Sukses

Kasus Ginjal Kronis Tinggi di Sejumlah Provinsi, Kemenkes: Perlu Penyelidikan

Perlu penyelidikan lebih rinci dengan adanya sejumlah provinsi dengan penyakit ginjal kronis tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah provinsi di Indonesia mencatatkan prevalensi ginjal kronis yang terbilang tinggi. Posisi teratas diduduki Kalimantan Utara diangka 6,4 persen, diikuti Maluku, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Aceh, dan Jawa Barat.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Eva Susanti menekankan, perlu ada penyelidikan lebih rinci soal penyebab penyakit ginjal kronis tinggi di provinsi tertentu.

Tak dimungkiri terdapat pengaruh gaya hidup masyarakat setempat. Eva tidak menyebut secara jelas seperti apa gaya hidup yang dimaksud.

"Bisa jadi gaya hidup dan lain sebagainya itu berpengaruh terhadap permasalahan (ginjal kronis) yang ada di provinsi tersebut," terang Eva menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat Press Briefing: Peringatan Hari Ginjal Sedunia 2023 pada Selasa, 7 Maret 2023.

"Di samping juga mungkin ada faktor lain yang terkait dan kita perlu melakukan penyelidikan yang lebih mendalam terkait apa sih yang memengaruhi terjadinya ginjal kronis di wilayah tersebut."

Provinsi dengan penyakit ginjal kronis di atas merujuk pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018. Dibanding data Riskesdas tahun 2013, terjadi peningkatan prevalensi ginjal kronis pada 2018.

"Kalau kita melihat prevalensi atau per mil penyakit ginjal kronis pada umur lebih dari sama dengan 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter, bahwa tahun 2018 ada sekitar 3,8 persen atau 739.208 jiwa yang sebelumnya pada tahun 2013 itu hanya 2 persen," pungkas Eva.

2 dari 3 halaman

Ginjal Kronis Tak Bisa Sembuh

Pada konferensi pers Maret 2022, Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Zulkhair Ali menjelaskan, penyakit ginjal kronis termasuk masalah kesehatan global. Ini karena prevalensi gagal ginjal itu semakin hari semakin meningkat.

"Tidak hanya itu penyakit tersebut bersifat progresif dan tidak bisa sembuh kembali, tingkat mortalitas (kematian) yang tinggi, dan memakan biaya mahal," jelasnya.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan dengan deteksi sedini mungkin terhadap penderita penyakit ginjal. Pencegahan idealnya dilakukan dari fase normal, yakni menskrining orang-orang yang tidak sakit untuk mengetahui, apakah ada faktor risiko terjadinya penyakit ginjal atau tidak.

Kalau sudah ditemukan adanya faktor risiko, maka langkah selanjutnya harus menurunkan faktor risiko tersebut. Skrining juga dilakukan terhadap pasien-pasien yang sedang mengalami penyakit ginjal.

''Kemudian kalau sudah terjadi kerusakan kita harus melakukan pengobatan, baik melakukan pengobatan terhadap ginjalnya untuk menunda atau memperlambat progresivitas penyakit ginjalnya maupun mengobati komorbid yang ada,'' terang Zulkhair.

3 dari 3 halaman

Faktor Risiko dan Gejala Ginjal Kronis

Berdasarkan informasi dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, ada dua jenis faktor risiko yang menyebabkan ginjal kronis.

Pertama, faktor risiko yang dapat diubah meliputi diabetes (tipe 2), hipertensi, konsumsi obat pereda nyeri, narkoba, psikotropika dan zat adiktif, dan radang ginjal.

Kedua, faktor risiko yang tidak dapat diubah berupa Riwayat keluarga penyakit ginjal, kelahiran prematur, trauma di daerah abdomen, dan jenis penyakit tertentu (lupus, AIDS, Hepatitis C dan lainnya).

Gejala ginjal kronis yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Tekanan darah tinggi
  • Perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari
  • Adanya darah dalam urine
  • Lemah serta sulit tidur
  • Kehilangan nafsu makan
  • Sakit kepala
  • Tidak dapat berkonsentrasi
  • Sesak
  • Mual dan muntah
  • Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki serta pada kelopak mata waktu pagi hari  Â