Sukses

Komisi IX DPR Ingin Penyebab Gagal Ginjal Akut pada Anak Dibuka Blak-blakan

Informasi penyebab gagal ginjal akut pada anak di DKI Jakarta harus dibuka transparan.

Liputan6.com, Jakarta - Penyelidikan secara mendalam masih dilakukan untuk mengetahui penyebab dan riwayat minum obat dari dua kasus gagal ginjal akut pada anak yang dilaporkan di DKI Jakarta. Satu kasus yang dilaporkan sudah terkonfirmasi gagal ginjal akut dan dinyatakan meninggal, sedangkan satu kasus lagi kategori suspek. 

Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyarankan, agar ada keterbukaan kepada publik terkait informasi terbaru kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).

"Artinya, ketika sudah mengetahui penyebab dan kronologi pasien yang mengalami GGAPA harus disampaikan kepada publik. Ini untuk antisipasi masyarakat,” ucapnya melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 6 Februari 2023.

Adanya laporan kasus baru gagal ginjal akut anak membuat banyak pihak prihatin. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta melaporkan kedua kasus masih dilakukan penyelidikan epidemiologi.

Tercatatnya, satu anak meninggal pada kasus baru ginjal akut, menambah daftar panjang anak yang meninggal akibat GGAPA. Hingga 31 Oktober 2022, Komisi IX DPR mencatat, ada 323 anak mengalami GGAPA dan 190 anak meninggal.

Gagal ginjal akut ini diakibatkan oleh cemaran Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas yang terkandung pada obat sirup terutama penurun demam. Kasus GGAPA sempat tidak dilaporkan karena penghentian obat sirup yang diduga ada cemaran EG.

“Sangat memprihatinkan kasus GGAPA kembali dilaporkan,” imbuh Edy.

2 dari 3 halaman

Dukung Penyelidikan Penyebab Ginjal Akut

Pemerintah melakukan tindakan antisipatif dalam menentukan penyebab dua kasus ginjal akut baru yang dilaporkan.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ahli epidemiologi, dan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) DKI.

Kemudian farmakolog, para guru besar, dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

“Saya mendukung upaya Kemenkes melibatkan IDAI, BPOM, ahli epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, Puslanfor, dan para pakar untuk mengungkap penyebab pasti (kasus gagal ginjal akut),” lanjut Edy Wuryanto, yang merupakan anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Langkah selanjutnya, Kemenkes akan kembali mengeluarkan surat kewaspadaan kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Organisasi Profesi Kesehatan terkait dengan kewaspadaan tanda klinis gagal ginjal akut dan penggunaan obat sirup meskipun penyebab kasus baru ini masih memerlukan investigasi lebih lanjut.

3 dari 3 halaman

Dua Kasus Baru Gagal Ginjal Akut

Berdasarkan informasi Kemenkes, satu kasus konfirmasi gagal ginjal akut berusia 1 tahun. Ia mengalami demam pada tanggal 25 Januari 2023 dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merek Praxion.

Pada tanggal 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria) kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta Timur untuk mendapatkan pemeriksaan. Pada tanggal 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.

Dikarenakan ada gejala ginjal akut, maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan pulang paksa. Pada tanggal 1 Februari, orangtua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD dan pasien sudah mulai buang air kecil.

"Pada tanggal 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi Fomepizole, namun 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia," kata Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril, Senin (6/2/2023).

Sementara satu kasus lainnya masih merupakan suspek, berusia 7 tahun. Ia mengalami demam pada tanggal 26 Januari 2023, kemudian mengonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.

Pada tanggal 30 Januari mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas. Pada tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan.

Pada tanggal 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk. Saat ini, masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta dan sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini.