Liputan6.com, Jakarta - Kriminolog Haniva Hasna memberikan tanggapan soal kasus kekerasan seksual yang menimpa anak usia 12 di Binjai, Sumatera Utara hingga anak terebut kini hamil 8 bulan.
Menurut kriminolog yang karib disapa Iva, korban perlu diberi pendampingan. Setidaknya, ada tiga pendampingan yang bisa diberikan, yakni pendampingan fisik, psikis, dan hukum.
Baca Juga
“Pendampingan fisik dilakukan untuk membantu memberikan dan menjamin keselamatan korban, menjaga kesehatan korban dan bayinya,” kata Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, Sabtu 7 Desember 2022
Advertisement
Pendampingan psikis dengan cara memberikan rasa aman, tenang, menghindarkan dari stres, depresi, dan trauma.
Pendampingan hukum dengan cara membantu korban untuk mendapat keadilan dan perlindungan hukum. Termasuk mendampingi saat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Serta mengumpulkan bukti dan saksi hingga memberi perlindungan terhadap ancaman pihak lain.
Sedangkan, bantuan utama yang sekarang dibutuhkan korban adalah bantuan fisik/kesehatan dan psikis. Mengingat korban masih berusia 12, masih dalam kondisi yang rentan menjalani kehamilannya. Baik secara psikis maupun kesiapan organnya. Sehingga perlu bantuan medis, tempat tinggal yang layak, serta suasana hati yang tenang, aman jauh dari ancaman.
Bantuan kesehatan fisik dan psikis amat diperlukan karena kasus ini berdampak pada kedua aspek tersebut.
“Dampak fisik kekerasan seksual jelas terjadi terhadap kemampuan organ tubuhnya yang belum siap menjalani kehamilan. Bisa terjadi kelahiran prematur, pendarahan persalinan, berat badan bayi rendah, dapat menyebabkan kematian bayi dan ibunya serta terkena penyakit menular seksual.”
Risiko Tinggi Kematian Neonatal
Persalinan pada ibu di bawah usia 20 memiliki kontribusi dalam tingginya angka kematian neonatal, bayi, dan balita, lanjut Iva.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa angka kematian neonatal, postneonatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-39 tahun.
Sedangkan, secara psikis, korban bisa mudah gelisah, serangan panik, depresi, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan tidur dan mimpi buruk, menyakiti diri sendiri dan yang paling berat adalah melakukan aborsi atau muncul dorongan untuk mengakhiri hidup.
Iva pun menjelaskan, umur 12 tahun masuk dalam fase remaja, sudah mulai memiliki pola pikir dan cara pandang yang lebih ‘dewasa’ dibanding sebelumnya.
Hal ini berkaitan dengan kemampuannya melihat salah atau benar. Meski demikian, pada saat-saat tertentu, remaja masih kesulitan untuk bisa berpikir rasional dan masih menunjukkan sisi kekanak-kanakan dalam memandang satu dan lain hal.
Advertisement
Pengasuhan Anak Korban
Jika anak korban lahir, maka pengasuhannya tak bisa dibebankan sepenuhnya pada korban mengingat usia yang masih sangat muda.
Dalam perkembangan usia 12 ini remaja berada dalam fase egosentris yakni hanya memikirkan diri sendiri. Perkembangan emosional yang dialami anak usia 12 sangat terasa pada perubahan suasana hati yang tak menentu.
Anak bisa saja tiba-tiba merasa sedih lalu senang, percaya diri, tapi kemudian tiba-tiba kehilangan rasa percaya diri.
“Oleh sebab itu menjadi suatu yang berat ketika anak/remaja usia 12 tahun yang masih memiliki egosentris ini harus mengurus manusia baru yaitu anaknya dengan berbagai tantangan baik kesehatan maupun perkembangannya.”
“Alangkah baiknya bila mendapat bantuan pengasuhan dari orangtua korban atau orangtua alternatif atau lembaga sosial yang concern di bidang perlindungan anak berdasarkan penunjukan pemerintah dan dilakukan secara bertanggung jawab,” kata Iva.
Memetik Pelajaran
Dari kisah korban yang baru berusia 12 dan tidak paham bahwa dirinya sedang hamil 8 bulan, masyarakat dapat mempelajari bahwa:
- Sosialisasi dan edukasi tentang seksualitas itu sangat perlu, hal ini bisa dilanjutkan dengan memberikan edukasi tentang pencegahan terjadinya kekerasan seksual
- Aware atau waspada, termasuk deteksi dini, karena lengah adalah salah satu jalan bagi pelaku untuk melakukan kejahatan kepada korban
- Selalu mengawasi anak baik secara fisik maupun psikisnya, tidak meninggalkan anak sendirian tanpa pengawasan
- Bantu korban, melalui tindakan dan dukungan.
Sedangkan, pelajaran yang bisa diambil jika berada dalam posisi korban adalah:
- Setop menyalahkan diri sendiri, Menjadi korban bukanlah posisi yang patut untuk disalahkan secara sepihak
- Cari bantuan, ceritakan pada orang yang bisa dipercaya
- Simpan barang bukti atau dokumentasikan (celana dalam, bercak darah, bekas sperma, cakaran, lebam dan lain-lain).
- Laporkan kepada pihak berwenang.
Advertisement