Sukses

9 Pasien Terinfeksi Virus Marburg Meninggal Dunia, Gejalanya Ada yang Sampai Muntah Darah

Pasien terinfeksi Virus Marburg merasakan gejala seperti demam, lelah, diare hingga muntah darah.

Liputan6.com, Jakarta - Paling tidak sudah sembilan orang meninggal gegara virus Marburg di Equatorial Guinea, Afrika. Mereka yang terinfeksi virus itu merasakan kondisi tidak menyenangkan seperti demam, lelah, diare, hingga muntah darah.

Virus Marburg masih satu golongan dengan virus Ebola, yaitu filovirus (Filoridae). Penularan ke manusia pun dari kelelawar.

Lalu, penularan virus Marburg disebarkan antar manusia lewat cairan tubuh orang yang terinfeksi dan pada permukaan yang kontak dengan cairan tersebut. Misalnya sprei atau alas tidur.

"Virus Marburg sangat menular," kata Direktur Regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti.

Untungnya, Equatorial Guinea lagsung bergerak cepat dan tegas dalam mengonfirmasi serta tanggap sehingga bisa menghentikan virus Marburg sesegera mungkin kata Moeti lagi mengutip NY Post pada Kamis, 16 Februari 2023.

Gejala Virus Marburg

Dalam banyak kasus, gejala penyakit virus Marburg muncul sekitar satu minggu setelah seseorang terinfeksi virus.

Pasien bisa merasakan: demam, rasa tidak nyaman, sakit kepala, permasalahan di pencernaan seperti diare mual dan kram perut. 

Setelah berhari-hari terinfeksi, WHO menyebut pasien akan memiliki mata cekung, wajah tanpa ekspresi, lesu ekstrem.

Pada kasus fatal, biasanya seseorang bisa mengalami gejala virus Marburg sampai muntah darah serta pendarahan pada hidung, gusi, dan vagina.

Angka kematian akibat penyakit ini memang tinggi, berkisar dari 25 sampai 80 persen dan belum ada obat serta vaksinnya.

2 dari 3 halaman

WHO Kirim Ahli Medis

WHO sudah mengirim ahli medis dan peralatan pelindung untuk membantu mencegah penularan virus Marburg di  Equatorial Guine . WHO berharap jangan sampai penularan tersebut meluas ke negara lain.

Sementara itu, Kamerun yang berbatasan dengan Equatorial Guinea mendapati suspek yang dicurigai menderita virus Marburg pada Senin kemarin. Maka dari itu, pengawasan di perbatasan negara tersebut diketatkan.

"Pengawasan di lapangan telah ditingkatkan," kata perwakilan WHO di Equatorial Guinea, George Ameh.

"Kami telah mengerahkan kembali tim COVID-19 yang ada di sana untuk pelacakan kontak kasus virus Marburg dan dengan cepat memasangnya kembali untuk benar-benar membantu kami," kata Ameh.

3 dari 3 halaman

Virus Marburg Bukan Penyakit Baru

Bagi kita, virus Marburg mungkin baru terdengar. Sebenarnya, wabah penyakit ini bermula pada 1967 di Kota Marburg, Jerman serta di Belgrade, Serbia. Penyakit ini pun diberi nama sesuai kota tempat pertama ditemukan.

“Penyakit ini bermula dari penelitian pada monyet dari Uganda yang diperiksa di Lab di Jerman. Jadi ini bukan penyakit baru,” kata Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Rabu (15/2/2023).