Sukses

Catatan Akhir Tahun: G20 Lahirkan Pandemic Fund, Masalah Pandemi Selesai?

Terbentuknya Pandemic Fund dalam Presidensi G20 Indonesia, akankah selesaikan masalah pandemi?

Liputan6.com, Bali Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 sukses melahirkan penggalangan Dana Pandemi atau disebut Pandemic Fund. Peluncuran yang dilakukan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Minggu (13/11/2022) di Nusa Dua Bali, Bali merupakan langkah konkret dari pertemuan Negara-negara G20. 

Pandemic Fund berhasil mengumpulkan dana sebesar USD 1,4 miliar yang berasal dari 24 kontributor atau donatur termasuk di dalamnya 3 filantropis. Sementara itu, pembiayaan Pandemic Fund sebenarnya dibutuhkan sebesar USD 31,1 miliar tiap tahunnya untuk membiayai sistem pencegahan, persiapan dan respons terhadap pandemi di masa mendatang.

Peluncuran Pandemic Fund – yang sebelumnya bernama Financial Intermediary Fund (FIF) – turut menggelitik Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama. Ia menyambut baik hasil konkret dana pandemi bahwa memang dibutuhkan finansial atau keuangan untuk penanganan masalah pandemi.

Walau begitu, salah satu yang menjadi perhatian adalah ‘Apakah dengan terbentuknya Pandemic Fund, permasalahan pandemi akan sepenuhnya selesai?’

Menurut Tjandra Yoga, Pandemic Fund lebih bersifat ‘dukungan’ (support) terhadap penanganan pandemi seperti kebutuhan surveilans (testing, tracing, tracking) dan alat kesehatan (oksigen, ventilator).

“Yang mau saya sampaikan kali ini adalah finansial itu perlu, tapi kalau finansial doang, sedangkan (aspek penanganan pandemi) lain enggak jalan, ya gimana ceritanya?” tuturnya saat berbincang dengan Health Liputan6.com di Hotel Conrad Bali, Nusa Dua Bali, ditulis Kamis (29/12/2022).

“Tetap harus ada perubahan juga iya, umpamanya surveilans gitu yang didukung dengan finansial. Jangan dibalikin, finansial sudah ada, lalu aspek lain enggak ada atau enggak tersedia, ya enggak akan jalan juga (penanganan pandemi).”

Tjandra Yoga menyoroti, permasalahan pandemi bukan hanya COVID-19 saja, melainkan ada kemungkinan tiga pandemi lain, yaitu influenza, zoonosis, dan Disease X (Penyakit X) yang belum diketahui sama sekali. Ketiganya bisa saja dapat sewaktu-waktu muncul di masa depan.

“Kita sambut baik Pandemic Fund ini, tapi jangan mengatakan bahwa dengan adanya fund (dana) ini, permasalahan selesai. Antimicrobial Resistance (AMR/Resistensi Antimikroba) kan silent pandemic (pandemi senyap) dan Tuberkulosis (TB) Indonesia ya baru dua minggu lalu kita kedua terbanyak di dunia,” jelasnya.

“Nah, apakah fund yang ada bisa buat menangani penyakit-penyakit ini (AMR dan TB)? Jadi penyakit enggak cuma COVID-19. Ada uang, okelah bagus, tapi masalah kesehatan pandemi itu bukan COVID-19 aja.”

2 dari 5 halaman

Penggunaan Dana Perlu Diatur

Pengaturan penggunaan Pandemic Fund yang disepakati Negara-negara G20 juga perlu diatur. Terlebih lagi, mengatasi kesenjangan dana pandemi untuk pencegahan, persiapan dan respons (prevention, preparedness, dan response/PPPR) masih dibutuhkan dana sekitar USD10 miliar. 

“Kita kan pengen ada health and wellbeing atau namanya ‘sehat dan sejahtera.’ Jadi bukan tujuannya buat ‘hilang’ dari pandemi saja gitu. Sebenarnya mesti diatur fund ini,” Tjandra Yoga Aditama melanjutkan. 

Ditegaskan kembali oleh Tjandra Yoga, upaya menghadapi pandemi membutuhkan perubahan. Seperti halnya penanganan pandemi COVID-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merujuk pada aturan International Health Regulation (IHR) yang ditetapkan 2005 dan diimplementasikan tahun 2007.

Aturan pada IHR juga terus diperbarui dan disempurnakan. Pada tahun 2021, sudah diputuskan akan ada peninjauan (review) terhadap IHR, yang akan dilaporkan pada tahun 2024 mendatang.

Beberapa perubahan IHR dari kacamata regulasi turut menyoal penanganan COVID-19. Independent Panel WHO untuk COVID-19 mengeluarkan sejumlah rekomendasi. 

“Saya pikir, bagus rekomendasinya. Pertama dia bilang bahwa pandemic preparedness itu levelnya tinggi sehingga dalam hal menanggulanginya pun harus di level tinggi. Kemudian ada pernyataan, the world is not prepared (dunia tidak siap – menghadapi pandemi) sehingga fungsi WHO mesti diperbaiki, baik strukturnya termasuk finansial,” beber Tjandra Yoga.

“Lalu, persoalan enggak ada oksigen, enggak ada ventilator. Nah, dari sekarang kita siapin itu. Sekarang kan sudah siap sehingga nanti kalau ada pandemi itu bisa tersedia gitu.”

Selanjutnya, tindak lanjut surveilans yang termasuk penting dalam upaya penanganan penyakit menular. Surveilans yang mumpuni akan menemukan lebih banyak kasus sedini mungkin sehingga penanganan penyakit dapat cepat dilakukan. 

“Yang namanya penyakit menular kan dimulai dari surveilans – penemuan kasus. Kalau surveilansnya dapat, maka penyakit dari awalnya kita segera tangani biar enggak menyebar luas,” terang Tjandra Yoga.

“Surveilans mesti diperbaiki dan finansial juga perlu. Terakhir, rekomendasi Independent Panel WHO-nya soal penanggulangan (pandemi) masing-masing negara harus diperkuat.”

3 dari 5 halaman

Perbaikan Layanan Kesehatan Primer

Bagi Tjandra Yoga Aditama, penggunaan dana pandemi, Pandemic Fund sebaiknya ditujukan untuk perbaikan layanan kesehatan primer. Ini karena pada layanan kesehatan primer langsung menyasar kepada masyarakat sehingga dapat dirasakan manfaatnya.

“Saya pikir, (Pandemic Fund) langsung menuju ke penanganan di masyarakat. Jangan terlalu banyak hal-hal yang sifatnya besar tapi justru di masyarakat enggak terkena yang terjadi,” pungkasnya.

“Kalau saya Pandemic Fund ini dilebarkan juga buat pemecahan kesehatan lainnya, ya mungkin sulit, tapi hasilnya betul-betul penanganan langsung ke masyarakat. Soal jumlah uangnya dapat dari mana, itu jangan mengorbankan kesehatan atau program lain malah jadi enggak dikerjakan.”

 

Kilas balik menyoal dana pandemi, Tjandra Yoga melanjutkan, tatkala pertemuan 'G20 Health Ministers Meeting (HMM)' 2022 di Bali, harapannya adalah apa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 

“Saya setuju digitalisasi penting, tapi itu kan (perlu dipikirkan) kebutuhan masyarakat atau enggak. Bagaimana sistem bahwa (hasil kesepakatan G20) tetap akan dilaksanakan tahun depan,” katanya.

“Menurut saya itu harus sudah dibuat programnya supaya apa yang dihasilkan sekarang terlaksana. Kalau enggak ya dia (hasil kesepakatan) akan jadi dokumen di atas meja kan.” 

Dari sisi global, Pandemic Fund dapat disambut baik. Walau begitu, harus dipikirkan apakah akan berdampak juga ke Indonesia. 

 

“Baguslah, tapi ada dampaknya. Pengaruh enggak (dana pandemi) ke kesehatan di Bali di Lombok, di Papua. Jadi harus ada dampak ke negara kita,” Tjandra Yoga menekankan.

“Dengan kata lain, harus ada dampak perbaikan primary health care (layanan kesehatan primer) karena kan mau enggak mau di situ. Tiga harapan saya soal Pandemic Fund, ya  menuju (penggunaan dana pandemi), monitor dan punya manfaat atau enggak (bagi publik luas).”

 

4 dari 5 halaman

Apresiasi Indonesia Ikut Menyumbang

Indonesia ikut menyumbang dana pandemi ke Pandemic Fund sekitar USD 50 juta atau setara Rp 774,5 miliar (kurs Rp 15.490 per dolar AS). Angka ini dinilai jauh lebih besar dibanding sumbangsih banyak negara lain terhadap Pandemic Fund.

“Sebagai mantan Direktur WHO Asia Tenggara, saya senang Indonesia menyumbang buat dunia. Berarti Indonesia ‘kelihatan’ gitu ada,” ucap Tjandra Yoga Aditama. 

Di sisi lain, Tjandra Yoga berpandangan bahwa Pandemic Fund tidak akan menyelesaikan masalah pandemi. Sebab, dibutuhkan upaya yang lebih merata menangani masalah pandemi.

“Tapi sekali lagi, saya masih berpandangan bahwa ini (Pandemic Fund) enggak akan menyelesaikan semua. Kalau saya sih masih berharap bahwa ada sesuatu yang lebih merata untuk menanggulangi masalah secara keseluruhan,” pungkasnya.

“Walaupun ada fund itu ya enggak bisa selesai semua masalah. Upaya lain mesti jalan juga.”

Adanya dana pandemi, Tjandra Yoga berbagi cerita, WHO SEARO (Asia Tenggara) juga mempunyai  uang untuk penanganan masalah darurat. Sekilas mirip Pandemic Fund, namun penggunaannya agak berbeda.

Uang darurat yang dimiliki WHO SEARO tak hanya diperuntukkan untuk bencana kesehatan, melainkan bencana alam dan lainnya. 

“Penggunaannya, tak hanya buat kesehatan juga tapi ada banjir dan segala macam. Misalnya, hari pertama banjir, terjadi kekurangan uang APBN di suatu negara. Nah Menteri Keuangan berkoordinasi sama Menteri Kesehatan. Tinggal Menteri Kesehatan ngontak ke WHO SEARO, lalu uang akan keluar hari itu juga,” tutur Tjandra Yoga.

5 dari 5 halaman

Tata Kelola Disusun, Implementasi Tahun 2023

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menyebut, tata kelola penggunaan dan mekanisme Pandemic Fund tengah disusun sampai akhir tahun 2022. 

Evaluasi tata kelola Pandemic Fund juga dilakukan. Apalagi sudah ada banyak negara yang mengajukan proposal untuk mendapatkan dana pandemi tersebut. Dari rencana yang ada, implementasi penggunaan dana pandemi akan mulai dilakukan pada 2023.

 

“Pandemic Fund kan setahun berjalan dari Kepresidensian Italia tahun lalu, kemudian dilanjutkan ke Kepresidensian Indonesia. Sudah punya kriteria pengadaan, tata kelola sudah ada. Jadi dalam satu tahun ini, tata kelola disusun, nanti akan dievaluasi,” terang Nadia saat ditemui Health Liputan6.com di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Jumat (18/11/2022).

“Udah ada proposal dari banyak negara. Tahun depan implementasi uangnya dipakai buat negara-negara yang sudah mengajukan proposal. Namanya kan lembaga keuangan, jangan sampai uangnya udah terkumpul, jangan sampai butuh waktu lama baru bisa digunakan. Maunya kita kan uang udah ada, langsung kita bisa implementasikan tahun 2023.”

 

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan, bahwa diluncurkannya dana pandemi atau Pandemic Fund merupakan titik balik dalam Arsitektur Kesehatan Global untuk berperang melawan pandemi berikutnya. Terlebih pandemi COVID-19 berdampak lebih dari USD 12 triliun kepada perekonomian global, jauh lebih besar dari krisis keuangan global sebelumnya.

“Saya sangat percaya apa yang kita lakukan saat ini akan berperan sebagai pilar utama di bidang kesehatan global membantu dunia dan warga dunia menghadapi krisis kesehatan global di masa depan” ujarnya saat ‘Launching Pandemic Fund’ di Nusa Dua Bali, Minggu (13/11/2022).

Indonesia sendiri juga akan memanfaatkan dana pandemi untuk memperkuat jaringan kesehatan masyarakat, dengan fokus utama melalui penguatan mekanisme surveilans dan peningkatan kapasitas sumber daya.

“Sehingga kita akan memiliki mekanisme surveilans yang jauh lebih baik untuk mengawasi 17.000 pulau dan 270 juta penduduk Indonesia sebagai bentuk kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi,” imbuh Budi Gunadi.