Liputan6.com, Jakarta - Belakangan kasus COVID-19 mengalami kenaikan. Selain orang yang memiliki komorbid dan lansia, ternyata ada kelompok lainnya yang perlu untuk waspada dalam menyikapi adanya kenaikan kasus.
Kelompok tersebut adalah Orang dengan Human Immunodeficiency Virus (ODHIV). Ketua Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI), Dr dr Evy Yunihastuti mengungkapkan bahwa ODHIV lebih berisiko terkena COVID-19 dengan gejala yang lebih berat.
Baca Juga
"Selama ini yang dibilang lebih berisiko saat terkena COVID-19 biasanya pasien diabetes, darah tinggi, dan lain-lain. Faktanya memang dari berbagai penelitian yang sudah digabung dalam meta analisis, ODHIV tetap memiliki risiko terkena COVID-19 yang berat," kata Evy dalam media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Rabu (30/11/2022).
Advertisement
"Jadi infeksi yang lebih berat itu 1,3 sampai 2,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang non-HIV. ODHIV juga memiliki risiko kematian karena COVID-19 1,8 kali lebih tinggi," tambahnya.
Evy menjelaskan, dengan kondisi saat ini dimana kasus COVID-19 mengalami peningkatan, penting untuk bagi ODHIV untuk tetap waspada. Selain itu, ia pun menyarankan agar vaksinasi untuk ODHIV tetap didorong karena mereka masuk kelompok berisiko.Â
"Kita sama-sama tahu bahwa saat ini COVID-19 mulai meningkat lagi, dan mulai muncul berbagai varian. Karena tadi, tetap saja ODHIV itu lebih berisiko terkena COVID-19. Tentu harus tetap waspada terhadap penularan COVID-19," ujar Evy.
"Dengan berkembangnya berbagai varian, efektivitas vaksin sudah mulai berkurang, tentu kita tetap harus mendorong vaksin COVID-19 untuk ODHIV. Karena tetap ini kelompok yang berisiko lebih tinggi untuk terkena COVID-19 yang lebih berat."
4 Hal yang Perlu Diperhatikan ODHIV
Lebih lanjut Evy mengungkapkan bahwa ada empat hal yang harus diperhatikan oleh ODHIV terkait COVID-19. Pertama yang berkaitan dengan komorbid, dimana pasien memiliki diabetes, hipertensi, dan lainnya.
Kedua, saat CD4 ODHIV dibawah 200 sel/mm3. Ketiga, belum menggunakan obat ART (antiretroviral) atau sudah berhenti menggunakan ART. Keempat, saat ada infeksi oportunistik.
"Kalau misalnya tiga dari empat items ini ternyata ada, maka kemungkinan besar dia 58 persen akan menjadi COVID-19 berat. Jadi sebaiknya harus dirawat," kata Evy.
"Sementara kalau dua mungkin risikonya 25 persen, kalau satu 7,3 persen. Jadi masih boleh rawat jalan," tambahnya.
Evy menambahkan, penting untuk para ODHIV menggunakan ART selama pandemi COVID-19. Serta menjaga kondisi lainnya agar tidak mengalami keempat kondisi yang disebutkan di atas.
"Biar kalau terkena COVID-19 tidak menjadi COVID-19 yang berat," ujar Evy.
Advertisement
Vaksin COVID-19 untuk ODHIV
Evy mengungkapkan bahwa HIV sendiri bukanlah penghalang untuk penggunaan vaksin COVID-19, walaupun CD4 pada pasien rendah. Hal tersebut lantaran semua vaksin yang ada bukanlah virus hidup.
"Semua vaksin COVID-19 yang ada sebenarnya adalah vaksin yang (virusnya) dilemahkan, bukan vaksin hidup. Jadi tetap bisa digunakan oleh semua ODHIV. Walaupun kekebalan tubuhnya masih rendah," kata Evy.
Kekurangannya menurut Evy hanyalah saat diberikan pada pasien ODHIV dengan kekebalan tubuh rendah, maka efektivitas vaksin COVID-19 mungkin akan tetap lebih rendah.
Evy menjelaskan, penelitian yang dilakukan mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada ODHIV di RSCM pun pernah mencoba mencari tahu soal apa saja faktor penyebab ODHIV ingin divaksinasi COVID-19.
"Ini waktu awal-awal vaksin COVID-19 digunakan di masyarakat. Setelah kita lihat intention-nya, persepsinya, faktor luar yang memengaruhi, ternyata keinginan vaksin pada ODHIV cukup tinggi. 75 persen," ujar Evy.
Kenapa ODHIV Mau Vaksin?
Saat dievaluasi ulang pada pertengahan 2022, 89 persen ODHIV yang ada di RSCM sudah melakukan vaksinasi COVID-19 dosis pertama. 85 persen sudah melakukan vaksinasi dosis kedua, dan masih ada 50 persen yang belum melakukan booster.
"Tentu kita masih harus bekerja keras untuk mendorong para ODHIV untuk bisa mendapatkan vaksin," kata Evy.
Menurut Evy, ada beberapa hal yang memengaruhi keinginan ODHIV untuk melakukan vaksinasi. Salah satunya adalah keinginan untuk mendapatkan proteksi lebih.
"Yang menarik itu kita bertanya, siapa yang memengaruhi ODHIV mau divaksin? Ternyata yang pertama adalah program pemerintah, kemudian dokternya. Jadi kalau dokternya menyuruh ODHIV untuk divaksin, itu biasanya akan sangat efektif," ujar Evy.
"Dan yang paling berpengaruh adalah keluarga. Jadi kalau keluarganya mendorong untuk divaksin, itu adalah faktor terpenting yang membuat seseorang ODHIV itu mau divaksin COVID-19. Jadi yang harus diedukasi bukan hanya ODHIV-nya, tapi juga keluarganya."
Advertisement