Sukses

Ratusan Anak di Ponorogo Minta Dispensasi Nikah, Pemerhati Anak: Sosialisasi UU Perkawinan Belum Sampai ke Remaja

Isu dispensasi nikah di Ponorogo yang menjerat ratusan anak menjadi pemerhati anak

Liputan6.com, Jakarta - Kabar ratusan pelajar di Ponorogo, Jawa Timur, mengajukan dispensasi nikah sudah menyebar di berbagai media.

Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Ponorogo, Ali Hamdi, mengatakan, sepanjang 2022 ada sebanyak 191 anak mengajukan dispensasi nikah.

Ada beragam alasan di balik permintaan dispensasi tersebut, termasuk di antaranya hamil di luar nikah.

Ali menyebut hal ini terjadi lantaran masyarakat masih belum mendapat sosialisasi soal Undang-Undang Perkawinan yang baru yang mengatur minimal usia pernikahan 19 tahun.

Dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah diubah ke UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Disebutkan usia minimal menikah adalah 19 tahun.

Terkait kasus dispensasi nikah Ponorogo, kriminolog sekaligus pemerhati anak dan keluarga, Haniva Hasna, mengatakan bahwa pemerintah sudah mensosialisasikan hal tersebut tapi tidak sampai ke remaja.

Ia pun menyarankan agar pemerintah bisa mensosialisasikan hal tersebut lewat banyak cara termasuk ke sekolah baik dalam pelajaran sekolah atau sesi lainnya. 

"Ada baiknya disosialisasikan langsung ke sekolah, diikrarkan dalam upacara atau pelajaran khusus seperti bimbingan konseling sehingga mereka paham dan hafal betul isi undang-undang serta hukuman bagi pelanggarnya," kata pemerhati anak yang karib disapa Iva kepada Health Liputan6.com belum lama ini.

Bukan cuma soal usia menikah, hal-hal terkait anak muda yang tercantum dalam undang-undang seperti  penyalahgunaan narkoba, perundungan, tawuran bisa juga dimasukan ke dalam pelajaran sekolah. 

Bukan cuma sekolah, orangtua juga punya peran besar dalam memberikan informasi mengenai pernikahan.

Salah satunya, penting disampaikan orangtua ke anak bahwa menikah bukan jalan pintas keluar dari kemiskinan. 

"Pun terhadap orangtua, harus dilakukan edukasi bahwa pernikahan itu bukan jalan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi justru menambah permasalahan baru ketika tidak disertai dengan kematangan mental, spiritual dan finansial," dia menambahkan.

2 dari 4 halaman

Lebih Baik Bekali Anak dengan Ilmu

Iva menegaskan, daripada meminta anak untuk menikah muda, lebih baik membekali anak dengan ilmu.

“Selain ilmu yang diperoleh secara formal ada juga yang diperoleh secara informal misalnya, mengaji, kursus memasak, olahraga, musik dan keterampilan lain yang membuat anak menjadi memiliki kesibukan dan bermanfaat untuk menambah penghasilan.”

Maraknya pengajuan dispensasi nikah menunjukkan adanya perubahan sosial di masyarakat, lanjut Iva. Di mana kini banyak muda mudi yang melakukan pernikahan dini.

Namun, pemerintah pun tidak bisa mengatasi hal ini sendiri saja. Meskipun Undang-Undang Perkawinan sudah memberikan batasan, tapi tetap saja terjadi pernikahan dini.

Perkawinan usia anak masih dipandang memiliki banyak kelemahannya ketimbang kebaikannya. Kelemahan bagi muda-mudi yang menikah usia muda antara lain, dari faktor kesehatan, psikologi, perekonomian, pendidikan, pola asuh anak dan banyak lagi.

“Oleh karenanya banyak yang tidak setuju terhadap pernikahan dini ini. “

Iva menilik bahwa pemerintah sendiri sudah banyak melakukan upaya pencegahan, tapi hasilnya tidak terlalu signifikan.

3 dari 4 halaman

Peran Keluarga

Iva menyampaikan bahwa dalam pernikahan dini, keluarga memiliki peran penting sebagai agen perubahan sosial.

Apabila orangtua meyakini bahwa anak dan pasangannya sudah memiliki modal untuk melakukan pernikahan, maka orangtua wajib untuk memberikan izin menikah.

Namun, apabila orangtua melihat bahwa anak dan pasangannya masih terlalu dini untuk menikah, maka wajib untuk mencegah perkawinan dini, daripada timbul hal negatif di kemudian hari.

“Sehingga dalam rangka upaya pencegahan pernikahan dini, orangtua mempunyai peran yang sangat penting untuk melihat lebih banyak manfaat atau mudharatnya, sebelum orangtua memberikan izin untuk melangsungkan pernikahan dini tersebut.”

4 dari 4 halaman

Sangat Disayangkan

Banyaknya pengajuan dispensasi nikah di Ponorogo amat disayangkan oleh Iva. Dispensasi nikah sendiri dilakukan sebagai permohonan agar anak bisa menikah lebih dini dari umur yang telah ditentukan yakni 19 tahun.

“Sangat disayangkan, karena secara usia yang masih belia dan secara mental mereka belum siap. Menikah bukan hanya untuk menghalalkan sebuah hubungan tapi lebih dari itu melibatkan kematangan fisik, psikologis, finansial, dan sosial,” katanya.

Ia menambahkan, secara yuridis perkawinan di bawah umur itu tidak sah karena bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Saat ini, sesuai batas minimal usia laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun, hal ini sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2019 sebagai perubahan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Kecuali mendapat dispensasi pernikahan dari lembaga yudisial dengan alasan yang kuat, diajukan oleh kedua orangtua calon dan disertai dengan bukti-bukti pendukung,” ujarnya.