Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tetap melaporkan data harian COVID-19 walaupun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah dicabut sejak Jumat, 30 Desember 2022. Pelaporan data ini sebagai bentuk keterbukaan angka kasus COVID-19 di Tanah Air.
Penegasan di atas disampaikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin. Bahwa laporan data harian COVID-19 akan terus diperbarui terutama di laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) maupun Satgas Penanganan COVID-19.
Baca Juga
"Untuk laporan harian (data COVID-19) masih ada (dilaporkan), nanti kami sampaikan apakah itu disclose (dibuka) atau tidak. Yang penting kita taruh saja di website (situs), saya rasa keterbukaan itu bagus ya," " ujarnya di Istana Negara Jakarta, ditulis Rabu (4/1/2023).
Advertisement
Selanjutnya, untuk monitor perkembangan kasus COVID-19 tiap pekan seperti yang dilakukan sebelumnya, dikatakan Budi Gunadi kemungkinan tidak. Meski begitu, Pemerintah tetap memonitor perkembangan COVID-19 secara berkala.
Yang lebih penting juga adanya pelaporan kasus harian COVID-19 dapat memberikan informasi kepada publik, daerah mana saja yang kasusnya sedang agak naik.
"Kemudian apakah (laporan data) itu dipakai, lalu dimonitor setiap minggu seperti dulu ya mungkin enggak. Tapi itu akan kita buka (data COVID19) sebagai keterbukaan informasi, saya rasa baik," terang Menkes Budi Gunadi.
"Jadi masyarakat bisa tahu daerah mana yang bahaya -- angka kasus COVID-19 naik."
Tren COVID-19 dalam 2 Pekan Terakhir
Sebagaimana Laporan Harian COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 2 Januari 2023, terjadi penurunan indikator penanganan kasus COVID-19 dalam dua pekan terakhir. Indikator penurunan yang dimaksud, antara lain:
- Tren kasus konfirmasi, dari 1.484 menjadi 550
- Tren kasus aktif, dari 32.080 menjadi 12.492
- Tren kasus kematian, dari 2,391 persen menjadi 2,390 persen
- Tren pasien yang dirawat, dari 3.808 menjadi 2.194
- Tren keterisian tempat tidur COVID-19 (Bed Occupancy Ratio/BOR), dari 6,73 persen menjadi 4,00 persen
- Tren positivity rate, dari 4,63 persen menjadi 2,45 persen
Dari sisi perkembangan vaksinasi COVID-19 dalam dua pekan terakhir mengalami peningkatan, antara lain:
- Vaksinasi dosis 1 dari 86,60 persen, naik menjadi 86,61 persen
- Vaksinasi dosis 2 dari 74,12 persen, naik menjadi 74,14 persen
- Vaksinasi dosis 3 atau booster pertama dari 28,83 persen, naik menjadi 28,97 persen
- Vaksinasi dosis 4 atau booster kedua dari 4,96 persen, naik menjadi 5,26 persen
Advertisement
Pandemi Belum Berakhir
Berkaitan pencabutan PPKM, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan, kebijakan ini bukan berarti akhir dari pandemi COVID-19. Status pandemi COVID-19 masih berlangsung dan belum dicabut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Ini merupakan pencabutan atas intervensi Pemerintah dalam membatasi kegiatan masyarakat terutama kerumunan," tegasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengatakan terkait Status Kedaruratan Kesehatan Pandemi COVID-19 di Indonesia. Bahwa pencabutan tersebut juga menunggu keputusan WHO.
"Dan untuk status kedaruratan tidak dicabut karena pandemi belum berakhir sepenuhnya," ucapnya saat konferensi pers PPKM di Istana Negara Jakarta, Jumat (30/12/2022).
"Dan pandemi ini sifatnya bukan per negara, tapi sudah dunia sehingga status kedaruratan kesehatan tetap dipertahankan mengikuti status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) dari WHO, bukan kita."
Tetap Waspada Varian Corona Baru
Pada kesempatan berbeda, Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril mengungkapkan, pandemi COVID-19 belum selesai walau PPKM sudah dicabut.
"PPKM sudah dicabut, tapi kita masih dalam suasana pandemi. WHO mengatakan pandemi ini belum berakhir, baru tanda-tandanya saja lho berakhir kelihatan," ujarnya dalam dialog di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
"Untuk itu kita tetap waspada, waspada, dan waspada. Artinya apa? Suatu saat pandemi ini bisa terjadi subvarian (virus Corona) baru yang bisa men-trigger kenaikan lonjakan kasus."
Berkaitan dengan hal tersebut, Syahril pun menyatakan kesiapan Kemenkes dan jajarannya untuk mulai menyiapkan infrastruktur, SDM, alat-alat, dan obat jikalau nantinya terjadi kenaikan kasus COVID-19 lagi.
"Tapi mudah-mudahan tidak (terjadi lonjakan kasus) ya," pungkasnya.
Adapun pencabutan status PPKM sendiri bukan berarti mencabut kedaruratan kesehatan. Sebab, ada tahapan yang berbeda untuk mencabut kedaruratan.
"Tadi diumumkan pencabutan PPKM harus ditandai, bukan mencabut kedaruratan kesehatan. Itu tahapannya berbeda, yang dicabut PPKM ini pembatasannya saja. Contoh, kita tidak perlu lagi ada WFH, pembatasan ke mal, dan sebagainya," terang Syahril.
Advertisement