Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor mengonfirmasi sudah ada kasus virus flu burung Clade 2.3.4.4b di provinsinya. Usai temuan tersebut, Kalimantan Selatan bergerak cepat guna meningkatkan kewaspadaan terhadap infeksi virus tersebut.
Seberapa bahaya memang virus Flu Burung Clade 2.3.4b?
Baca Juga
Dokter spesialis paru dari RSPI Sulianti Saroso Jakarta, Haruyuki Dewi Faisal mengatakan, apabila dilihat secara garis keturunan, masih sama-sama tergolong influenza tipe A H5N1.
Advertisement
Virus influenza tipe A ini dapat menyerang manusia dan hewan, dengan gejala ringan sampai berat, dan dapat menyebabkan pandemi. Perbedaan dapat dilihat dari subtipenya saja.
Menurut Yuki, sebenarnya subtipe ini bukan clade terbaru, melainkan sudah ada sejak 2010.
“Pada 2010, sudah pernah beredar dan menyebar melalui burung yang bermigrasi dari Afrika ke benua-benua lainnya. Sepuluh tahun kemudian, pada 2020, virus ini menyebabkan wabah unggas domestik dan kematian burung liar. Lalu pada 2021, dia menyeberang ke Amerika Utara dan Amerika Selatan,” jelas Yuki pada Talk Show Mengenal Flu Burung Terkini oleh Radio Kesehatan Kemenkes pada (01/02/2023)
Namun, menurut laporan saat itu, virus ini masih terbatas pada unggas saja. Barulah akhirnya transmisi dari unggas ke mamalia terdeteksi di peternakan Spanyol.
Jenis Virus Berbeda dengan Kasus Kematian di Kamboja
Yuki mengungkapkan bahwa kedua subtipe sama-sama termasuk ke genik influenza dan dapat menyebabkan gejala fatal pada unggas.
Hingga saat ini belum dipastikan apakah terjadi transmisi dari manusia ke manusia. Namun, virus ini menjadi perhatian di dunia karena sedang mewabah di banyak negara di berbagai benua, salah satunya Kamboja.
Kasus meninggalnya seorang anak berusia 11 tahun karena flu burung di Kamboja memicu kekhawatiran penularan virus kepada manusia. Sang anak meninggal dunia, sedangkan ayahnya yang terkonfirmasi flu burung tidak bergejala sama sekali.
Menurut laporan World Health Organization (WHO), potensi transmisi manusia ke manusia masih sangat rendah. Akan tetapi, masyarakat tetap perlu bersiap siaga.
Jenis virus yang ditemukan di Kamboja merupakan subtipe 2.3.2.1c, berbeda dengan yang ditemukan di Indonesia.
Advertisement
Seberapa Berbahaya dan Apa Saja Gejalanya?
Hingga saat ini, virus yang ditemukan di Indonesia sendiri masih sebatas penularan antar unggas.
Risiko menular kepada manusia sebenarnya masih rendah. Meski demikian, Yuki menekankan bahwa harus tetap berjaga-jaga apabila menular ke manusia.
Kasus yang terjadi di Kamboja membuktikan bahwa ada potensi transmisi antar manusia. Hal ini membuat masyarakat khawatir sehingga kewaspadaan pun meningkat.
Yuki menyampaikan bahwa gejala flu burung subtipe baru ini sama seperti dengan subtipe-subtipe sebelumnya, yakni bervariasi dari ringan sampai berat
Gejala ringan sangat mirip dengan gejala flu biasa. Sementara, gejala berat dapat memberikan dampak serius, seperti pneumonia (infeksi paru) atau Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang menyebabkan kondisi gangguan pernapasan berat.
Proses Penularan Virus
Yuki kemudian menjelaskan proses penularan virus ini, baik dari antar unggas, unggas ke mamalia, hingga unggas ke manusia. Menurutnya, apabila seekor unggas terinfeksi flu burung, bisa mengeluarkan virus melalui feses, air liur, dan lendirnya.
Untuk penularan antar unggas, Yuki mengatakan bahwa pola hidup berkelompok mereka berperan sangat besar dalam penularan. Jadi, apabila ada satu yang terinfeksi, akan mudah bagi mereka untuk melakukan kontak erat dan tertular.
Begitupun penularan antara unggas dengan mamalia. Apabila seekor hewan mamalia berdekatan dengan seekor unggas yang terinfeksi bahkan kotoran unggas yang terinfeksi, maka dia akan terinfeksi.
Untuk penularan kepada manusia, virus dapat berpindah apabila seseorang menyembelih unggas yang terinfeksi, memegang, mencabuti bulu unggas, mengolah, atau memotong, maka besar kemungkinan dia akan tertular.
Penularan virus terjadi karena kontak langsung. Saling menyentuh, menghirup percikan cairan saluran nafas dari unggas yang terinfeksi, atau memakan unggas yang mentah merupakan kemungkinan yang paling besar bagi hewan atau manusia lain untuk terinfeksi.
Advertisement