Sukses

Kemenkes Dapat Masukan dari Tim JEMM untuk Tanggulangi TB

Penyakit TB (Tuberkulosis) di Indonesia merupakan pembunuh nomor satu di antara penyakit menular. Untuk itu, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan tim dalam Joint External TB (Tuberkulosis) Monitoring Mission (JEMM), dalam menekan jumlah pasien TB.

Penyakit TB (Tuberkulosis) di Indonesia merupakan pembunuh nomor satu di antara penyakit menular. Dan posisinya menduduki peringkat ketiga dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan tim dalam Joint External TB (Tuberkulosis) Monitoring Mission (JEMM), dalam menekan jumlah pasien TB.

JEMM ini merupakan kegiatan yang memantau TB  yang merupakan kerjasama dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Global Fund, USAID, TB Care, Stop TB Partenership dan Kementerian Kesehatan. Tim JEMM ini yang melakukan analisis mendalam tentang situasi dan pelayanan kesehatan TB di dunia. Namun dalam hal ini, Tim JEMM fokus pada kasus TB di Indonesia.

Menurut data Tuberculosis Control in The South East Asia Region, di Indonesia, dari tahun 1999 hingga tahun 2012, kasus TB terus mengalami peningkatan. Hingga saat ini, terdapat 132 kasus baru TB. Data itu didapat melalui kunjungan di lima provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Maluku, dan Bangka Belitung.

Walaupun angka keberhasilan pengobatan di Indonesia dari tahun 2007-2012, mengalami peningkatan yang cukup tinggi sekitar 91%. Namun Kementerian Kesehatan akan terus berupaya untuk terus melakukan pengawasan terhadap kasus TB ini.

Seperti tahun 2011 kasus TB di Indonesia sangat tinggi sekitar 450.000 kasus. Bahkan setiap tahun, terdapat 65 ribu kasus atau sekitar 178 orang per hari meninggal karena TB.

Untuk menganggulangi kasus TB, Profesor Donald Enerson, selaku Mission Leader of Joint External TB Monitoring Mission (JEMM) memberikan 6 masukan bagi Kementerian Kesehatan dalam membantu pencegahan kasus TB ini, sebagai berikut:

1. Memperkenalkan kebijakan terkait 'mandatory notofication' atau wajib melaporkan penemuan kasus TB bagi pemberi layanan kesehatan, hal ini dinilai bermanfaat untuk mendapatkan perkiraan angka insiden yang rasional dan dapat mengukur tren dan besaran masalah yang diakibatkan TB. Kebijakan ini harus diikuti dengan penerapan sistem registrasi vital nasional.

2. Meminta Dinas Kesehatan Provinsi untuk segera membuat rencana kerja, menyiapkan pembiayaan, dan melaksanakan kegiatan pengendalian TB resisten obat sehingga layanan bagi pasien yang membutuhkan akan segera tersedia. Diharapkan juga ada upaya mengurangi beban finansial bagi pasien TB.

3. Merekomendasikan adanya surat keputusan yang memastikan tersedianya pembiayaan lokal yang berkelanjutan bagi layanan ATM, termasuk menyusun pembagian tugas dan kewajiban yang jelas bagi propinsi dan ibukota.

4. Menjamin tersedianya akses lebih dini dan lebih universal terhadap pelayanan berkualitas untuk semua tipe kasus TB, tanpa memandang status resistensi obat maupun status HIV, baik dewasa maupun anak tanpa terkecuali.

5. Perlu dicermatinya kebutuhan tenaga pelaksana untuk menerapkan semua komponen strategi pengendalian TB nasional dan memastikan bahwa kebutuhan ketenagaan tersebut tercantum dalam Rencana Pembangunan Kesehatan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten atau kota.

6.Meminta para pengambil keputusan di bidang kesehatan di tingkat provinsi untuk meningkatkan kerjasama dalam pelaksanaan tes HIV dan konseling bagi pasien TB serta memastikan semua pasien TB/HIV menerima pengobatan dengan obat anti retroviral dan pengobatan pencegahan dengan kontrimoksasol.

Menanggapi hal tersebut, Nafsiah menyatakan menyambut baik rekomendasi ini dan sangat berapresiasi karena perkembangan penyakit Tuberklosis bisa ditekan melalui program kerjasama ini.

"Saya memberikan tanggapan bahwa seluruh jajaran Kementrian Kesehatan akan mengupayakan secara optimal untuk menindaklanjuti rekomendasi dari Tim JEMM tersebut,"ungkap Nafsiah yang ditemui di Kantor Kemenkes, Jakarta ( 21/2/2013).
(Fit/Mel)
    Video Terkini