Liputan6.com, Jakarta - Menyusul kejadian luar biasa (KLB) polio beberapa pekan lalu di Kabupaten Pidie, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan imunisasi polio tambahan pada anak usia 0-13 tahun di seluruh wilayah Provinsi Aceh pada hari ini, Senin, 28 November 2022.
Terkait putaran pertama vaksinasi polio di Aceh, eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan tiga hal. Pertama, Tjandra menyoroti soal vaksin polio yang digunakan.
Baca Juga
"Karena KLB ini akibat VDPV 2, maka vaksin yang digunakan harusnya adalah nOPV2 (novel Oral Polio Vaccine 2)," kata Tjandra melalui pesan yang diterima Liputan6.com, Senin, 28 November 2022.
Advertisement
Menurutnya jenis vaksin polio itu merupakan pilihan terbaik karena stabil secara genetik serta sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Jenis ini secara genetik adalah stabil dan merupakan pilihan terbaik yang harus dipilih, dan sesuai dengan rekomendasi WHO pula," Tjandra melanjutkan.
Hal kedua yang dicermati Tjandra adalah keberlanjutan proses vaksinasi polio. Tjandra mengatakan, putaran pertama vaksinasi harus dilanjutkan dengan putaran selanjutnya baik di Aceh dan wilayah sekitarnya yang memiliki potensi penularan.
Terakhir, Tjandra menekankan cakupan vaksinasi polio harus 95 persen pada daerah yang dituju.
"Suatu target yang tidak ringan, tetapi harus dicapai dengan kerja amat keras," ucapnya.
Menurut Tjandra yang berpengalaman sebagai Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan pada 2014, KLB polio hanya dapat diakhiri dengan cakupan vaksinasi yang amat tinggi.
"Hanya dengan cakupan yang amat tinggi inilah KLB dapat di akhiri, dan penyakit polio tidak jadi menyebar luas tidak terkendali," kata pria yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini.
Â
Sasar 1,2 Juta Anak Usia 0-12
Imunisasi massal polio di Aceh yang dimulai hari ini menyasar 1,2 juta anak berusia 0-12 tahun, seperti disampaikan Kepala Tim Kerja Surveilans Imunisasi dan PD3I Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Endang Budi Hastuti.
"Nanti putaran keduanya satu bulan sesudahnya. Jadi setelah satu bulan, baru diberikan sekali lagi," ujar Endang dalam acara Meet the Expert: Penjelasan Mengenai Polio di Indonesia pada Jumat, (25/11/2022).
Salah satu kemungkinan penyebab munculnya kasus polio di Aceh berkaitan dengan rendahnya cakupan imunisasi di wilayah tersebut. Menurut Ketua Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan Khusus Direktorat Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI, dr Gertrudis Tandy, salah satu penyebabnya adalah takut terhadap jarum suntik.
"Terkait dengan penolakan masyarakat khususnya di Aceh memang masih kita temui. Waktu kami turun untuk investigasi kasus ini, catatan imunisasi anak-anak di Aceh banyak yang kosong terutama untuk yang jarum suntik," ujar Gertrudis.Â
Â
Advertisement
Strategi Hadapi Penolakan Imunisasi
Gertrudis menjelaskan, beberapa masyarakat pun menolak imunisasi dengan berbagai macam alasan lainnya. Seperti takut pada efek samping dan merasa tidak butuh imunisasi.
"Jadi tidak paham (manfaatnya). Ada juga yang alasannya karena isu haram vaksin. Berbagai upaya sudah kita lakukan untuk ini," kata Gertrudis.
Gertrudis mengungkapkan bahwa salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak pemerintah adalah dengan melibatkan tokoh agama seperti ulama-ulama yang ada di sana.
"Salah satunya dengan melibatkan tokoh agama ulama di Aceh untuk mendukung imunisasi ini. Sekarang pun kita ada pertemuan advokasi dan sosialisasi untuk menggalang dukungan terhadap pelaksanaan SUB PIN (Pekan Imunisasi Nasional) polio nanti di Aceh," kata Gertrudis.
Imunisasi massal polio sendiri baru akan dilakukan di Aceh. Namun, Gertrudis memastikan bahwa pengawasan pada provinsi lainnya tetap akan dilakukan. Sehingga tidak menutup kemungkinan untuk imunisasi juga dilakukan di provinsi lainnya.
Â
1 Kasus Positif dan 3 Temuan Baru
Kemenkes mencatat satu kasus positif polio di Kabupaten Pidie, Aceh pada November 2022. Pasien tersebut diketahui berusia 7 tahun dan mengalami gejala kelumpuhan pada tungkai kiri. Setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, ditemukan lagi tiga kasus polio melalui pemeriksaan feses yang didalamnya mengandung virus polio.
"Sampai dengan saat ini, kasus polio yang ada di Indonesia masih satu, kasus yang sudah dilaporkan kemarin di Pidie," ujar Endang.
Endang mengungkapkan bahwa ketiga kasus yang baru ditemuan tidak masuk dalam kriteria kasus positif polio. Hal ini dikarenakan tiga anak yang bersangkutan tidak mengalami gejala lumpuh layu.
Berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu kasus dapat dinyatakan resmi bila anak yang bersangkutan mengalami lumpuh layu secara mendadak.
"Hasil positif ini tidak bisa ditetapkan sebagai kasus polio karena tidak memenuhi kriteria lumpuh layu akut. Jadi memang pada anak-anak ini ada terdeteksi virus polio. Tapi ini bukan kasus polio seperti kasus yang kemarin," kata Endang.
Endang menjelaskan, dari ketiga anak tersebut, dua diantaranya yang berusia 1 tahun 9 bulan memiliki status imunisasi polio bOPV (Bivalent Oral Polio Vaccine) lengkap. Tetapi belum melakukan imunisasi IPV (Inactivated Polio Vaccine).
Sedangkan satu lainnya berusia 5 tahun dengan status imunisasi yang tidak lengkap. Anak yang bersangkutan hanya pernah melakukan imunisasi bOPV dua kali.
Advertisement