Sukses

Catatan Akhir Tahun: Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Bakal Masuk Regulasi WHO

Sertifikat Vaksinasi COVID-19 telah didaftarkan untuk masuk ke dalam regulasi WHO.

Liputan6.com, Bali - Negara-negara G20 berhasil menyepakati bersama penggunaan Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Lintas Negara. Sertifikat Vaksinasi COVID-19 yang mempermudah perjalanan antar negara merupakan sumbangsih Indonesia kepada dunia sebagai tuan rumah Presidensi G20 Tahun 2022.

Kabar menggembirakan disampaikan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Maxi Rein Rondonuwu, bahwa Sertifikat Vaksinasi Lintas Negara sudah didaftarkan masuk ke dalam regulasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Regulasi WHO yang dimaksud adalah International Health Regulation (IHR) 2005. IHR 2005 merupakan instrumen hukum internasional utama yang mengatur penyebaran penyakit secara global. 

IHR menjadi dasar WHO dalam menentukan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (Public Health Emergency International Concern/PHEIC) yang dapat diketahui dari hasil surveilans. Saat ini, IHR sedang diamandemen.

“Kan regulasi ini (Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Lintas Negara) harus didukung WHO. WHO itu ada yang namanya International Health Regulation 2005, itu juga lagi diamandemen,” kata Maxi saat ditemui Health Liputan6.com di sela-sela acara ‘G20 2nd Health Ministers Meeting' di Hotel InterContinental Bali Resort, Bali, ditulis Kamis (29/12/2022).

“Sertifikat Vaksinasi kita sudah diagendakan masuk, ya mudah-mudahan itu masuk (ke amandemen IHR) sehingga apa yang kita lakukan dasarnya buat masuk point of entry (pintu masuk) semua negara berdasarkan aturan WHO di IHR tersebut.”

Pada dasarnya, inisiasi Sertifikat Vaksinasi Lintas Negara didukung oleh WHO. Apalagi format barcode atau QR Code yang digunakan sesuai dengan standardisasi WHO. Mekanisme dan pengelolaan secara berkelanjutan pun diserahkan ke WHO.

Dalam IHR 2005, Indonesia mengusulkan perubahan amandemen untuk digitalisasi kesehatan. Utamanya, mengajukan Sertifikat Vaksinasi agar dilegalisasi resmi oleh WHO.

“Ini (Sertifikat Vaksinasi) disepakati dan diserahkan ke WHO untuk mekanisme dan maintenance-nya (pemeliharaan/perawatan). Ini  sumbangsih kita lah buat G20, seenggaknya ada satu yang kita berikan,” terang Maxi.

“IHR kan diamandemen, kita mau satu dimasukkan buat digitalisasi kesehatan. Itu usulan kita biar langgeng dan legacy gitu. Dikuatkan di IHR secara teknis, policy-nya (kebijakan) supaya long lasting (bertahan lama) dengan itu WHO ambil alih.”

2 dari 4 halaman

Portal Verifikasi di Semua Negara

Sertifikat Vaksinasi COVID-19 termasuk bagian dari Harmonisasi dan Globalisasi Protokol Kesehatan yang digaungkan dalam G20 Indonesia. Uji coba integrasi dan verifikasi sistem digitalisasi kesehatan antar negara ini terus dilakukan dan dievaluasi. 

“Tidak ada hambatan untuk mencapai kesepakatan dan sudah diterima semua negara. Tinggal implementasinya nanti,”” Maxi Rein Rondonuwu melanjutkan.

“Kami akan melakukan lagi uji coba ya untuk balancing (menyeimbangkan sistem) nanti di bulan November 2022. Harapannya nanti Triwulan 1 atau tahun depan 2023 bisa sepenuhnya diimplementasikan.”

Maxi mengakui pada awalnya, masing-masing negara punya sistem-sistem untuk memverifikasi. Bahkan ada berapa negara yang belum integrasi sistem karena Sertifikasi Vaksinasi ini belum pula disosialisasikan masif.

 

“Ada berapa negara terutama di Eropa yang belum sosialisasikan. Tapi begitu kami beberapa kali pertemuan, dibantu oleh Team Working Group (TWG) dan itu dilakukan tiap minggu dan dibantu oleh WHO dan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), negara-negara lain sudah menerima sistem harmonisasi kita.” bebernya.

“Ada sistem yang namanya platform atau portal Universal Verifier, portal verifikasi untuk dipakai semua negara. Jadi kalau diakui dapat memudahkan perjalanan kita. Kita enggak mau kan kalau ada pandemi berikutnya.”

 

Universal Verifier Vaccinee Certificate yang memungkinkan sertifikat digital vaksin COVID-19 pelaku perjalanan antarnegara bisa terbaca di sistem negara lain. Sistem dibuat sesuai standar WHO sehingga masing-masing negara tidak perlu mengganti sistem dan QR Code yang saat ini digunakan.

Sistem ini juga dibuat secara web-based sehingga dapat digunakan di semua perangkat. 

Pada kesempatan yang sama, Chief Operating Officer Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes RI Daniel Oscar Baskoro menambahkan, Sertifikat Vaksinasi Lintas Negara sudah diakui di 20 negara G20.

Selanjutnya, diperkirakan ada lebih 100 negara lain di dunia (ASEAN, Uni Eropa) yang ikut mengakui Sertifikat Vaksinasi. Pendekatan sistem Universal Verifier lewat Sertifikat Vaksinasi COVID-19 mirip dengan paspor. 

“Mekanisme yang dikembangkan bukan hanya data personal. Kami menggunakan pendekatan mirip dengan paspor, ya secara private, utamanya mengecek validitas, keaslian dokumentasi, valid atau enggak.” jelas Oscar.

“Mekanisme pengecekan ini yang kita harmonisasi. Kita validasi dalam sebuah platform Universal Verifier tadi.”

3 dari 4 halaman

Terbuka untuk Penyakit Lain ke Depannya

Didaftarkannya Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Lintas Negara ke WHO turut membuka pertanyaan, ‘Apakah penggunaan Sertifikat Vaksinasi hanya untuk masa pandemi COVID-19 saja?’ 

Menurut Maxi Rein Rondonuwu, mekanisme sistem sertifikat vaksinasi digital dapat diimplementasikan di masa depan bila pandemi lain sewaktu-waktu terjadi. Tujuannya, demi mempermudah perjalanan orang sehingga mobilitas sektor esensial masyarakat dapat terus berjalan.

“Seenggaknya ini sudah ada sistemnya buat pelaku perjalanan, sudah jadi platformnya. Diharapkan kita sudah terbiasa ya pelaku perjalanan untuk lalu lintas. Kalau scan barcode kan sebentar aja hitungannya,” katanya.

“Saya pernah juga ada beberapa negara yang masih minta dokumen pakai print (cetak). Kalau ini (Sertifikat Vaksinasi) kan udah memudahkan.”

Selain itu, kemungkinan di masa mendatang, sertifikat vaksinasi penyakit lain dapat pula digunakan menggunakan Universal Verifier seperti halnya Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Lintas Negara.

“Vaksin yang lain ya bisa, bukan cuma COVID-19 ya seperti nanti meningitis. Meningitis itu bisa menggunakan juga sistem ini,” pungkas Maxi.

Ditambahkan  Daniel Oscar Baskoro, saat ini memang fokus untuk penerapan Sertifikat Vaksinasi COVID-19. Namun, tak menutup kemungkinan, sistem protokol kesehatan global yang sudah diinisiasi Indonesia ini dapat memasukkan sertifikat penyakit lainnya. 

“Kita sudah siapkan digital platform. Sekarang kita konsolidasikan COVID-19. Ke depan bisa masuk macam-macam (untuk penyakit lain),” tambahnya.

Secara umum, lanjut Oscar, Sertifikat Vaksinasi Lintas Negara untuk memudahkan perjalanan. Konsepnya juga mudah dibaca negara lain dan data pelaku perjalanan dapat divalidasi selayaknya paspor.

“Kita memiliki Sertifikat Vaksinasi dan itu bisa dibaca negara lain. Ini sebuah kebanggaan Indonesia yang diinisiasi di G20. Bahwa kebutuhan sertifikat digital ini penting karena membutuhkan platform untuk mengecek keasliannya,” lanjutnya.

4 dari 4 halaman

Pertimbangan Masuk Regulasi WHO

Adanya kesepakatan Sertifikat Vaksinasi COVID-19 digital yang sudah didaftarkan masuk regulasi International Health Regulation (IHR) WHO ikut ditanggapi oleh Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama. Ada dua pertimbangan yang perlu diperhatikan.

 

“Nomor satu, untuk masuk IHR WHO tergantung dari IHR-nya, mau berubah atau enggak pada tahun 2024 - karena itu harus dibicarakan pada 2023,” tuturnya kepada Health Liputan6.com di di Hotel Conrad Bali pada Senin, 14 November 2022.

“Kalau IHR mau berubah, maka akan dibicarakan. Nomor dua, Sertifikat Vaksinasi itu walaupun sekarang katakanlah mau ditingkatkan buat COVID-19, tapi kan vaksinasi macam-macam, bukan hanya COVID-19 saja.”

 

Pada laporan WHO berjudul, Review Committee regarding amendments to the International Health Regulations (2005) yang terbit 6 Oktober 2022, IHR Review Committee tentang amandemen IHR (2005) diselenggarakan berdasarkan Pasal 50.1.(a)2 dan 47 IHR, serta Keputusan WHA75(9).

Review Committee ini akan berfungsi sesuai dengan WHO Regulations for Expert Advisory Panels and Committees dan akan memberikan laporannya kepada Direktur Jenderal WHO selambat-lambatnya pertengahan Januari 2023.

Satu-satunya tujuan IHR Review Committee untuk memberikan rekomendasi teknis kepada Direktur Jenderal tentang amandemen yang diusulkan oleh Negara Pihak  (State Parties) IHR, sebagaimana diputuskan pada Health Assembly dalam Decision WHA75(9).

Sesuai dengan Decision WHA75(9), rekomendasi teknis yang dirumuskan oleh Review Committee ini akan menginformasikan kerja Member States Working Group on Amendments to the International Health Regulations (2005) (WGIHR).

Sesuai dengan keputusan yang sama, WGIHR diselenggarakan paling lambat 15 November 2022 dan akan menyampaikan usulan amandemen IHR untuk dipertimbangkan di Seventy-seventh World Health Assembly pada 2024. 

Review Committee mulai bekerja pada 6 Oktober 2022. Pada tanggal 30 September 2022, ada 14 Negara Pihak yang mengajukan proposal amandemen IHR, yang mana empat State Parties mengajukan proposal tersebut juga atas nama State Parties lainnya – Armenia; Bangladesh; Brazil; Republik Ceko atas nama Negara Anggota Uni Eropa.

Kemudian Eswantini atas nama Negara Anggota WHO Wilayah Afrika; India; Indonesia; Jepang; Namibia; Selandia Baru; Federasi Rusia atas nama Negara Anggota Uni Ekonomi Eurasia; Swiss; Amerika Serikat; dan Uruguay atas nama MERCOSUR.