Sukses

RSUP Persahabatan Siap Lakukan Transplantasi Paru Perdana di Indonesia

Direktur Utama Rumah Sakit Persahabatan Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) menyampaikan kesiapan Indonesia dalam menyediakan layanan transplantasi paru.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Rumah Sakit Persahabatan Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) menyampaikan kesiapan Indonesia dalam menyediakan layanan transplantasi paru.

“Kita saat ini sebenarnya ready (siap) untuk melakukan transplantasi paru,” kata Agus dalam seminar daring, Senin (27/2/2023).

Menurutnya, ini adalah salah satu bentuk dukungan dalam mewujudkan transformasi kesehatan. Adanya transplantasi paru di Indonesia mencakup lima dari enam pilar transformasi kesehatan.

“Pilar yang terkait dengan transplantasi paru adalah pilar pelayanan kesehatan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan teknologi kesehatan,” ujarnya.

Ia menambahkan, program transplantasi paru ini akan menjadi sumbangsih RS Persahabatan sebagai pusat respirasi nasional dalam menyukseskan transformasi kesehatan di Republik Indonesia.

Berbeda dengan transplantasi lain seperti transplantasi ginjal yang sudah tak asing di berbagai negara termasuk Indonesia, transplantasi paru cenderung sulit dan belum pernah dilakukan di Indonesia.

Transplantasi paru pertama kali dilakukan pada 1963. Pada transplantasi pertama ini, pasien bisa hidup 18 hari.

Seiring berjalannya waktu, teknologi semakin canggih dan modern, tingkat keberhasilan transplantasi paru pun semakin baik.

Di beberapa negara Asia seperti Malaysia, Vietnam, Taiwan, dan Jepang transplantasi ini sudah dilakukan.  

Bahkan di Kanada, transplantasi paru sudah dilakukan ratusan kali dalam satu tahun. Pembiayaan transplantasi paru di Kanada juga sudah bisa diklaim dengan asuransi nasional.

“Sedangkan di Indonesia penggantian biayanya masih jauh dari tarif yang sudah ditetapkan,” kata Agus.

2 dari 4 halaman

Paling Sulit

Transplantasi organ paru ini merupakan salah satu yang tingkat komplikasinya paling tinggi. Artinya, paling sulit dibandingkan organ lainnya. Di sisi lain, tingkat survival-nya pun lebih rendah.

Meski sulit, adanya transplantasi paru di Indonesia menjadi hal yang penting karena berkaitan dengan resiliensi pelayanan kesehatan di Indonesia. Semakin mampu Indonesia memberikan pelayanan kesehatan maka masyarakat semakin percaya pada mutu layanan kesehatan dalam negeri.

“Banyak berita yang mengatakan, banyak orang berobat ke luar negeri karena mutu layanan kesehatan di Indonesia yang masih jauh. Berapa devisa negara yang habis untuk pembiayaan ke luar negeri?”

“Oleh karena itu, pengobatan-pengobatan yang membutuhkan teknologi tinggi harus bisa dilakukan di Indonesia,” ujar Agus.

3 dari 4 halaman

Bisa Jadi Sejarah Baru

Jika transplantasi paru ini bisa dilakukan di Indonesia, maka ini akan menjadi sejarah baru, lanjut Agus.

Transplantasi paru sendiri bergantung pada ketersediaan donor. Di mana donor ini tidak mudah didapat, perlu ada kesesuaian antara donor dan penerima serta perlu ada kesediaan orang yang hendak mendonorkan parunya.

Saat ini, RSUP tengah melakukan persiapan intensif untuk transplantasi paru dengan donor yang tersedia. Menurut Agus, sudah ada donor yang bersedia mendonorkan organnya.

“Donornya sudah bersedia, kalau beliau meninggal, organnya bisa diambil dari jantung, paru, ginjal. Rumah sakit berkolaborasi, jika donor meninggal maka bisa dilakukan transplantasi bersama dengan mengambil organ yang ada.”

Dengan demikian, transplantasi paru di Indonesia tidak dapat ditentukan tanggal pasti untuk memulainya. Ini kembali dengan ketersediaan donor.

4 dari 4 halaman

Peningkatan Kapabilitas SDM

Pihak RSUP Persahabatan juga telah melakukan peningkatan kapabilitas SDM dalam waktu singkat beberapa tahun belakangan.

Peningkatan kapabilitas dilakukan dengan berbagi pengalaman dari dokter yang menangani transplantasi organ, kuliah daring transplantasi paru dari Singapura pada 2021, melakukan uji coba transplantasi paru dengan hewan sebanyak tiga kali di Bali dan di Bogor.

“Kemudian juga menemui Ketua Konsil Kedokteran Indonesia untuk memenuhi persyaratan dan sponsor dari luar negeri untuk mendampingi kita dalam transplantasi paru.”

Pihak Agus juga sudah membuat protokol lengkap transplantasi paru, melengkapi obat-obatan dan peralatan.

“Artinya, kita sekarang ready untuk melakukan transplantasi paru,” pungkasnya.