Sukses

Susu Segar dan UHT, Bolehkah untuk Balita? Kemenkes Jawab Begini

Susu segar dan UHT, boleh atau tidak untuk balita setelah pemberian ASI eksklusif?

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menyoroti terkait pemberian susu kepada anak, terutama balita. Hal ini juga lantaran banyak orang yang masih salah kaprah soal susu.

Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Maria Endang Sumiwi menyampaikan, jenis susu yang boleh diberikan dalam tahap pertumbuhan masa balita yaitu susu segar dan UHT. Namun, perlu diperhatikan rentang usia anak untuk pemberiannya.

"Yang boleh itu susu segar, malah protein hewaninya bagus. Susu UHT boleh, tapi yang enggak ada rasanya, jadi UHT yang plain," ujar Endang kepada Health Liputan6.com saat ditemui di Gedung Kemenkes RI Jakarta, ditulis Minggu, 26 Februari 2023.

"Karena begitu ada rasanya, itu gulanya tinggi kan manis. UHT yang plain itu boleh dan hanya boleh untuk anak di atas 12 bulan."

Lebih lanjut, Endang mengatakan, bayi usia nol sampai 6 bulan tetap harus diberikan ASI eksklusif, tanpa tambahan makanan dan minuman lain. Setelah 6 bulan, maka pemberian gizi tambahan berupa protein hewani seperti telur dan daging dapat mulai diberikan.

"Yang penting gini, ASI eksklusif itu (6 bulan) harus ASI. Nah, sesudah 6 bulan itu protein hewani kalau mau dikasih susu segar ya mungkin bisa, tapi jumlahnya mesti diperhatikan sama serat enggak boleh banyak-banyak, nanti protein hewani enggak bisa masuk," katanya.

2 dari 3 halaman

Yang Dianggap 'Susu' Bermacam-macam

Menurut Maria Endang Sumiwi, yang dianggap susu itu masih macam-macam oleh masyarakat. Bahkan ada juga yang menganggap susu kopi dan susu kental manis termasuk susu.

"Yang kental manis itu dianggap susu, kopi saset dianggap susu. Enggak semua susu belum tentu mengandung protein yang tinggi," ucapnya.

"Nah, yang ada (kata) susunya, susu kental manis itu udah pasti yang tinggi gulanya. Kopi susu yang tinggi kopi dan gulanya. Jadi itu enggak cukup (nilai gizi untuk anak), bahkan malah bayi enggak boleh minum kopi susu."

Secara terpisah, dokter Devia Irine Putri dari KlikDokter mengatakan, sebenarnya, pemberian susu formula boleh dilakukan ketika anak sudah menginjak usia 6 bulan.

"Kalau bayinya sehat, 6 bulan harus ASI eksklusif dan kalau bisa dilanjutkan sampai 2 tahun. Di atas usia 6 bulan,sebenarnya boleh diberikan susu formula sebagai bentuk susu tambahan selain ASI," katanya, dikutip dari laman KlikDokter Juli 2021.

"Namun, beda anak, beda juga kebutuhannya. Hal ini tidak bisa disamaratakan. Pilihannya jelas, harus melihat kondisi Si Kecil dan ibunya juga."

Menurut dr. Devia Irine, orang tua harus melihat kandungan nutrisi dari susu formula yang akan diberikan kepada Si Kecil.

Susu formula terbaik untuk balita 1 sampai 3 tahun tersebut harus mengandung mikronutrien seperti zat besi. Jika kekurangan zat besi, nantinya anak bisa rentan mengalami anemia.

Susu formula umumnya berbahan dasar susu sapi. Sayangnya, beberapa anak tidak bisa mengonsumsi susu formula jenis ini karena alergi. Kondisi anak yang mengalami intoleransi laktosa dan kesulitan mencerna galaktosa juga membuat ia tidak bisa minum susu formula sapi.

3 dari 3 halaman

Bayi 7 Bulan Diberi Kopi Susu

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti soal seorang ibu yang memberi kopi susu instan kepada bayinya yang berusia 7 bulan. Padahal, kata dia, seharusnya bayi diberikan makan-makanan yang sehat dan bergizi.

"Saya lihat kemarin yang ramai, bayi baru 7 bulan diberi kopi susu saset, kopi susu sachet oleh ibunya. Karena yang ada di bayangan di sini adalah susu, gitu loh," ujar Jokowi saat menyampaikan sambutan dalam Rakernas BKKBN di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Kondisi di atas terjadi karena sang ibu mengira bahwa kopi susu bermanfaat karena mengandung susu. Jokowi mengingatkan, bahwa pemberian kopi susu saset kepada anak sangatlah berbahaya bagi kondisi fisik mereka.

"Karena kata ibunya bermanfaat kopi susu saset ini karena ada susunya. Hati-hati, bahwa anak ginjal, jantung itu belum kuat," lanjut Jokowi.

Jokowi pun mengapresiasi Polri yang langsung menemui orangtua bayi. Hanya saja, ia menilai seharusnya kader Posyandu atau Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang harus menemui orangtua bayi tersebut.

"Seharusnya yang bener mestinya kader Posyandu, kader dari BKKBN yang datang ke sana. Karena kecepatan Kapolri mungkin, karena reaksi Kapolri cepet, maka dateng lebih cepet dari kader," tuturnya.