Liputan6.com, Lombok - Nyale atau cacing laut tentunya jadi hewan yang sudah tidak lagi asing bagi warga lokal di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Siapa sangka, ternyata cacing laut satu ini punya kandungan gizi tinggi, lho.
Tak hanya itu, nyale pun merupakan pangan lokal yang bisa dijadikan alternatif sumber protein hewani. Hal tersebut lantaran kandungan protein pada nyale memang terbilang cukup tinggi.
Baca Juga
Dalam kegiatan bersama Danone Indonesia, Dokter Spesialis Gizi Klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam mengungkapkan bahwa bagi warga NTB, nyale memang bisa dijadikan salah satu protein hewani yang mudah ditemui.
Advertisement
Terlebih Festival Bau Nyale baru saja berlangsung pada 10-11 Februari 2023.
"Banyak potensi pangan lokal di setiap daerah di Indonesia yang bisa menjadi sumber protein hewani. Salah satunya Lombok, yang memiliki beragam pangan potensial yang cukup terkait dengan protein hewani untuk memenuhi gizi anak," ujar Nurul dalam acara Aksi Gizi Generasi Maju di Lombok, NTB pada Jumat, 10 Februari 2023.
"Seperti ikan, udang, cumi-cumi, dan kerang. Contoh lain adalah nyale yang ternyata kaya protein hewani hingga sebanyak 43,84 persen. Sedangkan telur ayam mengandung 12,2 persen dan susu sapi sekitar 3,5 persen," tambahnya.
Tak berhenti di sana, Nurul mengungkapkan bahwa nyale juga memiliki kandungan zat besi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat lainnya.
"(Nyale) kadar zat besinya cukup tinggi mencapai 857 ppm. Sangat tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat yang 80 ppm," kata Nurul.
Hal Penting yang Perlu Diketahui
Dalam kesempatan yang sama, Nurul mengungkapkan bahwa nyale bisa dikonsumsi lantaran berbeda dengan cacing biasa pada umumnya. Sehingga jika diolah dengan tepat, tak perlu takut berbahaya bagi kesehatan.
"Memang dia (nyale) itu kandungan proteinnya tinggi, dan kita enggak terlalu takut kalau cacing laut begitu karena dia munculnya sekali-sekali saja, sekali setahun," kata Nurul.
"Kemudian dia juga munculnya dalam kondisi tertentu dimana dia sangat dipengaruhi musim. Berbeda dengan cacing sungai atau cacing tanah, itu beda," tambahnya.
Konsumsi cacing tanah atau cacing laut untuk jadi protein hewani sendiri memang harus dihindari. Lagi-lagi, karena kadar protein dan higienitasnya berbeda.
"Kalau cacing tanah itu memang kita harus hindari, karena dia ada telurnya cacing yang sangat berbahaya dan bikin jadi kecacingan. Beda sama ini (nyale), kalau ini dari segi higienitasnya dia memang lebih berbeda dengan yang cacing tanah atau cacing sungai," ujar Nurul.
Advertisement
Aturan Makan Nyale, Jangan Setiap Hari
Nurul mengungkapkan bahwa dalam aturan makannya, ia tidak menganjurkan agar nyale benar-benar dikonsumsi setiap hari. Terlebih, nyale memang hanya muncul setahun sekali.
"Kalau setiap hari tentu saja enggak. Dia juga munculnya jarang-jarang. Ini cuma sebagai rekreasional bahwa ada modifikasi dan variasi lain disamping ada telur, ada ayam, itu ada nyale," kata Nurul.
Sedangkan dalam hal mengolahnya, Nurul mengungkapkan bahwa nyale bisa diolah dengan cara apapun. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana proses mengolahnya.
"(Cara) apapun oke. Prinsipnya kalau makanan, entah itu hewani atau apapun, kalau prosesnya dalam suhu tinggi, kalau goreng itu kan suhu tinggi, itu banyak komponen yang rusak memang secara umum," kata Nurul.
Dipepes dan Diolah dengan Santan Bisa Jadi Pilihan
Lebih lanjut Nurul mengungkapkan bahwa dari prinsip pengolahan makanan tersebut, maka ia lebih menyarankan nyale untuk dipepes atau dimasak bersama dengan santan untuk melengkapinya. Bukan digoreng.
"Jadi kalau dilihat dari cara-cara itu, memang yang bagus itu dipepes ataupun (diberi) santan. Terus santan kan ada kandungan lemaknya, jadi penyerapnya saling membantu satu sama lain," ujar Nurul.
Sedangkan Nurul menambahkan, kandungan protein pada nyale bisa menjadi lebih padat jika dibuat menjadi pepes. Hal tersebut dikarenakan prosesnya berbeda, sehingga kandungan protein bisa lebih padat.
"Kalau pepes, dia kan dibungkus, terus dia dikukus dalam wadah kukusan. Sehingga protein yang ada di dalamnya jadi lebih padat," ujar Nurul.
Advertisement