Sukses

Dokter Paru: Masa Depan Milik Diri Sendiri, Bukan Pemilik Pabrik Rokok

Dokter paru kembali mengingatkan bahaya rokok dan masa depan milik diri sendiri bukan pemilik pabrok rokok

Liputan6.com, Jakarta - Ada banyak penyebab yang membuat seseorang tertarik untuk mencoba rokok. Salah satunya karena pengaruh lingkungan pertemanan dan orangtua yang juga merokok.

Terlebih saat ini yang tengah menjadi perhatian khusus memang anak muda atau remaja. Hal tersebut lantaran penggunaan rokok di kalangan remaja semakin digandrungi dan banyak yang merasa keren dengan itu.

"Merasa keren, merasa kece. Kalau pakai rokok ini awesome katanya kelihatan cool. Maka saya mau mengatakan bahwa masa depan Anda milik Anda, bukan pemilik pabrik rokok," ujar Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI), Dr dr Erlina Burhan, MSc, SpP(K) dalam media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia ditulis Selasa, (17/1/2023).

Erlina pun mengungkapkan apa-apa saja cara yang bisa dilakukan untuk mencegah jadi perokok aktif dan perokok pasif. Pertama adalah dengan menghindari berkumpul dengan teman yang sedang merokok.

"Jadi jangan nimbrung, karena kalau teman lagi ngerokok nanti ditawari 'Eh, mau share enggak?' gitu," kata Erlina.

"Kemudian harus meyakini bahwa rokok bukan satu-satunya sarana pergaulan. Jangan malu mengatakan bahwa diri Anda bukan perokok, dan perbanyak informasi terkait rokok," tambahnya.

Erlina menjelaskan, mencegah diri Anda untuk merokok dapat dilakukan pula dengan menghindari hal-hal yang berkaitan dengan rokok. Hal tersebut lantaran saat ini banyak acara yang disponsori oleh perusahaan rokok.

"Hindari hal-hal yang berkaitan dengan rokok. Misalnya, ada acara lomba rokok gratis, iklan. Sekarang kan banyak lomba yang disponsori oleh pabrik rokok. Nah ini mestinya dihindari," kata Erlina.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kenapa Lingkungan Sangat Berpengaruh?

Lebih lanjut Erlina mengungkapkan bahwa sejatinya seseorang cenderung mengikuti lingkungan tempat ia bertumbuh. Artinya, saat di lingkungan banyak yang merokok, akan lebih mudah pula untuk Anda akhirnya ikut mencoba.

"Kalau kita bergaul dengan perokok, artinya bersama-sama dengan mereka, pada saat kita sama mereka, suka ditawari tuh. Enggak enak kalau enggak ikut," kata Erlina.

"Mungkin bukan harus bermusuhan ya, tapi jangan terlalu dekat gitu. Harus punya motivasi kuat dan jangan malu mengatakan Anda tidak merokok."

Erlina menambahkan, penting pula untuk menghilangkan persepsi bahwa merokok adalah aktivitas yang keren dan gaya hidup yang perlu diterapkan.

"Harus niat, harus confident demi kebaikan diri sendiri," ujar Erlina.

3 dari 4 halaman

Hal Penting yang Perlu Dipertimbangkan

Dalam kesempatan yang sama, Erlina mengungkapkan bahwa pengguna rokok termasuk yang elektrik memiliki potensi adiktif yang sama dengan rokok konvensional. Apalagi, 30 kali hirup rokok elektrik punya kadar nikotin yang setara dengan rokok konvensional.

"Rokok elektrik sama adiktifnya dengan rokok biasa. Kemudian penggunaan rokok elektrik berpotensi menjadi pengguna rokok konvensional secara bersamaan," ujar Erlina.

Saat hendak mencoba rokok, penting pula mengingat bahwa rokok mengandung bahan yang bersifat toksik dan karsinogen. Artinya, Erlina menjelaskan, rokok punya potensi untuk menimbulkan kanker dan bahaya kesehatan lainnya.

"Terbukti juga toksik terhadap saluran napas dan paru serta menimbulkan masalah kesehatan respirasi," kata Erlina.

4 dari 4 halaman

Banyak Perokok Dimulai dari Usia SMP

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2021 di Indonesia, jumlah perokok paling tinggi ada pada usia 35-39 tahun yakni sebesar 35,55 persen. Selain itu, remaja mulai dari usia 15 tahun turut menyumbang persentase di dalamnya.

Erlina mengungkapkan bahwa pada kategori usia remaja, banyak yang nampaknya masih berada di bangku SMP. Kemudian disusul oleh usia di atas 20-24 tahun yang kemungkinan sudah mulai bekerja.

"Usia muda banyak yang merokok. Kita lihat kelompok usia 15-19 tahun, itu masih usia SMP. Kira-kira ada 9-10 persen. Kemudian usia di atasnya 20-24 tahun karena mungkin sudah punya duit, sudah bekerja, jadi ada 26,97 persen (yang merokok)," ujar Erlina.

Bahkan, lansia di atas 65 tahun juga masih menyumbang persentase yang cukup besar dalam hal merokok yakni sekitar 21,90 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.