Liputan6.com, Jakarta Beradaptasi pada suatu hal baru biasanya membutuhkan waktu. Tak hanya bagi orang dewasa, bayi pun membutuhkannya termasuk saat hendak berjumpa dengan Makanan Pendamping ASI atau yang lebih dikenal dengan sebutan MPASI.
Selama enam bulan pertama kehidupan bayi, yang diketahui olehnya hanya ASI. Itulah mengapa di fase-fase perkenalan dengan asupan lainnya saat MPASI, bayi kerap kali menolak dan melakukan Gerakan Tutup Mulut (GTM).
Baca Juga
Padahal, MPASI merupakan fase krusial untuk membantu tumbuh kembang anak. Mengingat ada risiko stunting yang mungkin dihadapi oleh anak jika gizi saat MPASI tidak tercukupi dengan baik.
Advertisement
Tantangan memberikan MPASI pada anak sendiri tak berhenti pada GTM. Dr dr Dian Pratamastuti, SpA mengungkapkan ada sederet tantangan lain yang biasanya ditemui saat proses memberikan MPASI. Lalu, apa sajakah itu?
"Pertama, ibu tidak paham setelah diberi MPASI, (bertanya) 'Kok bayi saya menyusunya kurang ya dok ya'. Jelas, namanya sudah makan, pasti frekuensi menyusuinya sudah akan berkurang," ujar Dian dalam virtual talkshow Crystal of the Sea bertema Upaya Bersama Mencegah Stunting ditulis Kamis, (26/1/2023).
Belum berhenti di sana, Dian mengungkapkan bahwa dirinya masih menemukan orangtua yang gagal memberikan MPASI pada anak lantaran susu yang diberikan terlalu banyak.
"Masih saya temui banyak orangtua gagal memberikan MPASI, karena apa? Susu masih diberikan banyak-banyak pada saat MPASI. Akhirnya mereka gagal dalam pemberian makan. Anak GTM. Bayi menolak dikasih makan. Kenyang terus, karena susunya kebanyakan," kata Dian.
Jumlah Cairan Saat MPASI Harus Disesuaikan
Dian menjelaskan, berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) UKK Nutrisi Metabolik, pemberian cairan per hari untuk bayi adalah 100 ml. Takaran itu kemudian harus dikalikan dengan berat badan.
"Contoh nih, bayinya berat 8 kilo di 6 bulan, jadi dia butuh 800 ml air per hari. Jadi ASI atau susu formula hanya butuh 600 ml itu maksimal. Jadi tolong dong 200 ml nya adalah cairan bebas diantaranya air putih, kuah sayur, air kaldu," kata Dian.
"Jadi jangan banyak nyusu, harus belajar banyak MPASI. Makanan padat (harus) diperkenalkan," tegasnya.
Selain itu, menurut Dian, MPASI tidak boleh melupakan faktor kenikmatan. Sehingga penting bagi para orangtua untuk tidak hanya menyiapkan MPASI yang sehat, melainkan juga harum dan lezat.
"Makanan harus enak, harus wangi, harus harum, lezat. Pakai gula dan garam. Enggak ada lagi, saya enggak mau menemui ibu yang enggak ngasih gula garam pada anaknya di MPASI," kata Dian.
Advertisement
Salah Satu Penyebab Anak GTM
Dian mengungkapkan bahwa jika MPASI yang disiapkan untuk anak tidak dibuat dengan lezat, harum, dan enak, maka ada kemungkinan anak akan mengalami GTM atau Gerakan Tutup Mulut.
"Alamat nanti di usia delapan atau 10 bulan, puncak-puncaknya anak menemui dokter anak karena masalah GTM. Bayi menolak makan, enggak mau makan, karena jawabannya pertama paling banyak karena makanannya hambar, enggak enak, enggak berbau harum," ujar Dian.
Terlebih menurut Dian, pada fase MPASI, anak-anak sebenarnya sedang belajar tentang hal baru pula. Seperti belajar makan, eksplorasi indera pengecap, penglihatan, dan peraba.
Serta, MPASI turut menjadi fase dimana anak baru belajar mengenali tekstur makanan. Itulah mengapa penting untuk memberikan MPASI yang tepat.
Perhatikan Pula Faktor Alergi
Lebih lanjut Dian mengungkapkan bahwa masalah lainnya yang biasa ditemui saat MPASI adalah anak memiliki alergi pada makanan tertentu.
"Tantangan lainnya dalam pemberian MPASI adalah bayi mengalami alergi makanan tertentu. Nah, kalau yang ini segera konsultasikan ke dokter spesialis anak untuk sama-sama dipilihkan, dicarikan makanan yang cocok untuknya," kata Dian.
"Ingat, jangan mentang-mentang anaknya alergi makanan tertentu, langsung dipantang seterusnya, enggak. Kita masih punya jenis protein lain untuk digantikan sebagai pengganti makanan yang diduga alergi," tambahnya.
Advertisement