Liputan6.com, Jakarta Produk antibodi monoklonal pertama yang diproduksi di dalam negeri, Rituxikal, telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Antibodi monoklonal secara sederhana diartikan sebagai antibodi hasil rekayasa di laboratorium yang berfungsi sebagai antibodi pengganti. Fungsinya yakni melindungi tubuh dari sel penyebab penyakit secara spesifik.
Baca Juga
Izin edar untuk produk Rituxikal diterbitkan BPOM pada 28 Desember 2022. Rituxikal sendiri merupakan produk buatan PT Kalbio Global Medika.
Advertisement
Rituxikal adalah produk biosimilar dengan kandungan zat aktif Rituximab yang digunakan untuk indikasi keganasan (kanker) pada Limfoma Non-Hodgkin (NHL) dan Leukemia Limfositik Kronik alias kanker darah. Rituxikal tersedia dalam bentuk larutan konsentrat yang diberikan secara intravena.
Produk Biosimilar adalah produk biologi dengan zat aktif yang sama dengan produk awal yang diproduksi di negara lain. Di mana profil khasiat, keamanan, dan mutu serupa dengan produk biologi yang telah disetujui sebelumnya.
Dalam hal ini, Rituxikal mengandung rituximab yang karakteristiknya similar (serupa) dengan rituximab inovator dengan nama dagang Mabthera.
Rituxikal awalnya terdaftar tanggal 5 Agustus 2019 atas nama PT Kalbe Farma sebagai obat impor produksi Sinergium Biotech S.A., Argentina yang dirilis oleh mAbxience S.A.U, Argentina. Kemudian PT Kalbio Global Medika, yang merupakan industri farmasi grup Kalbe Farma, menerima transfer teknologi dari Sinergium Biotech S.A., Argentina dan mAbxience S.A.U, Argentina, untuk dapat membuat produk Rituxikal di Indonesia.
Memecah Sel Kanker
Rituxikal merupakan produk antibodi monoklonal yang mengikat antigen transmembran CD20 pada limfosit sel B yang dihasilkan oleh sel kanker secara spesifik. Sehingga, menimbulkan reaksi imunologi yang memicu sel kanker lisis (pecah).
“BPOM memberikan izin edar Rituxikal berdasarkan pada hasil uji komparabilitas mutu, uji komparabilitas non-klinik, dan uji komparabilitas klinik Rituxikal yang dibandingkan dengan obat inovator Rituximab, yaitu Mabthera,” kata Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito saat hadir pada Konferensi Pers Persetujuan Produk Biologi Rituxikal (Rituximab) di Cikarang, Bekasi, Senin (30/01/2023).
“Hasilnya diketahui bahwa Rituxikal menunjukkan kesebandingan dengan Mabthera yang diproduksi Roche Diagnostics Gmbh, Germany,” tambahnya.
Dengan disetujuinya izin edar Rituxikal, maka dapat menambah alternatif akses pasien kanker untuk pengobatan Limfoma Non-Hodgkin (NHL) dan Leukemia Limfositik Kronik.
Advertisement
Tambah Daftar Produk Biologi
Di samping itu, Rituxikal juga menambah daftar produk biologi yang dapat diproduksi lokal di Indonesia setelah vaksin, Epoetin Alfa, Enoxaparin, dan Insulin.
Hal ini merupakan bentuk realisasi upaya mendukung cita-cita bangsa Indonesia dalam kemandirian produksi antibodi monoklonal dalam negeri.
Ini merupakan contoh kemandirian Indonesia terhadap akses ketersediaan obat dan vaksin di dalam negeri.
“Ini suatu inovasi baru terutama ini diproduksi di dalam negeri, suatu kebanggaan kita memproduksi produk antibodi monoklonal yang pertama ya biofarmasitikal untuk kanker.”
“Biasanya kan obat-obat kanker itu kimia, sekarang orang-orang juga menuju ke arah produk biologi yang efek sampingnya lebih rendah,” kata Penny.
Inovasi Terus Berlanjut
Penny juga berharap agar produk antibodi monoklonal dalam negeri ini bisa menjadi inspirasi untuk pengembangan obat lain.
“Inovasi tentunya terus berlanjut, produksi di sini hulu ke hilir lengkap dalam mengembangkan produk. Ini kan untuk kanker limfoma (kanker darah), untuk kanker lain mudah-mudahan sudah ada pengembangannya ya,” kata Penny.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Kalbio Global Medika Sie Djohan mengatakan bahwa produk serupa untuk kanker lainnya juga tengah dikembangkan.
"Jadi kami kembangkan juga untuk kanker payudara, untuk kanker usus (kolon)," kata Sie.
Dengan adanya pengembangan obat kanker ini, Penny berharap ke depannya Indonesia bisa menangani sendiri berbagai masalah kanker.
"Mudah-mudahan juga tidak terlalu mahal kalau diproduksi di dalam negeri, tapi tetap standar aspek keamanan, mutu, dan khasiatnya benar-benar sesuai dengan standar internasional," tutup Penny.
Advertisement