Liputan6.com, Jakarta Dunia kedokteran tengah dihebohkan dengan adanya kabar calon dokter spesialis – peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) – tidak menerima gaji atau insentif dari rumah sakit, tempatnya bekerja. Kabar ini mencuat dari curahan hati seorang PPDS yang bercerita dirinya tidak digaji, berbeda di negara lain yang digaji dari Pemerintah masing-masing.
Terkait keluhan insentif, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh. Adib Khumaidi mengungkapkan, permasalahan tersebut bukan pertama kalinya terjadi. Rupanya sudah banyak PPDS atau yang juga disebut dokter residen ini ada yang tidak digaji.
Baca Juga
IDI pun mendorong adanya petunjuk teknis (juknis) soal pemberian gaji bagi calon dokter spesialis. Upaya ini demi memperkuat implementasi aturan pemberian insentif yang sudah termaktub dalam Permenristekdikti Nomor 18 Tahun 2018.
Advertisement
“Keluhan dokter PPDS atau residen soal insentif sebenarnya bukan hari ini saja, sudah lama itu. Kami selalu meminta supaya menjadi sebuah regulasi kebijakan Pemerintah dan mendapat perhatian,” ungkap Adib saat ‘Media Briefing: Pendidikan Kedokteran dan Distribusi serta Proses Pendidikan Kedokteran Spesialis’ di Kantor PB IDI Jakarta, Selasa (13/12/2022).
“Kemudian ada beban soal insentif, baik dari program studinya ataukah melalui rumah sakit di mana dia melakukan pendidikan. Konsep pada saat di rumah sakit (praktik) itulah yang harus diperlukan untuk adanya sebuah juknis – pemberian insentif – sehingga tidak (ada) problem keuangan nantinya.”
Beberapa rumah sakit, menurut Adib, sudah berupaya melakukan pemberian insentif kepada dokter residen, namun tidak semua rumah sakit melakukannya. Hal ini lantaran pernah ada kasus temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pemberian insentif kepada dokter residen dari RS Pendidikan dinilai tidak sinkron.
“Belum ada petunjuk teknis sebenarnya (untuk pemberian insentif). Bila tidak ada petunjuk teknis, nanti menjadi temuan-temuan kasus lagi. Maksud kita kan baik itu sepantasnya memberikan insentif,” beber Adib.
“Kalau enggak ada juknis bisa timbul permasalahan-permasalahan gitu. Ini yang perlu kita dorong sebenarnya.”
Dasar Hukum Pemberian Insentif
Dasar hukum pemberian insentif kepada dokter residen sebagaimana tertuang Permenristekdikti Nomor 18 Tahun 2018 dijelaskan pada Bagian Ketujuh Belas tentang Standar Pola Pemberian Insentif untuk Mahasiswa Program Dokter Layanan Primer, Dokter Spesialis, Dokter Subspesialis, Dokter Gigi Spesialis, dan Dokter Gigi Subspesialis.
Tertulis pada Pasal 62:
- Rumah sakit pendidikan memberikan insentif kepada mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis, dokter subspesialis, dokter gigi spesialis, dan dokter gigi subspesialis atas jasa pelayanan medis yang dilakukan sesuai dengan kompetensi.
- Standar pola pemberian insentif untuk mahasiswa program dokter layanan primer, program dokter spesialis, program dokter subspesialis, program dokter gigi spesialis, dan program dokter gigi subspesialis didasarkan pada tingkat kewenangan klinis, beban kerja, tanggung jawab dan kinerja dalam rangka pencapaian kompetensi.
- Standar pola pemberian insentif dan besaran insentif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Advertisement
Juknis Seperti Penanganan COVID-19
Adanya Permenristekdikti Nomor 18 Tahun 2018 yang masih berlaku sampai sekarang, lanjut Moh. Adib Khumaidi, tinggal upaya pelaksanaan di lapangan. Apalagi dalam undang-undang pendidikan kedokteran dan sistem kedokteran sudah mengadvokasi terkait pemberian insentif kepada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) atau residen.
“Artinya, tinggal upaya implementasi pelaksanaannya. Karena undang-undang pendidikan dokter udah ada, sistem kedokteran juga ada dan sudah mengadvokasi itu (pemberian insentif) buat teman-teman residen,” katanya.
“Selama ini teman-teman PPDS dapat diberikan insentif, tinggal bagaimana pelaksanaannya (supaya berkelanjutan).”
Demi mempermulus pelaksanaan pemberian insentif, Adib mengusulkan petunjuk teknis (juknis) seperti yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam penanganan COVID-19. Pada juknis tersebut, para peserta PPDS yang ikut andil menangani COVID-19 diberikan insentif oleh Negara.
“Alhamdulillah, kemarin pas COVID-19, mereka dapat insentif. Kemudian kan ada petunjuk teknis yang diterbitkan Kemenkes. Nah, formulasi saat penanganan COVID-19 ini diharapkan bisa dilakukan juga untuk insentif kepada residen,” ucapnya.
Kenapa Ribut-ribut soal Insentif?
Landasan hukum pemberian insentif calon dokter spesialis juga termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Undang-undang ini masih berlaku sampai saat ini, namun pernah dikaji dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di Badan Legislatif (Baleg).
Prolegnas merupakan instrumen perencanaan pembentukan undang-undang yang berada pada tahapan awal yang meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
“Sudah ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 soal insentif. Bahwa dokter PPDS berhak memeroleh insentif di RS Pendidikan. Di Permenristekdikti Tahun 2018 soal insentif sudah diatur juga,” Wakil Ketua Umum II PB IDI Mahesa Paranadipa Maikel menambahkan.
“Jadi kami, IDI bingung. Kenapa sekarang ribut-ribut mengenai insentif PPDS? Terlebih lagi, kami menjadi objek yang disalahkan. Dikatakan, permasalahan terkait PPDS dan distribusi dokter spesialis ini.”
Penjelasan insentif pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tertulis pada Pasal 31, yakni:
Setiap Mahasiswa berhak:
- memeroleh perlindungan hukum dalam mengikuti proses belajar mengajar, baik di Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi maupun di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran
- memeroleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-sub spesialis, dan dokter gigi spesialis-sub spesialis
- memeroleh waktu istirahat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
Advertisement