Sukses

Suami Selingkuh dengan Mertua, Perceraian Jalan Terbaik bagi Norma Risma?

Dapati suami selingkuh dengan mertua, Norma Risma gugat cerai.

Liputan6.com, Jakarta - Norma Risma kini dikenal oleh publik terutama pengguna sosial media setelah kisah pilunya viral. Perempuan yang tinggal di Serang, Banten ini mendapati suaminya, Rozy, selingkuh dengan mertua yang tak lain adalah ibu kandung Norma.

Tak terima diselingkuhi, Norma Risma pun mantap menceraikan Rozy. Lantas, apakah perceraian memang menjadi jalan terbaik?

Pertanyaan ini pun dijawab oleh kriminolog Haniva Hasna. Menurutnya, baik buruknya sebuah perceraian perlu kembalikan pada undang-undang yang berlaku tentang sebab perceraian.

Dalam penjelasan pasal 39 UU.No.1/1974 jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dijelaskan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa ada alasan yang sah atau karena ada hal yang lain di luar kemampuannya

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kwajibannya sebagai suami/istri

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga .

“Dari penjelasan pasal tersebut bisa diambil kesimpulan apakah pernikahan harus dilanjutkan atau tidak,” kata kriminolog yang karib disapa Iva soal perceraian Norma Risma kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis belum lama ini.

2 dari 4 halaman

Dampak Perselingkuhan

Korban perselingkuhan seperti Norma Risma bisa mendapat dampak buruk dari perselingkuhan yang terjadi. Salah satunya terkait dampak psikologis.

“Kekecewaan dan kemarahan akibat diselingkuhi bisa berdampak pada kondisi psikologis. Apabila tidak mendapatkan penanganan segera, masalah ini dapat memicu munculnya stres, gejala depresi, gangguan kecemasan, hingga post-traumatic stress disorder (PTSD),” kata Iva.

Hal ini ditunjukkan dengan gangguan tidur, dada berdebar, nyeri kepala, krisis kepercayaan diri, takut menikah lagi hingga infeksi menular seksual.

Risiko lainnya, secara sikap, perilaku hormat Norma Risma kepada ibunya akan berubah setelah kejadian ini dan kondisi ini akan berlangsung seumur hidup. Risiko yang sangat besar ini akan berpengaruh terhadap tingkat stres, kepercayaan, dan terampasnya rasa aman dalam keluarga sendiri.

3 dari 4 halaman

Ancaman Hukuman

Iva pun mengatakan bahwa korban yang dirugikan bisa melaporkan kasus ini kepada polisi.

"Pada dasarnya upaya hukum pidana adalah upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian suatu masalah," kata Iva.

"Maknanya adalah apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui upaya lain seperti kekeluargaan, musyawarah, negosiasi dan mediasi, maupun perdata, maka hendaklah diselesaikan terlebih dahulu melalui jalur atau upaya-upaya lain tersebut," tambahnya.

Namun, bila dikembalikan pada hukum yang berlaku, pihak yang dirugikan memang dapat melaporkan pasangannya yang terbukti selingkuh melalui kepolisian. 

Jalur hukum bisa ditempuh Norma Risma lantaran perselingkuhan termasuk pelanggaran pasal 284 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana selama 9 bulan.

Namun, jika tidak melakukan pelaporan pun, hukuman sosial akan tetap diterima oleh pelaku.

4 dari 4 halaman

Perselingkuhan Sudah Terjadi Sebelum Pernikahan

Iva pun melihat adanya keunikan dalam kasus ini.

“Dalam kasus ini, terdapat keunikan karena melibatkan 2 pasangan yaitu pasangan orangtua dan pasangan anak. Pelakunya adalah menantu dan ibu mertua, yang dilakukan sejak sebelum terjadinya pernikahan,” katanya.

“Bila dilihat dari sisi power atau relasi kuasa, harusnya ibu mertua memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari calon menantu sehingga kemungkinannya sangat tipis untuk melakukan hubungan terlarang,” tambahnya.

Dengan kata lain, mertua memiliki power yang lebih besar untuk menolak ajakan calon menantu melakukan hubungan terlarang. Dan mencegah terjadinya perkawinan anaknya karena sudah membaca gelagat kurang baik dari calon menantunya.

Selain itu, tingkat kematangan dan kedewasaan serta pemahaman terhadap nilai dan norma di masyarakat akan menjadi “rem” untuk melakukan perilaku menyimpang.