Liputan6.com, Jakarta Indonesia telah mendapatkan Sertifikat Eradikasi atau Bebas Polio dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2014. Namun, muncul kasus polio baru di Kabupaten Pidie, Aceh yang kini dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) tingkat kabupaten.Â
Anda mungkin salah satu yang bertanya-tanya, kenapa polio bisa muncul kembali di Indonesia? Faktor apakah yang menjadi penyebabnya?
Baca Juga
Menurut Eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, salah satu penyebab munculnya polio di Aceh adalah cakupan vaksinasi atau imunisasi yang terhambat di masa pandemi COVID-19.
Advertisement
"Secara umum saya kira memang cakupan vaksinasi belum ideal tercapai, karena belum ideal itulah berbagai penyakit ini timbul," ujar Tjandra dalam Meet the Expert: Penjelasan Mengenai Polio di Indonesia bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI ditulis Senin, (28/11/2022).
Tjandra menjelaskan, saat pandemi perhatian di dunia kesehatan tertuju pada COVID-19. Sehingga banyak imunisasi yang tertinggal dan menyebabkan capaiannya mengalami penurunan. Itulah mengapa menurutnya Kemenkes melakukan program BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional).
Belum lagi, banyak masyarakat di Aceh yang menolak untuk melakukan imunisasi. Menurut Tjandra, penolakan terhadap imunisasi memang terjadi di banyak tempat, alasannya pun beragam.
"Kejadian orang menolak vaksin itu terjadi di banyak tempat, alasannya banyak. Itu kenapa dari berbagai sektor harus menjelaskan kalau vaksin itu bermanfaat untuk melindungi kita. Jadi marilah kita meningkatkan cakupan vaksinasi," kata Tjandra.
Penolakan Imunisasi, Terutama dengan Jarum Suntik
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Ketua Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan Khusus Direktorat Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI, dr Gertrudis Tandy. Ia menjelaskan, penolakan terhadap imunisasi yang terjadi di Aceh salah satunya juga disebabkan oleh ketakutan masyarakat pada jarum suntik.
"Terkait dengan penolakan masyarakat khususnya di Aceh memang masih kita temui. Waktu kami turun untuk investigasi kasus (polio) ini, catatan imunisasi anak-anak di Aceh banyak yang kosong terutama untuk yang jarum suntik," ujar Gertrudis.
Selain itu, banyak pula diantara mereka yang takut pada efek samping, merasa tidak membutuhkan imunisasi lantaran tidak mengetahui manfaatnya, hingga percaya pada isu vaksin yang haram.
"Jadi tidak paham (manfaatnya). Ada juga yang alasannya karena isu haram vaksin. Berbagai upaya sudah kita lakukan untuk ini. Salah satunya dengan melibatkan tokoh agama, ulama di Aceh untuk mendukung imunisasi ini," kata Gertrudis.
"Sekarang pun kita ada pertemuan advokasi dan sosialisasi untuk menggalang dukungan terhadap pelaksanaan SUB PIN polio nanti di Aceh," tambahnya.
Advertisement
Kasus Polio di Pidie Aceh
Lebih lanjut Kepala Tim Kerja Surveilans Imunisasi dan PD3I Kemenkes RI, dr Endang Budi Hastuti mengungkapkan, hingga 25 November 2022, hanya terdapat satu kasus polio yang terhitung resmi.
Memang ditemukan tiga kasus baru lainnya dari hasil pemeriksaan feses. Namun ketiga kasus tersebut tidak masuk dalam kriteria kasus positif polio karena tidak mengalami gejala lumpuh layu.
Berdasarkan pedoman WHO, suatu kasus dapat dinyatakan resmi bila anak yang bersangkutan mengalami lumpuh layu secara mendadak.
"Hasil positif ini tidak bisa ditetapkan sebagai kasus polio karena tidak memenuhi kriteria lumpuh layu akut. Jadi memang pada anak-anak ini ada terdeteksi virus polio. Tapi ini bukan kasus polio seperti kasus yang kemarin," kata Endang.
Endang menjelaskan, dari ketiga anak tersebut, dua diantaranya yang berusia 1 tahun 9 bulan memiliki status imunisasi polio bOPV (Bivalent Oral Polio Vaccine) lengkap. Tetapi belum melakukan imunisasi IPV (Inactivated Polio Vaccine).
Sedangkan satu lainnya berusia 5 tahun dengan status imunisasi yang tidak lengkap. Anak yang bersangkutan hanya pernah melakukan imunisasi bOPV dua kali.
Masalah Sanitasi Ikut Berperan
Endang menjelaskan, ketiga anak yang fesesnya positif polio tersebut tidak mengalami keluhan apapun. Di sisi lain, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada ketiga anak yang bersangkutan memang masih kurang.
"Kondisi saat ini tidak ada keluhan. Memang untuk PHBS-nya itu masih kurang, karena anak-anak ini menggunakan popok sekali pakai yang dibuang setiap tiga hari sekali. Pembuangannya itu di sungai," ujar Endang.
"Satu lagi yang usia 5 tahun imunisasinya tidak lengkap, hanya imunisasi polio bOPV dua kali. Belum mendapatkan IPV dan kondisinya saat ini tidak ada keluhan. Untuk PHBS kebiasaan BAB-nya kadang di WC umum, kadang masih di kebun depan rumah. Jadi memang kurang."
Endang menjelaskan, faktor penyebab kurangnya PHBS juga disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang memadai. Kondisinya saat ini, masyarakat di Pidie Aceh masih BAB di sembarang tempat karena tidak adanya jamban yang tersedia.
Advertisement