Liputan6.com, Jakarta Wacana vaksin booster COVID-19 berbayar disampaikan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Menurutnya, vaksin berbayar akan dilakukan setelah status kedaruratan atau status pandemi dicabut.
Baru-baru ini, timbul tanya soal booster berbayar yang isunya akan dimulai pada Agustus 2023. Memang iya? Terkait hal ini, Juru Bicara COVID-19 Kemenkes RI Mohammad Syahril memberi jawaban bahwa hingga saat ini vaksin COVID-19 masih gratis.
Baca Juga
“Sampai saat, ini kita masih mengatakan bahwa seluruh pengobatan termasuk vaksinasi itu masih dibiayai dan ditanggung pemerintah. Nah, kalau vaksinasi berbayar itu belum ada wacana pemberlakuan waktunya karena ini berkaitan dengan status kedaruratan COVID-19,” kata Syahril dalam konferensi pers virtual ditulis Selasa, 21 Februari 2023.
Advertisement
Dia menambahkan, jika status kedaruratan dicabut oleh pemerintah, maka sebagian masyarakat harus ikut memberikan perhatian dan menanggung hal-hal yang berkaitan dengan suatu dampak dari endemi COVID-19.
“Contoh, kalau kita sudah mencabut kedaruratan, maka nanti pembiayaan itu tidak seperti sekarang ini semuanya akan dikembalikan ke suatu mekanisme pembiayaan. Apakah bisa dibayarkan melalui mekanisme jaminan kesehatan nasional (JKN) atau bisa mandiri atau asuransi, begitu juga dengan vaksinasi,” katanya.
“Artinya ketika kedaruratan sudah dicabut, masyarakat harus ikut menanggung beban ini agar beban negara tidak terlalu tinggi lagi karena bukan status kedaruratan lagi.”
Soal Pencabutan Status Kedaruratan
Syahril pun memberi penjelasan soal pencabutan status kedaruratan dan belum dapat memastikan bahwa pencabutannya pada Agustus.
“Mudah-mudahan ya, artinya mudah-mudahan bukan hanya Indonesia tapi bangsa lain pun mengusahakan status pandemi ini bisa dicabut apabila parameter sudah sangat terkendali,” ujar Syahril.
“Nah untuk waktunya kami tidak bisa menjawab pasti tentu akan menunggu untuk kebijakan atau apa yang disampaikan presiden di kemudian hari tentang pencabutan.”
Soal pencabutan, ada dua hal yang perlu dicabut untuk menandakan bahwa situasi pandemi telah berakhir.
Pertama, pencabutan kedaruratan di Indonesia. Dan kedua, pencabutan pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Jadi ada dua soal pencabutan, ada pencabutan kedaruratan di Indonesia karena yang baru dicabut adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM-nya kemudian yang kedua adalah kedaruratan pandemi yang menjadi wewenang WHO,” katanya.
Advertisement
Situasi Pandemi Indonesia
Dalam kesempatan yang sama, Syahril juga menyampaikan situasi pandemi COVID-19 terkini di Indonesia.
Menurutnya, PPKM sudah dicabut sejak 30 Desember 2022. Hingga 20 Februari 2023, pencabutan tersebut tidak membuat parameter pengendalian COVID-19 terganggu.
Hal ini dibuktikan dengan kasus COVID-19 yang sangat sedikit yakni 113 per 19 Februari 2023.
“Kalau dibandingkan dengan kasus harian selama seminggu ke belakang, kita turun 14,9 persen. Sebelumnya 200-an per hari tapi Alhamdulillah di 19 Februari ini pasien kita 113,” Syahril mengatakan.
Pada parameter angka kematian, secara kumulatif pasien yang meninggal per harinya ada dua orang. Ini menurun jika dibandingkan seminggu ke belakang.
“Penurunannya sebesar 31,25 persen.”
Transmisi Komunitas Level 1
Sedangkan, pasien rawat inap jumlahnya naik sekitar 1,5 persen, tapi jumlah keterisian tempat tidur (BOR) turun 2,41 persen.
“Begitu juga dengan angka positivity rate, saat ini kita ada di angka 1,2 persen. Jadi secara total kami ingin sampaikan keempat parameter menunjukkan kita masuk dalam transmisi komunitas level 1 sebagaimana yang distandarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).”
Selain itu, Syahril juga menyampaikan soal survei serologi antibodi SARS-CoV2 yang dilakukan pada Januari lalu.
“Alhamdulillah antibodi COVID-19 penduduk Indonesia 99 persen, naik 0,5 persen dari survei serologi yang dilakukan pada bulan Juli 2021," pungkasnya.
Advertisement