Liputan6.com, Jakarta - Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta, rencananya akan berhenti beroperasi pada 31 Desember 2022.
Terkait hal ini, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi memberi tanggapan.
Baca Juga
Menurutnya, ini adalah rumah sakit darurat, perannya hampir sama dengan tenda-tenda darurat yang didirikan saat kasus COVID-19 sedang tinggi-tingginya.
Advertisement
“Dulu pada waktu pasien banyak sekali kita lihat banyak tenda-tenda darurat yang kita siapkan. Banyak juga isoter-isoter yang digunakan untuk melakukan isolasi secara terpusat,” kata Nadia dalam live Instagram bersama Kementerian Kesehatan, Senin 26 Desember 2022.
“Nah tentunya kalau kita lihat sekarang, isoter-isoter yang dulunya banyak menggunakan berbagai fasilitas yang ada termasuk balai diklat, asrama haji, hotel ini kemudian sudah tidak lagi kita gunakan. Kenapa? Karena memang kasusnya sudah sangat turun dan banyak yang sudah tak bergejala,” tambahnya.
Menurut informasi yang didapat Nadia, jumlah pasien yang saat ini dirawat di RSDC Wisma Atlet kurang lebih hanya sekitar 30 sampai 50 orang.
“Nah artinya kalau kita lihat dengan biaya operasional dan dari sisi kedaruratannya, ini bisa ditangani oleh fasilitas kesehatan yang ada. Artinya bisa di rumah sakit ataupun di berbagai fasilitas yang ada.”
Dengan kata lain, penanganan kasus yang terjadi dalam kondisi saat ini tidak lagi harus di rumah sakit darurat.
“Fasilitas seperti RSDC ini untuk efisien, efektivitas, dan penanganan yang tentunya lebih komprehensif sudah bisa kita geser kepada kondisi-kondisi yang normal, tidak dalam kondisi darurat.”
RSDC Selalu Siap
Sebelumnya, keputusan penghentian operasional RSDC Wisma Atlet disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana sekaligus Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Letjen TNI Suharyanto melalui surat resmi bernomor B-404.N/KA BNPB/PD.01.02/11/2022.
Surat itu menyatakan bahwa RSDC Wisma Atlet akan ditutup secara bertahap pada 31 Desember 2022.
Meski demikian, Nadia belum bisa memastikan bahwa penghentian tersebut benar-benar akan dilakukan pada 31 Desember.
“Mengenai pasti, apakah betul tanggal 31, kita masih sedang memastikan sambil melihat kondisi. Tapi yang pasti RSDC akan selalu siap kalau memang terjadi lonjakan kasus yang tentunya tidak kita harapkan.”
“Nanti kita lihat bagaimana proses penutupannya. Kalau karantina dulu masih perlu nah sekarang kebijakan karantinanya sudah enggak ada jadi murni untuk masyarakat yang melakukan isolasi secara terpusat.”
Namun, isolasi terpusat “mungkin” tidak dibutuhkan lagi sehingga proses penutupan Wisma Atlet ini akan dibicarakan dengan Satgas COVID-19.
“Penutupannya seperti apa, apa memang akan ditutup semua karena kemudian bisa kita alihkan ke rumah sakit.”
Advertisement
Soal Pencabutan PPKM
Dalam kesempatan yang sama, Nadia juga memberi tanggapan soal wacana pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Menurutnya, Kemenkes tengah menyiapkan kajian bersama para ahli dan epidemiolog.
“Memang saat ini kami Kemenkes bersama para epidemiolog, para ahli kesehatan masyarakat sedang melakukan kajian tentang kapan waktu terbaik untuk mengangkat kebijakan PPKM ini,” ujarnya.
Pasalnya, persiapan tidak hanya dari sisi fasilitas pelayanan kesehatan saja, tapi juga masyarakat.
“Artinya, kalau PPKM dicabut itu bukan berarti COVID-19 enggak ada. COVID-19 masih ada di sekitar kita, masih mungkin menularkan kepada kita dan dampak terbesar dari COVID-19 itu pada orang-orang berisiko tinggi.”
Orang-orang berisiko tinggi yang dimaksud Nadia adalah lanjut usia (lansia) dan komorbid. Kelompok rentan ini membutuhkan proteksi lebih dengan vaksinasi. Dilihat dari pengalaman selama ini, vaksinasi memberi proteksi utama bagi masyarakat untuk bisa menghadapi virus ini.
Selain vaksinasi, semua pihak juga tetap harus waspada karena virus ini terus bermutasi.
“Kalau kita lihat sejak Omicron lahir di awal Januari sampai sekarang, subvarian Omicron itu sudah banyak sekali. Dulu kita kenal BA.1 kemudian son of Omicron, BA.4, BA.5, XBB, dan seterusnya.”
Hampir Setiap Daerah Siap Hentikan PPKM
Sejauh ini, level PPKM yang diterapkan di Indonesia merupakan level 1 dan sudah diterapkan kurang lebih 12 bulan. Artinya, hampir setiap daerah siap menghentikan PPKM.
“Tapi harus kita pahami, kalau nanti kita melakukan pencabutan PPKM tentunya ada praktik-praktik yang tetap harus kita jalankan. Tujuannya supaya kita bisa memitigasi dan mempertahankan kondisi yang kita sebut pandemi yang terkendali.”
Misalnya, untuk vaksinasi harus tetap dikejar terutama bagi lansia termasuk booster keduanya. Peran masyarakat pun penting, jangan sampai PPKM dicabut kemudian menganggap vaksinasi sudah tidak penting, kata Nadia.
Kementerian Kesehatan sendiri akan melakukan sero survei COVID-19 untuk mengukur kembali tingkat imunitas kelompok yang pernah diukur pada Juli lalu.
“Seperti apa kadarnya, terjadi penurunan kah, atau stabil kah, atau perlu kita upayakan lagi lebih keras cakupan vaksinasinya terutama booster pertama yang masih 30 persen dari target,” ujarnya.
Advertisement