Liputan6.com, Jakarta Hari Gizi Nasional jatuh setiap tahun jatuh pada tanggal 25 Januari. Mengenai sejarah peringatan hari ini kita bisa kilas balik di tahun 1950-an.
Sejak Indonesia merdeka, ada upaya dalam meningkatkan perbaikan gizi pada masyarakat. Pada 1950 Menteri Kesehatan yang menjabat saat itu dokter Leimena mengangkat Profesor Poorwo Soedarmo sebagai Kepala Lembaga Makanan Rakyat (LMR) atau Instituut Voor Volksvoeding (IVV). Saat itu, IVV masih bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan yang dikenal sebagai Lembaga Eijckman.
Baca Juga
Lalu, pada 25 Januari 1951, LMR memulai pengkaderan tenaga gizi Indonesia dengan berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan. Kehadiran sekolah ini disusul dengan munculnya pendidikan tenaga gizi di perguruan tinggi di Indonesia.
Advertisement
Tanggal tersebut kemudian dipilih sebagai hari peringatan dalam upaya perbaikan gizi masyarakat Indonesia lewat Hari Gizi Nasional yang disepakati bersama.
Hari Gizi Nasional pertama kali diadakan oleh Lembaga Makanan Rakyat (LMR) pada pertengahan tahun 1960-an, kemudian dilanjutkan oleh Direktorat Gizi Masyarakat sejak tahun 1970-an hingga saat ini seperti mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan.
Adanya Hari Gizi Nasional bisa jadi momentum bagi banyak pihak untuk galang kepedulian serta meningkatkan komitmen berbagai pihak untuk bangun gizi bangsa Indonesia seperti disampaikan Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kementerian Kesehatan Ni Made Diah.
"HGN ini momentum penting menggalang kepedulian dan meningkatkan komitmen dari berbagai pihak untuk bersama-sama membangung gizi menuju bangsa sehat berpresastis melalui gizi seimabng dan produksi pangan berkelanjutan," kata Made Diah dalam temu Media beberapa hari lalu.
Tema Hari Gizi Nasional 2023
Setiap tahun, Kementerian Kesehatan mengangkat tema yang jadi perhatian penting. Untuk 2023, tema yang diambil Hari Gizi Nasional ke-63 adalah Protein Hewani Cegah Stunting.
"Terkait Hari Gizi Nasional 2023, Kemenkes bersama lintas sektor dan organisasi seperti POGI, Persagi, Pergizi Pangan juga kementerian lembaga lain sudah sepakat tahun in tema HGN adalah Protein Hewani Cegah Stunting," kata Made Diah.
Alasan mendasar tema tersebut diambil lantaran masih tingginya kasus stunting di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018 ada 30 persen anak RI yang stunting. Lalu, lewat intervensi pada 2021 terjadi penurunan angka stunting di 24,4 persen berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI).
Namun, angka 24 persen itu masih dalam kategori tinggi. Maka itu pemerintah menargetkan bisa mencapai di bawah 14 persen pada 2024.
Advertisement
Stunting dan Asupan Protein Hewani
Berbicara stunting memang erat kaitannya dengan asupan protein hewani. Dalam banyak literatur disebutkan asupan protein hewani yang cukup sesuai usia anak bisa mencegah terjadinya stunting.
"Studi yang dilakukan oleh Headey et.al (2018) menyatakan bahwa ada bukti kuat hubungan antara stunting dan konsumsi pangan hewani pada balita 6-23 bulan, seperti susu/produk olahannya, daging/ikan dan telur," kata Made Diah.
Maka dari itu, HGN kali ini mengangkat tema tersebut agar asupan protein hewani anak-anak Indonesia naik.
Memang seberapa konsumsi protein hewani orang Indonesia?
Berdasarkan Susenas 2022 masih cukup rendah untuk protein hewani. Berikut rinciannya yaitu kelompok ikan/udang/cumi/kerang 9,58 gram; daging 4,79 gram; telur dan susu 3,37 gram.
Data Food and Agriculture Organization (FAO) juga menunjukkan konsumsi telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk yang rendah di dunia. Berikut rinciannya: konsumsi telur antara 4-6 kg/tahun; konsumsi daging kurang dari 40 g/orang, serta konsumsi susu dan produk turunannya 0-50 kg/orang/tahun.
Bukan Cuma Stunting, Indonesia Punya 2 PR Lain Perihal Gizi
Selain stunting, Indonesia juga memiliki pekerjaan rumah lain terkait gizi yakni wasting dan overweight.
"Indonesia masih hadapi beban ganda dari masalah gizi yakni stunting, wasting dan overweight," kata Made Diah.
Stunting dan wasting sama-sama kondisi kekurangan gizi. Pada stunting adalah kondisi medis di mana seorang anak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Tubuh mereka tidak dapat mencapai ketinggian yang layak seperti anak-anak seusianya. Stunting juga berimbas pada tingkat intelegensia di bawah rata-rata.
Wasting adalah kekurangan gizi bila mengacu pada standar kurva WHO berat badan untuk tinggi badan kurang dari 2 SD mediannya.
Sementara itu, overweight atau kelebihan berat badan juga masih terjadi pada orang-orang di Tanah Air. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018 sekitar 8 persen populasi di Indonesia alami kelebihan berat badan lalu turun lewat data SSGI 2021 di angkat 3,8 persen.
Advertisement