Sukses

Harapan Tahun Baru Bos WHO, Darurat COVID-19 Berakhir di 2023

Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan harapannya agar tahun 2023 menjadi tahun terakhir darurat COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah memberikan kode soal akhir pandemi COVID-19. Pasalnya, tak hanya sekali tanda-tanda akhir pandemi diungkap oleh WHO.

Dalam keterangan pers terbaru, Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus kembali menyinggung soal akhir pandemi COVID-19. Ungkapan itu disampaikan Tedros sekaligus mengucapkan tahun baru.

"COVID-19 tidak diragukan lagi masih akan menjadi topik diskusi utama. Tetapi saya yakin dan berharap dengan upaya yang tepat, ini akan menjadi tahun darurat kesehatan masyarakat COVID-19 secara resmi berakhir," ujar Tedros mengutip cuitan akun Twitter pribadinya @DrTedros, Kamis (5/1/2023).

Tedros mengungkapkan, tahun-tahun sebelumnya sudah menjadi titik yang berat dalam ranah kesehatan. Namun, ia tetap percaya akan kekuatan kerja sama yang baik untuk mengakhiri situasi pandemi COVID-19.

"Tahun-tahun terakhir sangat berat bagi kesehatan kolektif kita, tetapi saya tetap percaya diri dan tabah dengan keyakinan bahwa hanya dengan bekerja sama bersama-sama kita dapat memanfaatkan dan berbagi ilmu, memberikan solusi yang menyelamatkan nyawa, dan membangun solidaritas untuk melawan tantangan kesehatan yang kita hadapi. Selamat Tahun Baru," kata Tedros.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Mohammad Syahril pun sempat menyinggung soal akhir pandemi COVID-19 saat menjelaskan terkait pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada Jumat, 30 Desember 2022 lalu.

Syahril mengungkapkan bahwa WHO memang telah memberikan tanda-tanda akhir pandemi. Namun, itu hanya tanda-tandanya saja dan kondisi belum 100 persen aman.

2 dari 4 halaman

Masih Suasana Pandemi COVID-19

Lebih lanjut Syahril menegaskan bahwa meskipun status PPKM telah dicabut, Indonesia masih ada dalam suasana pandemi COVID-19. Artinya, Indonesia belum lepas dari pandemi sepenuhnya.

"PPKM sudah dicabut, tapi kita masih dalam suasana pandemi. WHO mengatakan pandemi ini belum berakhir, baru tanda-tandanya saja lho berakhir kelihatan," ujar Syahril.

"Untuk itu kita tetap waspada, waspada, dan waspada. Artinya apa? Suatu saat pandemi ini bisa terjadi subvarian baru yang bisa men-trigger kenaikan lonjakan kasus," tegasnya.

Syahril menambahkan, pencabutan status PPKM sendiri bukan berarti mencabut kedaruratan kesehatan. Mengingat ada tahapan yang berbeda untuk mencabut kedaruratan.

"Pencabutan PPKM harus ditandai, (karena) bukan mencabut kedaruratan kesehatan. Itu tahapannya berbeda, yang dicabut PPKM ini pembatasannya saja. Contoh, kita tidak perlu lagi ada WFH, pembatasan ke mal, dan sebagainya," ujar Syahril.

3 dari 4 halaman

Soal Pencabutan PPKM di Indonesia

Dengan dicabutnya PPKM, bukan berarti pula tidak ada upaya yang perlu dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat masih perlu melengkapi vaksinasi maupun taat pada aturan yang berkaitan dengan vaksinasi.

"Kita hanya mengatur satu saja bahwasanya kalau kita masuk ke suatu kerumunan, di bagian transportasi publik, dan sebagainya harus vaksinasi. Itu bagian dari upaya karena kita masih pandemi," kata Syahril.

Terlebih lagi, antibodi masyarakat Indonesia sendiri sudah cukup tinggi. Berdasarkan hasil serosurvey, Syahril menjelaskan, faktor herd immunity tadi itulah yang juga menjadi salah satu faktor penyebab pencabutan PPKM di Indonesia.

"Yang membanggakan kita adalah antibodi kita melalui serosurvey sudah 98,5 persen. Menunjukkan bahwasanya bangsa kita mempunyai kekebalan baik itu yang melalui infeksi, maupun vaksinasi. Sudah sangat membanggakan dan ini bagian dari PPKM dicabut oleh Bapak Presiden," kata Syahril.

4 dari 4 halaman

Faktor Lain yang Membuat PPKM Dicabut

Selain faktor herd immunity, parameter pencabutan PPKM yang selanjutnya berkaitan dengan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia yang saat ini terus berada dibawah seribu setiap harinya.

"Jumlah kasus sudah dibawah seribu, bahkan 10 bulan ini tidak ada lonjakan-lonjakan yang sangat signifikan," kata Syahril.

Saat ini, angka hospitalisasi di Indonesia juga terbilang rendah. Begitupun dengan angka kematiannya yang tercatat terus menurun. Kombinasi faktor-faktor inilah yang membuat pemerintah berani melonggarkan aturan terkait COVID-19, termasuk soal PPKM.

Syahril menambahkan, pihak Kemenkes dan jajarannya sudah mulai menyiapkan infrastruktur, SDM, alat-alat, dan obat jikalau nantinya terjadi kenaikan kasus lagi.

"Tapi mudah-mudahan tidak (terjadi lonjakan kasus) ya," kata Syahril.