Liputan6.com, Jakarta - Pada 2020 silam, ketika Sarah Regan yang berasal dari Sydney, Australia berniat mengganti popok bayinya yang baru berusia 9 bulan, ia menemukan kejadian mencengangkan. Betapa terkejutnya ia saat menemukan popok bayi perempuannya, Birdie, penuh dengan darah.
Panik akan kemungkinan putri tercintanya mengalami infeksi ginjal, Regan membawa putrinya ke ruang gawat darurat di mana dokter segera melakukan serangkaian tes.
Baca Juga
Dokter melakukan USG, tes hormon serta rontgen di pergelangan tangannya. Alih-alih infeksi, pernyataan yang diberikan dokter cukup untuk membuat Regan kehilangan kata-kata.
Advertisement
Dokter mendiagnosis Birdie menderita pubertas dini atau precocious puberty—bahkan sebelum dia bisa berjalan atau berbicara.
"Itu adalah menstruasi pertamanya," kata ibu berusia 39 tahun yang kebingungan tersebut.
"Saya tidak tahu harus berpikir apa, kami tidak tahu banyak tentang itu dan kami belum pernah mendengar hal itu sebelumnya," tuturnya seperti yang dilansir dari situs New York Post.
Menurut Stanford Medicine, pubertas dini adalah kondisi langka pada anak-anak yang melibatkan tanda-tanda fisik berupa kematangan seksual yang berkembang terlalu cepat.
Karena Birdie—yang sekarang berusia 2 tahun—masih sangat muda, sulit untuk mengetahui gejala lain apa yang dialaminya, misalnya perubahan suasana hati atau sakit dan nyeri haid.
"Dia tidak memiliki rambut kemaluan atau payudara, yang kadang dimiliki oleh beberapa anak dengan kondisi tersebut," jelas Regan.
Ibu tiga anak tersebut mengaku sulit harus terus-menerus menjelaskan kondisi Birdie.
"Ketika dia pergi ke penitipan anak, saya merasa seperti saya harus menjelaskan bahwa jika mereka menemukan darah di popoknya, itulah sebabnya, dan kami memiliki catatan dokter untuk memastikan tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang hal itu," ungkapnya.
"Itu rintangan terbesar kami terkait kondisinya."
Â
Penting untuk Tahu
Â
Meskipun sulit dan melelahkan, sang ibu mengatakan hal ini penting untuk diketahui orang-orang.
"Saya juga tidak ingin orang langsung membuat kesimpulan. Jika darah ditemukan dalam pakaian dalam bayi, itu harus diselidiki," katanya.
Setelah dia awalnya mulai berdarah, Birdie menderita pendarahan acak. Balita itu harus menjalani tes hormon, USG serta rontgen setiap enam bulan sekali untuk memeriksa perkembangannya.
Regan mengatakan jika pertumbuhan Birdie meningkat dengan cepat, dia akan mempertimbangkan suntikan hormon untuk memperlambatnya serta menghentikan elemen pubertas lainnya agar tidak datang terlalu dini. Meskipun demikian, dokter masih memantau situasinya.
"Dia mengalami pendarahan sejak menstruasi. Itu belum sebulan," jelasnya.Regan mengatakan bahwa pendarahan yang dialami Birdie tidak teratur dan datang tiba-tiba."Itu membuatnya sangat sulit untuk dilacak. Kami mencoba memastikan itu tidak memengaruhinya secara fisik."
Regan mengatakan, ia hanya ingin putrinya memiliki masa kecil yang normal.
"Sebagai ibunya, saya berharap itu tidak mempengaruhi penampilan serta pertumbuhannya lebih dari anak lain seusianya," katanya. "Jika kami membutuhkan terapi hormon maka kami akan melakukannya, saya hanya tidak ingin itu membuatnya berbeda."
Â
Â
Â
Advertisement
Birdie Adalah Bayi
Â
Â
Terlepas dari kondisi langka yang dialaminya, Regan menggambarkan Birdie sebagai bayi "normal".
"Dia gadis normal, dia hampir berusia 3 tahun, dia mengalami tantrum," katanya. "Dia normal, Anda tidak akan tahu. Dari segi penampilan, Anda tidak akan tahu perbedaannya karena masalahnya bukan itu."
Pubertas dini dapat dibilang kondisi langka karena hanya terjadi pada satu dari 5000 anak. Untuk mengetahui apakah anak Anda mengalami pubertas dini atau tidak, simak tanda dan gejala pubertas dini menurut situs Mayo Health di bawah ini:
-Menstruasi serta pertumbuhan payudara pada anak perempuan.
-Testis dan penis yang membesar, tumbuh rambut wajah serta suara yang semakin dalam pada anak laki-laki.
-Tumbuh rambut pada kemaluan atau ketiak.
-Pertumbuhan yang cepat.
-Jerawat.
-Bau badan orang dewasa.
Gejala ini biasanya dialami oleh anak yang berusia di bawah 8 tahun untuk anak perempuan. Sementara untuk anak laki-laki tidak lebih dari 9 tahun.
Faktor Risiko
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko pubertas dini pada anak meliputi:
1. Berjenis kelamin perempuan
Anak perempuan kemungkinan jauh lebih besar untuk mengalami pubertas dini.
2. Ras Afrika-Amerika
Pubertas dini tampaknya lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika ketimbang anak-anak dari ras lain.
3. Obesitas
Anak-anak yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki risiko lebih tinggi terkena pubertas dini.
4. Terpapar hormon seks
Terpapar estrogen atau testosteron yang terkandung dalam krim dan salep, atau hal lain yang mengandung hormon tersebut (seperti obat-obatan orang dewasa atau suplemen makanan), dapat meningkatkan risiko anak terkena pubertas dini.
5. Kondisi medis lain
Pubertas dini mungkin merupakan komplikasi dari sindrom McCune-Albright atau hiperplasia adrenal kongenital—kondisi yang melibatkan produksi abnormal hormon pria (androgen). Dalam kasus yang langka, pubertas dini juga dapat dikaitkan dengan hipotiroidisme—kondisi di mana kelenjar tiroid tidak membuat cukup hormon tiroid.
6. Terapi radiasi sistem saraf pusat
Pengobatan radiasi untuk tumor, leukemia atau penyakit lainnya dapat meningkatkan risiko pubertas dini.
Â
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement