Sukses

WHO Nilai Definisi Kematian Terkait COVID-19 di China Terlalu Sempit

China ubah klasifikasi kematian akibat COVID-19, yang mana menurut WHO definisinya terlalu sempit.

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, China menjadi sorotan dunia lantaran kasus COVID-19 yang kembali melonjak. Selain itu, banyak pihak menyebut data yang dibagikan China kurang transparan. Salah satu yang jadi sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengenai definisi kematian akibat COVID-19 di sana pun terlalu sempit.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Direktur Kedaruratan WHO, Dr Mike Ryan, dalam keterangan terbarunya. Menurut Ryan, karena definisi kematian yang terlalu sempit itulah, data yang dilaporkan dari China tidak akurat.

"Kami masih belum memiliki data yang lengkap," kata Ryan mengutip ABC News, Kamis (1/1/2023).

Menurut WHO, kematian seharusnya dikaitkan dengan COVID-19 pada pasien yang kemungkinan terinfeksi atau dinyatakan positif. Serta, tidak perlu melibatkan penyebab kematian lainnya yang terkait seperti pneumonia.

Sejauh inipun nampaknya belum ada negara lain yang memberikan klasifikasi kematian akibat COVID-19 khusus seperti China. Keputusan China ini diketahui ikut membuat para pakar kesehatan kebingungan.

Mulanya pada akhir Desember 2022, negara dengan penduduk 1,4 miliar itu tiba-tiba mempersempit definisi untuk mengklasifikasikan kematian akibat COVID-19.

Saat ini, China hanya menghitung kematian akibat COVID-19 bila melibatkan pneumonia saja. Selain itu, kematian akibat COVID-19 tanpa pneumonia tidak masuk dalam data resmi pihak otoritas China.

Kabar itu disampaikan langsung oleh Kepala Penyakit Menular di Universitas Peking, Wang Guiqiang. Mengutip laman NPR, ia bahkan menyebut kematian yang terjadi sebelumnya akibat COVID-19 tidak terhitung lagi.

"Kematian yang terjadi pada pasien dengan penyakit yang sudah ada sebelumnya tidak dihitung sebagai kematian akibat COVID-19," kata Wang Guiqiang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Data Angka Kematian Jadi Tidak Akurat

Pada bulan Desember 2022 lalu, China juga sempat melaporkan tidak ada tambahan kasus kematian baru akibat COVID-19. Padahal pada kenyataannya, ada satu kematian dari keseluruhan pasien.

Walhasil, angka kematian sempat menurun jadi 5.241 di China menurut perhitungan harian yang dikeluarkan National Health Commission (NHS). Pihak NHS sendiri tidak memberikan kejelasan atas penurunan angka kematian tersebut.

Diketahui, klasifikasi tentang bagaimana China secara resmi mendefinisikan kematian akibat COVID-19 muncul ketika mereka mengalami lonjakan kasus karena adanya sejumlah pelonggaran yang berlaku.

Belum lagi, China pun tidak mewajibkan tes PCR harian dan banyak orang melakukan tes COVID-19 hanya dari rumah masing-masing. Artinya, banyak kasus yang tidak tercatat secara resmi karena memang tidak ada laporannya. 

"Kami percaya bahwa angka yang saat ini diterbitkan dari China kurang bisa mewakili dampak sebenarnya dari penyakit tersebut dalam hal penerimaan rumah sakit, ICU, dan khususnya dalam hal kematian," ujar Ryan.

3 dari 4 halaman

WHO Minta China Sampaikan Data Akurat

Dalam keterangan media terbaru pada Rabu, 4 Januari 2023, Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus lagi-lagi turut meminta China untuk menyampaikan data yang cepat dan akurat tentang situasi COVID-19 di sana.

"Kami terus meminta pada China untuk data yang lebih cepat, sesuai, dan dapat dipercaya soal rawat inap dan kematian. Serta, pencatatan kasus yang real-time dan lebih komprehensif," ujar Tedros mengutip laman United Nations.

Tedros menambahkan, pihak WHO sebenarnya mengerti bahwa beberapa negara memang punya kebijakan dan langkah tersendiri yang bisa melindungi warganya. Namun, data yang komprehensif juga dibutuhkan

Pada kesempatan yang sama, Tedros pun kembali mengungkapkan keprihatinan terkait kondisi COVID-19 di China. Tak lupa Tedros juga mengangkat kembali pentingnya vaksinasi terutama untuk dosis booster bagi kelompok rentan.

4 dari 4 halaman

Pertemuan WHO dan Otoritas China

WHO sendiri telah mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan otoritas China dalam seminggu terakhir untuk membahas peningkatan kasus dan rawat inap di sana.

Pihak Technical Advisory Group on Virus Evolution (TAG-VE) yang bertemu dengan pakar kesehatan di China diketahui sudah membahas situasi di sana.

Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar virus yang ada di China adalah BA.5.2 dan BF.7.Kedua varian Omicron tersebut menyumbang 97,5 persen dari kasus keseluruhan.

"Varian ini telah diketahui dan telah menyebar di negara lain, dan saat ini belum ada varian baru yang dilaporkan oleh CDC China," ujar TAG-VE dalam pernyataannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Negara dengan penduduk terbanyak di seluruh dunia. Negara ini telah berganti nama menjadi Republik Rakyat Tiongkok.
    Negara dengan penduduk terbanyak di seluruh dunia. Negara ini telah berganti nama menjadi Republik Rakyat Tiongkok.

    China

  • Penyebaran Covid-19 ke seluruh penjuru dunia diawali dengan dilaporkannya virus itu pada 31 Desember 2019 di Wuhan, China

    COVID-19

  • Pneumonia atau yang lebih dikenal dengan istilah paru-paru basah, merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan paru-paru

    Pneumonia

  • Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan.
    Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan.

    kasus covid

  • Kematian

  • who