Sukses

Dokter Terawan si Pencuci Otak di Mata Dahlan Iskan

Menteri BUMN Dahlan Iskan mencoba metode pengobatan cuci otak (brain washing) yang dicetuskan Letkol CKM dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) RI yang masih menjadi pro dan kontra.

Nama dokter Terawan Agus Putranto belakangan semakin mencuat setelah pengobatan cuci otak (brain washing) yang dicetuskannya ditanggapi pro dan kontra. Dikenal sebagai penyembuh stroke, inilah pengakuan Menteri BUMN Dahlan Iskan tentang sang dokter unik ini.

Teknik yang dilakukan Letkol CKM dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) adalah membersihkan otak dari penyumbatan yang membuat seseorang bisa mengalami stroke.

Namun sayangnya, teknik cuci otak dr Terawan ini, oleh sesama koleganya di Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia (Perdossi) dianggap bukan teknik yang benar. Banyak dokter yang beranggapan cara pengobatan itu tidak tepat karena dilakukan seorang dokter radiologi dan belum dilakukan serangkaian penelitian ilmiah yang menjamin cara itu aman.

Ketua Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia (Perdossi) Prof. Dr. dr. Hasan Machfoed, SpS (K), MS dalam penjelasan tertulis di situs Perdossi pernah mengatakan, sejumlah kalangan dokter mempertanyakan hasil terapi cuci otak ini. Karena sudah menjadi keharusan dalam dunia ilmiah medis, bahwa setiap penemuan obat atau cara pengobatan baru harus didahului penelitian yang bertahap. Biasanya diawali dengan percobaan pada binatang, dan jika berhasil dilanjutkan dengan clinical trial pada subjek manusia. Setelah itu dilanjutkan melalui publikasi ilmiah.

Meski masih jadi pertanyaan, namun pamor dokter Terawan di masyarakat umum makin bersinar. Banyak pasien yang melakukan testimoni bagaimana dirinya bisa menjadi sembuh dan jadi lebih baik setelah melakukan cuci otak dengan dokter Terawan.

Sampai-sampai Menteri BUMN Dahlan Iskan juga tak mau ketinggalan mencoba metode pengobatan cuci otak (brain washing) dr. Terawan.

Dahlan mengaku sebenarnya sudah lama ingin mencoba metode membersihkan saluran darah di otak itu sejak menjabat sebagai Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun kesibukannya itulah yang membuatnya baru menggolkan rencananya dengan melakukan cuci otak di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta pada Jumat (15/2/2013).

Siapa sebenarnya dr Terawan? Dalam catatan Dahlan, dr Terawan merupakan Ahli Radiologi yang kini berusia 48 tahun, yang berpatner dengan dokter tugas, ahli syaraf.

dr Terawan merupakan Kolonel TNI AD yang merupakan lulusan Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan spesialisasi radiologi dari Universitas Airlangga Surabaya. Terawan lahir di Yogyakarta pada 5 Agustus 1964 ini.

Pengalaman Dahlan Jalani Cuci Otak dengan dokter Terawan

Dahlan mengatakan dalam tulisannya kepada liputan6.com, bahwa sebenarnya ia tidak dalam keadaan sakit dan tak mengeluh apa pun. Namun ia penasaran ingin mencoba metode yang katanya bisa mengobati stroke.

"Mencoba merasakan cuci otak ini bisa dianggap penting, bisa juga tidak. Saya ingin mencobanya karena ini merupakan metode baru untuk membersihkan saluran-saluran darah di otak. Agar terhindar dari bahaya stroke atau pendarahan di otak".

"Dua bencana ini biasanya datang tiba-tiba. Kadang tanpa gejala apa-apa. Dan bisa menimpa siapa saja," kata Dahlan, Senin (18/2/2013).

Dahlan menyadari, metode cuci otak yang dilakukan dr Terawan masih kontroversial. Kalangan dokter juga masih terpecah belah pendapatnya.

"Saya terus mengikuti perkembangan pro-kontra itu. Termasuk ingin tahu sendiri secara langsung seperti apa cuci otak itu. Dengan cara menjalaninya. Kesempatan itu pernah datang tapi beberapa kali tertunda. Ini karena ada pasien yang lebih mendesak untuk ditangani. Sebagai orang sehat saya harus mengalah".

Dan Dahlan mendapat kesempatan lagi pada Kamis pekan lalu (14/2/2013). Ia langsung mendatangi RSPAD dan menjalani sejumlah pemeriksaan awal seperti periksa darah, jantung, paru dan MRI. Hal yang terpenting dilakukan adalah pemetaan syaraf otak. "Beberapa tes dilakukan. Untuk mengetahui kondisi syaraf maupun fungsi otak".

"Keesokan harinya, pagi-pagi, saya sudah bisa menjalani cuci otak di ruang operasi. Saya sudah tahu apa yang akan terjadi karena dua minggu sebelumnya istri saya sudah lebih dulu menjalaninya. Saat itu saya menyaksikan dari layar komputer".

"Cuci otak ini dimulai dengan irisan pisau di pangkal paha. Saat mengambil pisau, seperti biasa, adalah saat dimulainya Dokter Terawan menyanyikan lagu kesukaannya: Di Doa Ibuku".

"Sambil terus menyanyikan Di Doa Ibuku ia mulai memasukkan kateter dari luka di pangkal paha itu. Lalu mendorongnya menuju otak. Kateter pun terlihat memasuki otak kanan. "Sebentar lagi akan ada rasa seperti mint," ujar Terawan.

"Benar. Di otak dan mulut saya terasa “pyar” yang lembut disertai rasa mentos yang ringan".

"Itulah rasa yang ditimbulkan oleh cairan pembasuh yang disemprotkan ke saluran darah di otak.

"Rasa itu muncul karena sensasi saja," katanya.

"Hampir setiap dua detik terasa lagi sensasi yang sama. Berarti Dokter Terawan menyemprotkan lagi cairan pembasuh lewat lubang di dalam kateter itu. Saya mulai menghitung berapa “pyar” yang akan saya rasakan. Kateter itu terus menjelajah bagian-bagian otak sebelah kanan. Pyar, pyar, pyar. Lembut. Mint. Ternyata sampai 16 kali".

"Begitu dokter mengatakan pembersihan otak kanan sudah selesai saya melirik jam. Kira-kira delapan menit".

"Kateter lantas ditarik. Ganti diarahkan ke otak kiri. Rasa “pyar-mint” yang sama terjadi lagi. Saya tidak menghitung. Perhatian saya beralih ke pertanyaan yang akan saya ajukan seusai cuci otak nanti: mengapa dimulainya dari otak kanan?".

"Usai mengerjakan semua itu, Terawan menjawab. 'Karena terjadi penyumbatan di otak kiri Bapak,' katanya".

"Hah? Penyumbatan? Di otak kiri? Mengapa selama ini tidak terasa? Mengapa tidak ada gejala apa-apa? Mengapa saya seperti orang sehat 100 persen?".

"Dokter Terawan kemudian menunjuk ke layar komputer.'Lihat sebelum dan sesudahnya,' jelas Terawan".

"Sebelum diadakan pencucian, terlihat satu cabang saluran darah yang ke otak kiri tidak tampak di layar. 'Mestinya bentuk saluran darah itu seperti lambang Mercy. Tapi ini tinggal seperti lambang Lexus,' katanya".

"Setiap orang ternyata memiliki lambang Mercy di otaknya. "Nah, setelah yang buntu itu dijebol lambang Mercy-nya sudah kembali," katanya sambil menunjuk layar sebelahnya. Jelas sekali bedanya."

"Karena saluran yang buntu itu maka beban gorong-gorong di otak kanan terlalu berat".

"Lama-lama bisa terjadi pembengkakkan dan pecah," katanya. "Lalu terjadilah perdarahan di otak," ujarnya.

Profil dokter Terawan

Nama
Letkol CKM dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K)

Lahir
Yogyakarta 5 Agustus 1964

Pendidikan:
Sarjana Kedokteran FK Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, lulus tahun 1990
Spesialis radiologi dari Unair Surabaya

Anggota Keluarga
Ester Dahlia (Istri)
Abraham Apriliawan (Anak)

Praktik
RSPAD Gatot Subroto Jakarta
RS Gading Pluit, Kelapa Gading Jakarta.

(Mel/Igw)