Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memberangkatkan tim relawan medis terdiri dari dokter umum dan dokter spesialis, untuk membantu penanganan korban gempa Turki. Seperti diketahui Turki dan Suriah diguncang gempa 7,8 Magnitudo pada 6 Februari 2023 yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan.
Salah satu yang turut terjun sebagai relawan adalah Ketua IDI Wilayah Aceh, Safrizal Rahman. Ia ditempatkan di lokasi pengungsian mandiri tepatnya di Adana, Turki.
Baca Juga
Menurut Safrizal, salah satu hal yang ia dapatkan selama menjadi relawan di sana mengenai sistem penanganan bencana.
Advertisement
“Kalau kita melihat kehancuran yang sangat berat sebagai dampak gempa ini memang (bencana ini) mengakibatkan banyaknya orang yang kehilangan nyawa dan tempat tinggal. Tetapi kita harus mengakui kemampuan Turki dalam mengelola bencana sangatlah baik,” ungkapnya dalam media briefing yang diadakan oleh PB IDI, Selasa (21/2/2023).
Berdasarkan pandangan mata dokter spesialis ortopedi tersebut, masyarakat pengungsi di daerahnya telah mendapatkan tempat yang layak pada hari ketiga sampai hari kelima.
“Ada yang dievakuasi ke luar dari tempat bencana, juga di tenda-tenda yang mereka siapkan dengan cepat dan sangat baik, termasuk adanya penghangat mengingat sedang musim dingin di Turki,” ungkapnya.
Kondisi Penanganan Pasien di Turki
Safrizal juga menyorot mengenai pelayanan kesehatan pada korban gempa Turki. Pasien yang dibantu sebagian besar luka ringan.
“Kami memberikan pertolongan dengan kekuatan yang kami miliki. (Pasien) yang kami bantu tidak ada yang dalam kondisi berat seperti patah tulang, hanya luka ringan,” jelasnya.
Pasien yang mengalami cedera berat sudah terlebih dahulu ditangani dengan baik.
Berdasarkan pernyataannya, di kamp pengungsian besar Kahramanmaras terdapat sekitar 8.000 pengungsi. Posko-posko kesehatan di sana juga diurus dengan sangat baik.
Turki juga menjadwalkan seluruh provinsi untuk secara bergantian mengirimkan dokter yang bertugas.
“Karena itu, tidak begitu banyak peran dari kami membantu dalam hal ini karena mereka sudah berada dalam kondisi menyelesaikan respons awal dari para pasien,” ia menambahkan.
Menurut pengamatan Safrizal, banyak bantuan yang turun dan terus berjalan di posko-posko pengungsian. Dokter sekaligus pengajar Universitas Syiah Kuala tersebut berpendapat, pengelolaan logistik di Turki sangat baik.
“Tempat logisik dibedakan menjadi logistik kebutuhan anak, logistik makanan, logistik penghangat, dan lain-lain. Jadi, mereka memilah bantuan yang diberikan berdasarkan tempatnya. Hal ini tentu memudahkan pengungsi,” ungkapnya.
Selain logistik, struktur di posko-posko pengungsian juga terkendali dengan baik. "Posko pengungsian dipimpin oleh militer, sehingga sangat tertib, bersih, dan teratur. Hal ini yang barangkali, kita harus belajar banyak dari penanganan bencana di Turki," jelasnya.
Advertisement
Kondisi WNI Korban Gempa Turki
Safrizal melaporkan, dalam gempa susulan yg berkala 6,4 Magnitudo pada 20 Februari, terdapat 3 korban jiwa dan 130 pasien luka-luka. Dari data yang terhimpun, tidak terdapat korban WNI.
“Namun, saya mendapatkan kabar ada seorang pelajar Indonesia yang sempat lompat dari lantai 2 tempat tinggalnya, tetapi (ia) hanya mengalami luka lecet biasa,” jelasnya.
Safrizal juga bercerita mengenai korban gempa Turki yang terjadi 6 Februari 2023. Diantaranya adalah ibu dan anak berhasil selamat meski perlu mendapatkan perawatan medis.
“Kondisinya baik-baik saja, tetapi anaknya sempat mengalami dehidras dan hipotermia. Oleh karena itu, ia masih dirawat,” ia menambahkan.
Menurut informasi dari perempuan tersebut, ada 14 orang korban jiwa dari keluarga dari suaminya yang merupakan warga negara Turki.
Kondisi Mental Korban Gempa Turki
Safrizal menuturkan bencana besar seperti gempa Turki bisa menimbulkan banyak kasus trauma yang nantinya harus lebih diwaspadai. Terlebih pada banyak pasien yang selamat perlu menjalani operasi pengulangan. Operasi dilakukan sebagai bentuk penanganan terhadap infeksi pada daerah luka dalam kondisi darurat.
“Ketika dilakukan operasi pertama, penanganan sangat baik dan bersih. Jadi, mudah-mudahan angka keperluan operasi ulangan bisa berkurang,” ungkapnya berharap.
Meskipun begitu, Safrizal mengakui secara realistis, di lapangan bisa dilihat bahwa kondisi mental masyarakat Turki sangat butuh bantuan.
“Mereka sangat trauma dengan gempa,” ucapnya.
“Dalam sehari, bisa terjadi 4 sampai 5 kali gempa susulan, baik skala kecil maupun skala besar. Ketika gempa terjadi, (trauma) terlihat sekali dari histeria yg mereka ungkapkan dari tempat-tempat pengungsian. Ini bagian dari terganggunya mental mereka,” jelasnya.
Berdasarkan laporan yang diterima Safrizal, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menginformasikan bahwa negara tersebut telah beranjak dari fase pertolongan pertama pada pasien-pasien, bertahap lanjut ke tahap melakukan pemulihan.
“Beberapa edaran dari kementerian juga mengatakan bahwa mereka sebentar lagi sudah tidak memerlukan bantuan kesehatan dari negara-negara sahabat,” ungkapnya.
Safrizal berharap, ia dan tim bisa memberikan sesuatu yang lebih besar kepada masyarakat Turki, khususnya membantu dalam masa reunifikasi dan reproduksi, serta membantu Turki membangun daerah terdampak gempa yang lebih baik ke depannya.
Advertisement