Liputan6.com, Jakarta Harga vaksin COVID-19 direncanakan dipatok Rp100.000 jika Indonesia sudah bertransisi masuk endemi COVID-19. Lantas, apakah harga tersebut hanya diperuntukkan untuk produk vaksin buatan Indonesia seperti IndoVac dan InaVac?
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Siti Nadia Tarmizi, pertimbangan pemasaran produk vaksin COVID-19 nantinya tergantung dari pemegang lisensi industri farmasi yang bersangkutan.
Baca Juga
Walau begitu, dalam pemasaran produk vaksin COVID-19 di Indonesia yang menjadi catatan penting adalah produk tersebut harus memeroleh izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Pada vaksin COVID-19, BPOM mengeluarkan Izin Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization/EUA).
Advertisement
"Ini akan pilihan ya, artinya pemegang lisensi tetap bisa memasarkan produknya selama sudah ada izin edar dari BPOM," terang Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Jumat, 10 Februari 2023.
Pernyataan harga vaksin COVID-19 Rp100.000 disampaikan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR. Bahwa seharusnya harga vaksin dapat diterima lantaran hal tersebut sudah termasuk biaya lain di luar harga vaksin itu sendiri.
"Vaksin ini kan harganya sebenarnya di bawah Rp100.000 lah, vaksinnya belum pakai ongkos. Harusnya ini pun bisa dicover oleh masyarakat secara independen gitu kan. Tiap enam bulan sekali Rp100.000, kan menurut saya sih suatu angka yang masih make sense ya," jelasnya di Komplek Perlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Akses Vaksin Gratis dengan Produk Dalam Negeri
Pada Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR, Selasa (24/1/2023), Budi Gunadi Sadikin menyebut, masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan tetap bisa menerima vaksin COVID-19 secara gratis di masa endemi nanti.
Bagi peserta PBI, vaksin COVID-19 akan dimasukkan ke dalam paket PBI. Dalam hal ini, peserta PBI dapat mengakses vaksin secara gratis.
"Vaksinasi yang gratis akan kami paketkan ke dalam PBI dan itu hanya vaksin dalam negeri, sedangkan vaksin lain ya akan kita masukkan seperti vaksinasi rutin saja seperti vaksin influenza," jelas Menkes Budi Gunadi di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
"Jadi toh harganya berkisar antara 5 sampai 10 dolar AS, kalau saya lihat harga vaksin di dunia. Kalau 10 dolar AS, artinya di bawah Rp200.000."
Rencana strategi vaksin COVID-19 PBI dan non PBI, masyarakat miskin dapat ditanggung gratis melalui mekanisme BPJS Kesehatan. Sedangkan, kelompok non PBI dapat membeli vaksin sendiri.
"Sehingga dengan demikian, beban negara akan terkonsentrasi masyarakat yang miskin saja dan itu akan dicover dengan mekanisme normal melalui PBI. Itu rencana kami ke depannya," Budi Gunadi melanjutkan.
Advertisement
Dapat Dibeli di Apotek dan RS
Menkes Budi Gunadi Sadikin juga membuka opsi soal vaksin COVID-19 akan bisa dibeli di apotek dan rumah sakit. Rencana ini dijalankan bila terjadi perubahan pencabutan status pandemi dalam masa transisi ini.
Rencana vaksin COVID-19 yang tersedia di apotek dan rumah sakit nanti ditujukan kepada non Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Sehingga mereka dapat membeli vaksin sendiri.
"Nanti untuk yang non PBI, masyarakat akan kami buka bisa membeli vaksinnya sendiri dari apotek apotek dan rumah sakit-rumah sakit," beber Budi Gunadi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 24 Januari 2023.
"Secara umum, sama seperti kalau kita mau melakukan vaksinasi meningitis atau vaksinasi influenza yang umum bisa dilakukan."
Adapun vaksin COVID-19 berbayar, bila Indonesia sudah masuk endemi, rencana itu termasuk bagian dari strategi menuju masyarakat yang 'akan kembali hidup normal.' Seperti halnya, vaksin-vaksin lain yang dapat diakses mandiri oleh masyarakat.
Intervensi Pemerintah pada masa transisi ke endemi juga diturunkan, sementara kesadaran masyarakat terhadap kesehatannya diharapkan dapat ditingkatkan.
"Kita untuk mengubah dari status pandemi ke endemi, yang paling penting sebenarnya adalah intervensi Pemerintah diturunkan, partisipasi masyarakat ditingkatkan," terang Menkes Budi Gunadi, Rabu (25/1/2023).
"Seperti demam berdarah atau saat flu kan Pemerintah enggak mengintervensi, menyuruh masyarakat ngatur-ngatur gitu kan. Tapi masyarakat diedukasi dan memahami bahwa kalau kita sakit, obatnya flu. Kalau sakit minum apa, karena memang medisnya sudah tersedia."