Sukses

6 Mitos Soal Tidur, Salah Satunya Makan Keju Bikin Mimpi Buruk

Meski penting untuk melakukan atau menghindari hal-hal yang dapat memengaruhi kualitas tidur, pastikan untuk mencari dasar dan kebenarannya terlebih dahulu. Berikut beberapa mitos soal tidur, salah satunya makan keju membuat mimpi buruk.

Liputan6.com, Jakarta - Tidur yang cukup dan berkualitas akan membantu Anda menjalani hari dengan penuh semangat. Sebaliknya, kurang tidur menyebabkan hilangnya fokus dan perasaan lelah sepanjang hari. Oleh sebab itu, tiap orang berusaha mendapatkan tidur yang baik dan cukup dengan menghindari hal-hal yang dianggap dapat mengganggu kualitas tidur.

Akan tetapi, tidak jarang orang mempercayai sesuatu tanpa memastikan kebenarannya. Mitos yang mengakar dalam masyarakat dianggap layaknya kepercayaan yang tak perlu diragukan lagi kebenarannya. Padahal, mitos tersebut belum tentu benar.

Berikut beberapa mitos mengenai tidur menurut situs Live Science:

1. Keju Membawa Mimpi Buruk

Produk susu yang biasa terlihat di atas donat maupun brownies ini dikatakan memprovokasi mimpi yang menyeramkan. Akan tetapi, menurut tinjauan studi tahun 2015 yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Psychology, tidak ada bukti yang menunjukkan keju menyebabkan mimpi buruk.

Ulasan tersebut menemukan bahwa mimpi yang mengerikan dan terasa nyata lebih dipengaruhi oleh pola makan dan diet yang tidak terkontrol daripada apa yang dimakan.

Meskipun demikian, makan larut malam dapat menyebabkan tidur terganggu, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2019 di jurnal Molecular Nutrition and Food Research.

Ini karena ritme sirkadian tubuh—jam internal yang mengatur siklus tidur-bangun tubuh—saat tubuh bekerja keras untuk mencerna makanan tidak dapat dikontrol, sehingga mengganggu pola tidur alami.

Menurut Sleep Foundation, tidak cukup tidur atau tidur yang tidak teratur dapat memicu mimpi buruk yang terasa nyata. Jadi, hindari makan keju maupun camilan larut malam lainnya untuk memastikan Anda mendapatkan tidur yang berkualitas.

2 dari 4 halaman

2. Semua Orang Butuh Tidur 8 Jam Setiap Hari

Tidak ada jawaban pasti mengenai berapa lama waktu tidur yang dibutuhkan setiap orang, tetapi terdapat rekomendasi umum bagi setiap kelompok umur, ucap peneliti Guy Meadows.

Misalnya, rata-rata orang dewasa butuh tidur selama tujuh hingga sembilan jam menurut National Sleep Foundation Guidelines, tetapi beberapa orang mungkin membutuhkan sedikitnya enam atau malah 10 jam untuk tidur.

Berapa banyak tidur yang dibutuhkan ditentukan oleh tahapan hidup yang tengah dilalui, kesehatan serta jumlah energi yang dikeluarkan tubuh setiap harinya.

"Masing-masing individu membutuhkan jumlah tidur yang tepat untuk menjaga kesehatan yang baik, dan itu bervariasi bagi setiap individu," ujar Meadows.

3. Kamar Tidur yang Hangat Meningkatkan Kualitas Tidur

Lingkungan tidur yang lebih dingin, dengan suhu antara 65 hingga 70 derajat Fahrenheit atau sekitar 18 hingga 21 derajat Celcius direkomendasikan untuk mendapatkan istirahat terbaik, menurut sebuah studi tahun 2019 di Sleep Health.

Suhu yang lebih tinggi dari ini dapat menciptakan suasana panas dan pengap yang dapat menyebabkan kualitas tidur menurun. Mengkombinasikan seprai dan selimut membantu Anda untuk mengatur suhu di malam hari dengan lebih mudah sehingga mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik.

3 dari 4 halaman

4. Lansia Butuh Waktu Tidur yang Lebih Singkat

Ini adalah kesalahpahaman umum bahwa orang membutuhkan lebih sedikit tidur seiring bertambahnya usia. Seseorang tetap membutuhkan banyak tidur meski usianya terus merangkak naik, hanya saja, seringkali tidur menjadi hal langka lebih sulit didapat, menurut sebuah studi tahun 2019 di jurnal Sleep Health.

"Pada saat kita mencapai usia 50-an, kita telah kehilangan hingga 70 persen tidur nyenyak yang dimiliki di usia 20-an," tutur Meadows.

"Namun, rekomendasi bahwa orang dewasa yang lebih tua membutuhkan lebih sedikit tidur seiring bertambahnya usia adalah mitos. Penurunan durasi tidur nyenyak dan meningkatnya kondisi medis yang mengganggu tidur serta obat-obatan yang menyertainya membuatnya lebih sulit untuk mendapatkan tidur yang cukup berkualitas."

Masalah paling umum yang mengganggu tidur pada lansia termasuk meningkatnya kebutuhan untuk pergi ke toilet karena kandung kemih yang melemah, serta ketidaknyamanan fisik dan rasa sakit seperti radang sendi, kata Meadows.

Gangguan terkait tidur, misalnya sleep apnea dan sindrom kaki gelisah juga lebih sering terjadi pada lansia, menurut National Sleep Foundation.

4 dari 4 halaman

5. Tubuh Dapat Berfungsi dengan Baik meski Hanya Tidur Lima Jam

Meskipun benar bahwa beberapa individu tampak baik-baik saja meski hanya tidur sebentar, sebagian besar orang membutuhkan lebih banyak tidur. Menurut ulasan tahun 2017 di Sleep Medicine, durasi tidur yang lebih pendek dikaitkan dengan obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi.

Namun, para ilmuwan telah menemukan dua mutasi genetik yang memungkinkan individu untuk dapat tidur lebih singkat secara alami tanpa mengalami dampak kesehatan akibat kurang tidur. Meskipun demikian, mutasi ini jarang terjadi, dan kebanyakan orang membutuhkan waktu tidur lebih dari lima jam.

"Karena kebutuhan tidur biologis tertanam dalam gen, penting untuk dicatat bahwa seseorang tidak dapat mengubah dan mengontrol berapa banyak tidur yang dibutuhkan," jelas Meadows.

"Sangat penting untuk mengidentifikasi kebutuhan tidur seseorang, karena memenuhi kebutuhan ini sangat penting guna menjaga kesehatan yang baik."

6. Mendengkur Tidak Berbahaya

Dengkuran ringan sesekali mungkin tidak berbahaya, tetapi dengkuran keras yang terjadi secara konsisten merupakan gejala apnea tidur obstruktif (OSA), suatu kondisi di mana orang mengalami jeda napas atau pernapasan dangkal saat tidur.

Selain menjengkelkan bagi pasangan tidur, OSA dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius, seperti penyakit kardiovaskular, gagal jantung serta stroke, menurut situs Mayo Clinic. Jika Anda sering mendengkur dengan keras, konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan pemecahan masalah.

 

(Adelina Wahyu Martanti)