Sukses

Menkes Budi Sebut RS Daerah Minimal Punya 7 Dokter Spesialis

Rumah Sakit (RS) di daerah minimal punya 7 dokter spesialis.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, Rumah Sakit (RS) di daerah minimal harus punya 7 dokter spesialis. Kebutuhan ini demi mencukupi pelayanan kesehatan masyarakat yang merata.

Ketujuh dokter spesialis yang dimaksud, yakni penyakit dalam, kandungan (obgyn), bedah, anak, anestesi, radiologi, dan patologi klinis. Namun, distribusi dokter spesialis yang tidak merata dan produksi yang masih kurang berujung minimnya jumlah dokter spesialis di daerah.

"Kami cek ke rumah sakit daerah. Rumah sakit daerah itu minimal punya 7 dokter spesialis," kata Budi Gunadi usai 'Penandatanganan MoU Penanganan Stunting antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI' di Gedung PBNU Jakarta baru-baru ini.

"Kita yang kurang itu ribuan (dokter spesialis). Kita sebaiknya aktif mencari."

Berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio dokter spesialis dan jumlah penduduk idealnya 1 banding 1.000. Sementara di Indonesia, perbandingan tersebut baru berkisar 0,46 per 1.000 penduduk, yang mana termasuk terendah ketiga di wilayah Asia Tenggara.

Demi mendorong produksi dokter spesialis, Kemenkes berupaya untuk menambah jumlah lulusan dokter spesialis. Upaya akselerasi yang dilakukan di antaranya, menambah jumlah program studi (prodi) di fakultas kedokteran.

Kemudian membuka beasiswa atau fellowship dan mendorong pendidikan dokter berbasis rumah sakit (hospital based) dan universitas (university based).

2 dari 4 halaman

Prioritas Dokter Spesialis di RSUD

Saat kunjungan kerja ke RSUD Dr. Moewardi, Solo beberapa waktu lalu, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, akan memenuhi kebutuhan dokter spesialis di setiap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

“Jadi rumah sakit umum daerah pasti akan saya isi, fasilitasnya, SDM-nya saya kasih beasiswa, beasiswanya bisa fellowship,” katanya pada Sabtu, 10 Desember 2022.

Hal itu dilakukan untuk mengejar kekurangan dokter spesialis dan menambah akses masyarakat terhadap layanan kesehatan spesialis.

“Supaya lebih cepat karena waktu saya (sebagai Menkes -- akhir masa jabatan) tinggal 1 tahun 11 bulan,” sambung Budi Gunadi.

Dikatakan Menkes Budi Gunadi, upaya pemenuhan dokter spesialis dan fasilitas penunjang dilakukan dalam rangka transformasi sistem kesehatan Indonesia. Ini sesuai mandat dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kepada Budi Gunadi untuk melakukan transformasi kesehatan besar-besaran.

Dokter spesialis yang menjadi prioritas pemenuhan di RSUD utamanya spesialis penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Dokter spesialis tersebut antara lain, spesialis onkologi untuk penyakit kanker, spesialis jantung dan pembuluh darah, spesialis neurologi untuk penyakit stroke, serta spesialis nefrologi untuk penyakit ginjal.

3 dari 4 halaman

Tingkatkan Kapasitas Dokter

Pemenuhan dokter spesialis di RSUD merupakan bagian dari transformasi layanan rujukan yang diinisiasi Menkes Budi Gunadi Sadikin. Transformasi ini dimulai dengan penanganan menyasar tiga penyakit penyebab kematian paling tinggi di Indonesia, yaitu penyakit jantung, stroke, dan kanker.

Sebagai contoh untuk penyakit jantung, tidak semua provinsi memiliki rumah sakit dengan fasilitas untuk pasang ring di jantung.

Data saat ini dari 34 provinsi yang bisa melakukan operasi pasang ring hanya 28 provinsi. Kalau pasien tidak bisa dipasang ring, maka tindakan berikutnya adalah bedah jantung terbuka. Ini jumlahnya turun lagi, dari 28 provinsi hanya 22 provinsi yang bisa.

Dikatakan Menkes Budi Gunadi Sadikin, Kemenkes punya target bahwa rumah sakit di seluruh provinsi pada 2024 harus bisa melayani penyakit jantung, stroke, dan kanker. Akses layanan dan standar layanan tertentu untuk jantung, stroke, dan kanker harus rata tersedia di seluruh provinsi.

Setiap rumah sakit dengan dokter yang berprestasi akan dipertemukan dengan dokter dari negara lain untuk menjalin kerja sama. Dokter-dokter yang terbaik dari luar negeri akan didatangkan ke Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dokter Indonesia.

4 dari 4 halaman

Layanan Medik Spesialisasi di RS

Kebutuhan pelayanan dokter spesialis di rumah sakit tertuang dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Bunyi aturan, yakni:

(1) Pelayanan medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, terdiri atas:

  1. pelayanan medik umum
  2. pelayanan medik spesialis
  3. pelayanan medik subspesialis

(2) Pelayanan medik umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pelayanan yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang meliputi pelayanan medik dasar

(3) Pelayanan medik spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pelayanan yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang meliputi pelayanan medik spesialis dasar, dan pelayanan medik spesialis lain selain spesialis dasar

(4) Pelayanan medik spesialis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pelayanan penyakit dalam, anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.

(5) Pelayanan medik spesialis lain selain spesialis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pelayanan mata, telinga hidung tenggorok-bedah kepala leher, saraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi dan traumatologi, urologi, bedah saraf, bedah plastik rekonstruksi dan estetika, bedah anak, bedah thorax kardiak dan vaskuler, kedokteran forensik dan medikolegal, bedah mulut, konservasi/endodonsi, orthodonti, periodonti, prosthodonti, pedodonti, penyakit mulut, dan pelayanan medik spesialis lain

(6) Pelayanan medik subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pelayanan yang dilakukan oleh dokter subspesialis yang melakukan pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, anak, obstetri dan ginekologi, kedokteran jiwa, mata, telinga hidung tenggorok-bedah kepala leher, paru, saraf, jantung dan pembuluh darah, orthopedi dan traumatologi, kulit dan kelamin dan subspesialis lain.

(7) Dalam hal belum terdapat dokter subspesialis, pelayanan medik subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilakukan oleh dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan