Liputan6.com, Jakarta Jelang perayaan Natal dan Tahun Baru, Indonesia kedatangan tamu tak diundang yakni COVID-19 subvarian Omicron terbaru bernama BN.1.
Terdeteksinya BN.1 di Indonesia membuat Kementerian Kesehatan RI mengamati pola subvarian ini.
Baca Juga
"Menteri Kesehatan selalu bilang, bahwa yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus adalah varian baru. Kita sudah melewati gelombang XBB dan BQ.1, tapi kami perhatikan, ada subvarian baru BN.1," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi yang ditemui di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Kamis (8/12/2022) mengutip Antara.
Advertisement
Berikut fakta-fakta soal Omicron BN.1:
Ditambahkan ke Daftar Virus CDC
Nadia menyampaikan, subvarian BN.1 telah ditambahkan ke dalam daftar varian Virus Corona yang dirilis oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Hal ini dilakukan karena menyumbang empat persen kasus infeksi di negara tersebut.
Terdeteksi di Lebih dari 30 Negara
Selain Amerika Serikat, Omicron BN.1 juga terdeteksi di lebih dari 30 negara lainnya, termasuk Australia, Inggris, India, hingga Austria.
"Kami sedang monitor varian baru yang sekarang ini, termasuk BN.1, sebab di beberapa negara juga sudah dilaporkan, tapi dia belum mengalami tren peningkatan kasus," katanya.
Rata-Rata Bertahan Tiga Bulan
Menurut Nadia, umumnya varian baru virus Corona bertahan rata-rata selama tiga bulan. Setelah sampai pada puncaknya, kasus akan melandai.
Kemenkes sedang meningkatkan upaya surveilans untuk melacak kasus BN.1 melalui pemeriksaan genomik dari pasien yang terpapar SARS-CoV-2 untuk melihat pola spesifik dari varian baru tersebut.
"Untuk jumlah kasus BN.1 di Indonesia, saya masih belum tahu persisnya berapa kasus. Tapi yang pasti, kasus itu sudah ditemukan di Indonesia," katanya.
Fakta Berikutnya
Memiliki Keunggulan Evolusioner
Melansir Dailymail, BN.1 menyebabkan kenaikan kasus yang cepat, ini menunjukkan bahwa ia memiliki keunggulan evolusioner dibandingkan strain lain yang bersirkulasi.
Pakar COVID di Arkansas State University Dr Raj Rajnarayanan memperingatkan bahwa jenis baru itu sangat kebal.
Belum Terbukti Tingkatkan Rawat Inap dan Kematian
Meski kebal, tapi tidak ada bukti bahwa BN.1 lebih mungkin menyebabkan rawat inap atau kematian.
Sementara di masa lalu hanya ada satu atau dua varian global yang dominan, COVID kini telah terpecah menjadi sekumpulan sub-varian yang terkait erat.
Mereka semua berasal dari strain Omicron yang mengirimkan nomor kasus di seluruh dunia ke rekor tertinggi dan semuanya mengandung mutasi serupa.
Advertisement
Muncul pada Akhir Juli
Sejak subvarian ini muncul pada akhir Juli, virus itu telah menyebar ke 36 negara dengan 1.732 kasus terdeteksi secara nasional, termasuk di Inggris, Prancis, dan India.
Dalam pertemuan Infectious Diseases Society of America pada November, ahli mikrobiologi di CDC Dr Natalie Thornburg mengatakan kasus virus tersebut “mungkin” berlipat ganda setiap dua minggu.
“Ketidakpastian dalam waktu penggandaan itu sedikit lebih tinggi karena jumlah urutan absolutnya rendah, karena proporsinya rendah,” katanya.
Lebih Baik dalam Menghindari Antibodi
Laboratorium Bloom Pusat Kanker Fred Hutchinson di Seattle, Washington, memperingatkan subvarian baru kemungkinan lebih baik dalam menghindari antibodi.
Tetapi tidak ada bukti pada tahap ini yang lebih mungkin menyebabkan penyakit serius, rawat inap dan kematian di antara mereka yang tertular.
Advertisement