Liputan6.com, Jakarta Gangguan obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder) atau OCD adalah kondisi kesehatan mental kronis yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguan kejiwaan ini ditandai dengan pikiran obsesif, penuh tekanan, dan perilaku berulang.
Seseorang dengan OCD biasanya melakukan ritual yang sama (seperti mencuci tangan) berulang kali dan merasa tidak mampu mengendalikan dorongan ini. Perilaku berulang ini sering dilakukan dalam upaya untuk mengurangi tekanan dan kecemasan.
Baca Juga
Melansir Very Well Health, OCD telah dikaitkan dengan episode kemarahan meski hubungannya rumit. Artinya, walau orang dengan OCD kemungkinan lebih cenderung mengalami episode kemarahan, tapi bukan berarti orang dengan OCD lebih agresif atau pemarah.
Advertisement
Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara OCD dan kemarahan di mana episode kemarahan kemungkinan lebih umum di antara orang dengan OCD. Namun, faktor lain seperti kecemasan memengaruhi hubungan tersebut. Jadi, meskipun ada hubungannya, kemarahan belum tentu merupakan masalah yang ditimbulkan OCD.
Sebagai contoh, satu penelitian yang mengamati tentang perenungan kemarahan menunjukkan bahwa orang dengan OCD tingkat perenungan kemarahannya memang lebih tinggi dari orang tanpa OCD.
Perenungan kemarahan adalah kecenderungan untuk memikirkan pengalaman yang membuat frustrasi atau mengingat pengalaman kemarahan di masa lalu.
Penelitian itu menunjukkan bahwa tingkat perenungan kemarahan pada orang OCD tidak berbeda jauh dengan orang yang memiliki gangguan kecemasan umum (GAD).
Selain itu, ekspresi kemarahan dapat dihasilkan dari tantangan dalam mengatur emosi itu sendiri. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat kemarahan dan penekanan yang lebih tinggi mungkin berkorelasi dengan OCD, tetapi tidak jelas.
Perlu Lebih Banyak Penelitian
Penelitian juga menunjukkan, pengobatan kemungkinan berperan dalam hubungan antara OCD dan kemarahan.
Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) adalah antidepresan yang biasa diresepkan untuk penyandang OCD. SSRI yang dapat meningkatkan serotonin di otak, telah terbukti memiliki efek antiagresi atau meredam kemarahan.
“Penting untuk dicatat bahwa banyak studi tentang OCD dan kemarahan memiliki ukuran sampel yang kecil, yang berarti tidak banyak peserta yang dilibatkan. Ini harus diingat ketika menggeneralisasi temuan antara OCD dan kemarahan,” mengutip Very Well Health, Jumat (16/12/2022).
Diperlukan lebih banyak penelitian di antara populasi yang lebih besar untuk mengklarifikasi hubungan antara OCD dan kemarahan, termasuk faktor apa saja yang menyebabkan kemarahan.
Advertisement
Tanda-Tanda Episode Kemarahan
Beberapa penelitian telah mencatat bahwa orang dengan OCD lebih banyak melaporkan episode kemarahan dan kecenderungan untuk menekan kemarahan itu daripada orang tanpa OCD.
Salah satu dugaan sementara mengatakan bahwa kemarahan ini timbul dari rasa tanggung jawab yang dibesar-besarkan. Contohnya tanggung jawab akan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Tanggung jawab berlebihan dapat menyebabkan seseorang menjadi frustrasi dan marah ketika mereka tidak dapat mengendalikan situasi.
“Jadi, secara paradoks, kemarahan mungkin berasal dari rasa ingin tidak menyakiti atau memastikan tidak ada yang menyakiti orang lain.”
Episode kemarahan pada orang dengan OCD tidak terlihat berbeda dari orang tanpa OCD. Episode kemarahan ini dapat ditandai dengan:
- Berteriak
- Mengatakan hal-hal yang menyakitkan
- Sumpah serapah
- Melempar barang
- Menjadi agresif
- Menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Tanda-tanda ini disebut eksternal yang bisa dilihat oleh orang lain. Selain tanda eksternal, ada pula tanda internal yang cenderung tidak terlihat.
Amarah yang dipendam dalam waktu tertentu dapat meningkat menjadi emosi dan perilaku negatif yang serius, termasuk:
- Pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri
- Pikiran membenci diri sendiri dan merasa tidak berharga
- Menarik diri dari teman dan keluarga.
Manajemen Kemarahan
Ledakan kemarahan dapat terjadi pada siapa saja, baik orang dengan OCD mau pun tanpa OCD. Namun, memiliki OCD dapat memperburuk pengalaman episode tersebut. Ini karena kemarahan dapat menyebabkan rasa malu karena kemarahan bertentangan dengan standar moral yang tinggi yang dimiliki kebanyakan orang dengan OCD untuk diri mereka sendiri.
Rasa malu juga dapat diakibatkan oleh rasa sakit hati yang dirasakan oleh penyandang OCD terhadap orang lain, yang bertentangan dengan rasa tanggung jawab mereka yang kuat untuk tidak menyakiti orang lain. Episode kemarahan tidak selalu dapat diprediksi, tetapi tekanan hidup dengan OCD dapat terbantu dengan manajemen kemarahan.
Langkah pertama dalam mengelola kemarahan dengan OCD adalah memahami apa pemicunya. Sebagai contoh:
- Apakah kemarahan datang dari frustrasi tanpa henti karena berulang kali mencoba menyingkirkan pikiran yang mengganggu tanpa hasil?
- Apakah intensitas kemarahan terkait dengan upaya menekan emosi yang tidak dapat diterima?
- Mungkinkah kemarahan berhubungan dengan frustrasi karena tidak mampu melakukan suatu hal dengan sempurna?
Selanjutnya, mengelola OCD akan membantu mengelola amarah. Perawatan OCD, seperti pengobatan dan terapi, dapat secara signifikan membantu orang mengelola gejala OCD.
Teknik manajemen stres dapat membantu mengelola kemarahan, terlepas dari apakah seseorang menyandang OCD atau tidak. Beberapa contoh manajemen stres yakni:
- Latihan pernapasan
- Yoga
- Latihan fisik
- Menulis jurnal harian.
Advertisement