Liputan6.com, Jakarta - Penyediaan antivenom atau anti bisa ular dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) untuk disebarkan ke banyak rumah sakit di tingkat provinsi pada tahun ini.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, saat ini antivenom yang telah dibeli pemerintah baru tersedia di fasilitas pusat dengan tiga jenis meliputi:
Baca Juga
- Daboia Siamensis Antivenom
- King Cobra Antivenom atau antivenom ular king kobraÂ
- Neuro Polivalent Antivenom (Thailand).
Belum Semua Rumah Sakit Memiliki Antivenom atau Anti Bisa Ular
Sayangnya, proses penyediaan antivenom dilakukan secara bergiliran. Oleh sebab itu, kata Nadia, untuk saat ini kasus gigitan ular dapat ditangani dengan metode pertolongan pertama yang telah diketahui oleh para petugas puskesmas.
Advertisement
Jadi, pergi ke puskesmas maupun layanan kesehatan lainnya menjadi langkah awal yang tepat. "First aid (penanganan awal) diperlukan agar tidak terjadi reaksi seperti imobilisasi,' kata Nadia.
Bagaimana Pertolongan Pertama Digigit Ular Berbisa?
Namun, pertolongan pertama juga dapat dilakukan secara mandiri guna menghemat waktu sebelum pergi ke fasilitas kesehatan.
Menurut Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan pada Pekerjaan, langkah-langkah pertolongan pertama yang dapat dilakukan, antara lain:
- Mengambil foto ular yang menggit dari jarak yang aman jika memungkinkan
- Mengetahui jenis ular dapat membantu dalam penanganan profesional nantinya
- Tetap tenang
- Berbaring atau duduk dengan memposisikan bagian tubuh yang tergigit dalam posisi yang nyaman
- Melepas cincin, jam tangan, atau aksesoris lainnya, serta pakaian (jika memungkinkan) sebelum terjadi pembengkakan
- Membasuh gigitan dengan sabun dan air
- Menutup gigitan dengan kain bersih dan kering
- Menandai lokasi gigitan dan mencatat waktu gigitan untuk dilaporkan kepada profesional
Bagaimana Anti Bisa Ular Termasuk Antivenom Ular Dibuat?
Dilansir dari University of Melbourne, antivenom telah ada sejak tahun 1890-an. Langkah awal pembuatan antivenom adalah dengan memperoleh racun hewan yang caranya berbeda-beda untuk tiap hewan.
Ular dan laba-laba jaring corong diperah untuk diambil racunnya. Sedangkan antivenom untuk stonefish atau genus ikan pari, laba-laba redback, dan ubur-ubur kotak dilakukan dengan pembedahan.
Setelah itu, dosis kecil dari racun disuntikkan kepada hewan, seperti kuda, kelinci, domba, dan anjing. Secara bertahap, dosis ditambah agar seiring berjalannya waktu hewan dapat membangun toleransi terhadap racun sebagai zat asing.
Ketika telah sepenuhnya dapat menoleransi racun, hewan dapat menghasilkan antibodi terhadap racun tersebut.Â
Kemudian, antibodi dapat diambil dengan mengambil darah hewan dan memisahkan antibodi dari darahnya.
Akhirnya, melalui serangkaian tahap pencernaan dan pemrosesan, antibodi dimurnikan.
Ketika disuntikkan kepada pasien, antibodi akan terikat dengan racun dan terjadi netralisasi racun dalam tubuh pasien.Â
Advertisement
Gejala Gigitan Ular
Sebelum mendapatkan pertolongan dari gigitan ular, penting untuk mengetahui tanda atau gejala gigitan ular.
Meskipun gejalanya dapat beragam tergantung pada jenis ular, berdasarkan Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan pada Pekerjaan, gejala umum gigitan ular adalah sebagai berikut.
- Tanda tusukan pada luka.
- Kemerahan, bengkak, memar, berdarah, atau melepuh di sekitar gigitan.
- Nyeri pada lokasi gigitan.
- Mual, muntah, atau diare.
- Kesulitan bernapas (dalam kasus ekstrem, pernapasan dapat berhenti total).
- Detak jantung cepat, detak nadi lemah, tekanan darah rendah.
- Penglihatan terganggu.
- Rasa metalik, mint, atau karet pada mulut.
- Peningkatan air liur dan berkeringat.
- Mati rasa atau kesemutan di sekitar wajah dan/atau anggota tubuh.
- Otot berkedut.