Liputan6.com, Jakarta - Pada beberapa kasus di luar negeri, efek samping vaksin Pfizer diduga menyebabkan kelumpuhan. Di jagad media sosial juga kerap unggahan berseliweran terkait usai divaksin Pfizer kemudian disebut-sebut mengalami lumpuh.
Lantas, adakah efek samping serius sampai berujung kelumpuhan dari vaksin Pfizer di Indonesia sendiri?
Baca Juga
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, tidak ada laporan Kejadian Ikut Pasca Imunisasi (KIPI) serius setelah seseorang divaksin Pfizer.
Advertisement
"Enggak ada (laporan efek serius akibat vaksin Pfizer)," ujarnya saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Senin, 23 Januari 2023.
Sampai saat ini, kebanyakan KIPI mengarah terhadap efek lokal. Berdasarkan studi uji klinik vaksin Pfizer pada subjek berusia 16 tahun atau lebih, efek samping lokal yang timbul adalah nyeri (84,1 persen), bengkak (10,5 persen), dan kemerahan (9,5 persen) pada area suntikan.
Sementara itu, efek samping sistemik pada vaksin COVID-19 Pfizer, antara lain:
- Kelelahan (62,9Â persen) dan sakit kepala (55,1 persen)Â
- Nyeri otot (38,3 persen) dan nyeri sendi (26,3 persen)Â
- Menggigil (31,9 persen) dan demam (14,2 persen)Â
- Mual (1,1 persen) dan lemah (0,5 persen)Â
- Limfadenopati (0,3 persen) -- pembengkakan atau pembesaran kelenjar getah bening
Kemungkinan Ada Risiko Stroke
Terkait dengan kelumpuhan, Centers for Disease Control and Prevention dan U.S. Food and Drug Administration Makanan AS sempat mengumumkan penyelidikan, kalau booster COVID-19 bivalen Pfizer menyebabkan stroke pada kelompok usia tertentu.
Tak ayal, hal itu menimbulkan kekhawatiran dan informasi yang salah (misinfomasi). CDC dan FDA mengumumkan penyelidikan mereka dalam siaran pers tanggal 13 Januari 2023.
Dalam rilis CDC dan FDA tertulis bahwa database yang disebut Vaccine Safety Datalink (VSD) mengidentifikasi sinyal keamanan. Seorang juru bicara CDC memberi tahu bahwa itu mirip dengan "peringatan atau indikasi" bahwa mungkin ada masalah keamanan dari vaksin Pfizer yang perlu diperhatikan.
VSD adalah proyek kolaborasi antara CDC dan organisasi perawatan kesehatan yang menyediakan data tentang vaksin untuk memantau keamanannya.
"Dengan menggunakan data VSD yang diperbarui setiap minggu, tingkat kejadian buruk yang terjadi pada orang yang telah menerima vaksin tertentu dibandingkan dengan tingkat kejadian buruk yang terjadi pada kelompok orang serupa yang belum menerima vaksin tersebut," menurut CDC.
"Jika tingkat efek samping di antara orang yang divaksinasi lebih tinggi daripada di antara kelompok pembanding, vaksin mungkin terkait dengan efek samping."
Mengutip Politifact berjudul, Does Pfizer’s COVID-19 booster increase stroke risk? ‘Very unlikely,’ agencies say, rilis CDC dan FDA pada November 2022 menunjukkan peringatan terkait vaksin Pfizer mungkin berhubungan dengan risiko stroke iskemik pada lansia.
Stroke iskemik terjadi ketika gumpalan darah atau partikel lain menyumbat pembuluh darah ke otak. Sistem VSD menemukan bahwa 130 orang berusia 65 tahun ke atas mengalami stroke dalam waktu 21 hari setelah menerima penguat Pfizer, dari 550.000 lansia yang menerima suntikan, kata juru bicara CDC kepada CNBC.
Advertisement
Risiko Kematian 19 Kali Lebih Kecil
Mayo Clinic memperkirakan bahwa 87 persen dari semua stroke adalah iskemik dan memengaruhi sekitar 800.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Stroke iskemik paling sering terjadi pada orang lanjut usia tetapi dapat terjadi pada semua usia.
Sinyal keamanan pada Vaccine Safety Datalink (VSD) bukanlah konfirmasi pasti bahwa vaksin COVID-19 adalah penyebab stroke. Namun, hanya peringatan akan kemungkinan tersebut, tegas juru bicara CDC.
"Penting untuk dicatat bahwa, hingga saat ini, tidak ada sistem keselamatan lain yang menunjukkan sinyal serupa dan beberapa analisis selanjutnya belum memvalidasi sinyal ini -- peringatan soal Pfizer sebabkan stroke," tegas juru bicara CDC.
Seorang juru bicara Pfizer mengatakan, keseluruhan bukti tidak menunjukkan bahwa booster menyebabkan stroke. CDC merekomendasikan agar orang berusia 6 bulan ke atas mendapatkan vaksinasi COVID-19, dan semua orang yang memenuhi syarat mendapatkan booster.
Menurut statistik CDC, booster COVID-19 yang diperbarui membuat risiko rawat inap hampir tiga kali lebih kecil kemungkinannya dan membuat risiko kematian 19 kali lebih kecil.
"Tetap up to date dengan vaksin adalah alat paling efektif yang kita miliki untuk mengurangi kematian, rawat inap, dan penyakit parah akibat COVID-19, seperti yang sekarang telah dibuktikan dalam berbagai penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan negara lain," jelas juru bicara CDC.