Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis bedah onkologi Yadi Permana mengatakan bahwa penggunaan KB hormonal dalam waktu yang panjang dan secara terus menerus meningkatkan faktor risiko kanker payudara.
"Sekali lagi ini, ini salah satu faktor risiko," kata Yadi dalam media briefing Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada 4 Februari bersama IDI pada Kamis (2/2/2023).
Baca Juga
Masih ada faktor risiko kanker lain seperti makanan, genetik serta lingkungan. Meski begitu, Yadi mengingatkan agar para wanita yang menggunakan KB hormonal seperti pil untuk tidak terus-menerus menggunakannya.
Advertisement
Pemakaian KB hormonal secara terus menerus antara 8 hingga 10 tahun meningkatkan risiko terkena kanker payudara 3-4 kali lipat dibandingkan wanita yang tidak mengonsumsi KB hormonal.
"Jadi, jika sudah mencoba berbagai macam KB seperti spiral tapi enggak cocok lalu mau pil KB itu jangan dibuat (dipakai) delapan tahun nonstop. Harus ada jeda," kata Yadi lagi.
Â
Alternatif Alat Kontrasepsi Lain
Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatur atau menunda kehamilan selain pil KB. Bila sudah memakai pil KB beberapa waktu lalu jeda dengan alat kontrasepsi lain.
Yadi mengatakan, penting melibatkan pria dalam mencegah perempuan memiliki faktor risiko kanker payudara. Salah satunya dengan berkenan memakai kondom saat berhubungan seksual.
"Yang palling aman? Yang laki-laki mengalah memakai kondom. Mau enggak mau dalam menurunkan kanker payudara bukan cuma ibu atau perempuan yang menjalakan upaya menurunkan kanker," kata Yadi.
Â
Â
Advertisement
Kanker Payudara di RI
Kanker payudara menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak di Indonesia. Kanker satu ini juga menjadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker.
Data Globocan tahun 2020, jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6%) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. Sementara itu, untuk jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa kasus mengutip laman resmi Kemenkes RI.Â
Sekitar 43 persen kematian akibat kanker bisa dikalahkan manakala pasien rutin melakukan deteksi dini dan menghindari faktor risiko penyebab kanker.
Selain angka kematian yang cukup tinggi, penanganan pasien kanker yang terlambat menyebabkan beban pembiayaan yang kian membengkak. Pada periode 2019-2020, pengobatan kanker telah menghabiskan pembiayaan BPJS kurang lebih 7,6 triliun rupiah.