencapai 2,8 miliar—para peneliti menghitung berapa banyak anak muda yang berisiko mengalami gangguan pendengaran dengan memperhitungkan perkiraan paparan suara keras.
Hasil Penelitian
Menurut temuannya, sebanyak 24 persen anak muda belajar sambil mendengarkan musik terlalu keras melalui perangkat pribadinya sendiri. Selain itu, terdapat 48 persen yang sering mengunjungi tempat bising yang dapat memengaruhi pendengaran mereka.
Para peneliti menyimpulkan bahwa jumlah orang yang berisiko mengalami gangguan pendengaran berkisar antara 670 juta hingga 1,35 miliar.
"Ada desakan bagi pemerintah, industri, dan masyarakat sipil untuk memprioritaskan pencegahan gangguan pendengaran global dengan mempromosikan praktik mendengarkan yang aman," kata penulis studi Dr. Lauren Dillard.
Jika khawatir memiliki gangguan pendengaran, Anda bisa melakukan diagnosis dengan tes suara dan pemindaian CT atau MRI untuk memeriksa adanya tumor atau cairan.
Sementara itu, jika Anda memiliki gangguan pendengaran, terdapat beberapa pilihan pengobatan yang dapat dilakukan. Mengobati gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan perawatan di rumah seperti menggunakan peralatan pembersih kotoran telinga.
Operasi untuk memperbaiki gendang telinga atau tulang di telinga bagian dalam juga dapat dijadikan pilihan pengobatan untuk gangguan pendengaran.
Sedangkan gangguan pendengaran yang tidak dapat dipulihkan dapat diatasi dengan perangkat seperti alat bantu dengar atau implan koklea serta sistem komunikasi seperti bahasa isyarat.Â
Â
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement