Liputan6.com, Jakarta - Permasalahan obesitas di Indonesia rupanya tak kunjung selesai. Meski begitu, angka kelebihan berat badan (overweight) berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 di angka 3,5 persen, menurun dibanding tahun 2021 sebesar 3,8 persen.
Ahli gizi Nurul Ratna Mutu Manikam menjelaskan, problem yang terjadi adalah obesitas masih dianggap bukan penyakit oleh kebanyakan masyarakat. Padahal, obesitas dapat berujung komplikasi ke berbagai penyakit komorbid lain seperti jantung dan stroke.
Baca Juga
"Kenapa di Indonesia ini urusan obesitas itu tidak beres-beres? Karena masyarakat masih menganggap obesitas itu bukan penyakit," jelas Nurul menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat sesi Press Briefing: Peringatan Hari Obesitas Sedunia 2023, Senin (6/3/2023).
Advertisement
"Sebetulnya dia (obesitas) adalah komorbid dari segala macam penyakit komorbid."
Penanganan kelebihan berat badan atau obesitas di Indonesia terutama pada anak memerlukan upaya untuk terus menekan angkanya. Salah satunya dengan pencegahan, misalnya mengurangi asupan makanan cepat saji dan minuman yang mengandung gula.
"Artinya, kalau kita sudah aware (peduli), bahwa obesitas ini harus dicegah ya harus kita laksanakan dengan baik, maka tentu saja angkanya tidak akan meningkat ya seperti di negara-negara maju," tutur Nurul.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI Eva Susanti sebelumnya mengungkapkan data kasus obesitas anak di Indonesia.
Dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, tercatat 1 dari 5 anak berusia 5-12 tahun, dan 1 dari 7 remaja berusia 13-18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Konsekuensi Obesitas pada Anak
Prevalensi angka kasus obesitas di Indonesia paling banyak terjadi di perkotaan. Hal ini lantaran pola dan gaya hidup di masyarakat perkotaan.
"Banyak makanan siap saji, orang malas bergerak semua, tinggal tunjuk ini yang sebabkan masalah obesitas,” ungkap Eva saat acara Workshop Stop Rantai Obesitas Sedini Mungkin di Akmani Hotel Jakarta pada Rabu, 1 Maret 2023.
Adapun kasus obesitas tertinggi di Indonesia diduduki DKI Jakarta.
“Tertinggi untuk obesitas paling banyak di DKI Jakarta,” sambung Eva.
Obesitas memiliki konsekuensi berat pada anak karena memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami sindrom metabolik.
Berdasarkan data prevalensi sindrom metabolik (SM) di Indonesia sebesar 23,34 persen, lebih tinggi pada laki-laki (26,2 persen) dibandingkan pada perempuan (21,4 persen) dan diprediksi menyebabkan kenaikan dua kali lipat risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali lipat pada penyakit Diabetes Melitus Tipe 2.
Advertisement
Prioritaskan Asupan Nutrisi Seimbang
Demi menekan prevalensi obesitas di Indonesia, Pemerintah menyerukan agar semua pihak termasuk para guru, orangtua dan pelaku sektor swasta memprioritaskan asupan nutrisi seimbang pada anak, serta mendorong aktivitas fisik untuk mencegah dan menghentikan rantai obesitas sedini mungkin.
“Berbagai upaya juga sudah dilakukan pemerintah mulai dari menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji serta melakukan edukasi terkait aturan tersebut,” Eva Susanti menerangkan.
Secara rinci, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan, angka overweight anak di Indonesia menurun jadi 3,5 persen persen. Dengan demikian, angka overweight menunjukkan penurunan sebesar 0,3 persen bila dibandingkan dengan 2021 yang mencapai angka 3,8 persen.
Tercatat, Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi dengan angka prevalensi overweight tertinggi, yaitu 7,6 persen.