Sukses

PBB Soroti Data Penyandang Disabilitas di Indonesia yang Masih Kurang

Data penyandang disabilitas di Indonesia jauh dari rata-rata persentase global.

Liputan6.com, Jakarta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti statistik data penyandang disabilitas di Indonesia yang masih kurang. Angka yang tercatat saat ini jauh dari rata-rata persentase global.

Tercatat, rasio orang Indonesia yang hidup dengan disabilitas menurut angka resmi Pemerintah bervariasi antara 4 persen dan 5 persen. Angka tersebut kontras dengan rata-rata global sebesar 15 persen.

Dalam laporan baru tentang data disabilitas yang diluncurkan oleh PBB di Indonesia bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2022, memuat analisis komprehensif pertama tentang cara penyandang disabilitas terwakili dalam statistik pemerintah.

Penyandang disabilitas tertinggal di belakang. Partisipasi mereka yang penuh dan efektif dalam masyarakat, lalu akses setara mereka terhadap berbagai layanan dasar menjadi terhambat karena mereka tidak memiliki pekerjaan, kurang berpendidikan dan masih kurang terwakili dalam statistik nasional, demikian laporan PBB terbaru.

Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand mengatakan, kelengkapan data penyandang disabilitas diperlukan tidak hanya untuk menyoroti kesenjangan, melainkan untuk mengembangkan kebijakan berbasis bukti. Tujuannya, demi memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas dan ketidaksetaraan ekonomi dan sosial terkait.

"Untuk mendapatkan dukungan dari Pemerintah, orang-orang perlu dibuat ‘terlihat’ (sadar), bahwa mereka yang hidup dengan disabilitas," katanya melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Sabtu, 3 Desember 2022.

Secara ringkas, laporan terbaru PBB menyebut, statistik disabilitas di Indonesia tidaklah mencukupi lantaran data yang dikumpulkan tidak memberikan informasi yang cukup tentang penyandang disabilitas, kebutuhan-kebutuhan mereka, kapasitas dan kesejahteraan mereka.

Tujuan statistik kependudukan tidak hanya untuk menghitung penyandang disabilitas, tetapi juga untuk mempertimbangkan apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa mereka dapat mengakses pendidikan, bangunan, transportasi, pekerjaan, layanan kesehatan, layanan hukum, dan partisipasi politik.

Pembangunan inklusif merupakan inti dari Agenda PBB 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

2 dari 4 halaman

Persentase Kontras dengan Rata-rata Global

PBB dan Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia bekerja sama dengan kelompok-kelompok yang mewakili penyandang disabilitas untuk mengisi kesenjangan dalam statistik resmi.

“Dengan data yang benar, Pemerintah dan mitra pembangunan akan dapat memfokuskan sumber daya untuk mendukung mereka yang menghadapi tantangan disabilitas,” Valerie Julliand melanjutkan.

Pelaporan yang kurang dimulai pada tingkat makro, yakni rasio orang Indonesia yang hidup dengan disabilitas menurut angka resmi Pemerintah bervariasi antara 4 persen dan 5 persen. Angka ini dinilai sangat kontras dengan rata-rata global sebesar 15 persen.

Data disabilitas semakin diperjuangkan dalam agenda pembangunan global. Dalam hal ini, bagaimana memperjuangkan dan merealisasi hak-hak mereka. Komitmen ini telah dinyatakan kembali dalam Laporan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development/SDGs) PBB tahun 2017.

Yakni untuk sepenuhnya memahami diskriminasi dan eksklusi yang dihadapi penyandang disabilitas dan memperburuk kerentanan mereka. Merujuk hal itu, Situational Analysis on the State of Data in Indonesia bertujuan untuk melakukan pemetaan khusus terhadap data disabilitas, menelaah keadaan data disabilitas dan ekosistem datanya di negara ini.

Selain itu, bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang untuk memiliki data disabilitas yang memadai.

3 dari 4 halaman

Pengumpulan Data Nasional

Sesuai dengan Undang-Undang Disabilitas Nomorr 8 Tahun 2016, Kementerian Sosial (Kemensos) memiliki kewenangan dan tanggung jawab terkait pengumpulan data disabilitas Untuk data administrasi, Kemensos mempunyai Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas (SIMPD).

Data tersebut masuk sebagai Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang mencakup penyandang disabilitas yang termasuk dalam 40 persen penduduk termiskin di Indonesia sebagai sasaran perlindungan sosial. Pada data tahun 2014, terdapat 25 juta rumah tangga yang masuk dalam PPLS sebelumnya (tahun 2011).

Angka ini bertambah sekitar 5 juta rumah tangga tambahan, termasuk lebih dari 800.000 rumah tangga yang hidup bersama disabilitas sebagai responden dalam pengumpulan data statistik.

Selanjutnya, BPS dapat melakukan survei disabilitas sepanjang diminta Kemensos. Dahulu, sebelum ratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) di Indonesia pada tahun 2011, BPS melakukan pendataan penduduk dengan disabilitas melalui Sensus Kependudukan di 6 provinsi dengan hanya satu pertanyaan saringan: Apakah Anda difabel? dilanjutkan dengan satu pertanyaan jenis disabilitas:

tunanetra (buta), tunawicara/rungu (tuli/bisu), cacat anggota tubuh (cacat fisik), dan cacat mental (mental cacat). 

Namun, setelah pendirian global Washington Group pada Disability Statistics oleh United Nations Statistical Commission pada tahun 2001, BPS mengadopsi tiga pertanyaan dari International Classification of Functioning, Disability and Health, yakni perawatan diri, komunikasi dan gerakan. Ditambah pertanyaan tentang jenis kesulitan dan kebutuhan bantuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang tertuang pada SUSENAS 2006.

4 dari 4 halaman

Survei Khusus Disabilitas

Saat ini, BPS, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kemensos telah mengumpulkan berbagai data terkait status kesehatan, pekerjaan dan kesejahteraan orang dengan disabilitas. Data yang dikumpulkan telah berkembang. 

Sensus Penduduk menjadi dasar sumber data demografi tentang disabilitas bersama dengan informasi yang dikumpulkan dari sensus antar sensus (SUPAS 2015 ), Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS 2000-2019), Modul Sosial Budaya dan Pendidikan, Potensi Desa (PODES) , dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS 2016).

Pada tahun 2013, BPS mendapat dukungan teknis dari United Nations Population Fund (UNFPA), UNICEF (untuk inklusi disabilitas anak), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan berkonsultasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) juga Kemenkes.

Terdapat penyesuaian pertanyaan untuk Survei Khusus Disabilitas secara keseluruhan penduduk termasuk anak-anak. Kuesioner dan panduan survei disiapkan mengacu pada Washington Group on Disabilities.

Ada tiga jenis pertanyaan, yaitu untuk anak usia 2 – 17 tahun, dewasa usia 18+ tahun, dan untuk keluarga dan rumah tangga tidak hanya untuk mengumpulkan data disabilitas tetapi juga informasi yang lebih luas tentang penyebab disabilitas dan akses ke layanan dasar.

Survei ini diujicobakan pada tahun 2015 di tiga wilayah (Jakarta, Bekasi, Bogor).