Sukses

Iklan Makanan dan Minuman Tinggi Gula Jadi Tantangan Kendalikan Obesitas Anak di RI

Iklan makanan dan minuman tinggi gula menjadi salah satu problem terjadinya obesitas anak di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Maraknya iklan makanan dan minuman tinggi gula rupanya menjadi salah satu problem terjadinya obesitas anak di Indonesia. Anak-anak tergoda dengan makanan dan minuman manis, yang berujung sulit dikendalikan dalam mengonsumsinya.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengakui keberhasilan penanganan obesitas anak di Indonesia masih cukup rendah. Menurutnya, iklan makanan dan minuman tinggi gula menjadi godaan manis bagi anak.

"Ini (obesitas) kan memang sudah terus ditangani. Dengan pola-pola yang sudah diberikan memang keberhasilannya cukup rendah ya. Tatalaksana obesitas cukup rendah terutama pada remaja," ucap Piprim menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat sesi Media Briefing bertajuk, Obesitas Pada Anak dan Dampaknya, Selasa (7/3/2023).

"Itu masalahnya di kepatuhan. Kepatuhan lebih kepada godaan-godaan ini sangat banyak sekali. Iklan makanan dan minuman yang tinggi gula, tinggi tepung kan luar biasa (banyak)."

Dampak terhadap godaan iklan makanan dan minuman membuat anak terus tergiur. Alhasil, anak menjadi sulit terkontrol lantaran terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman tinggi gula.

"Keluarga juga sulit untuk mengendalikan (konsumsi makanan dan minuman tinggi gula). Kita butuh bantuan semua pihak termasuk Pemerintah untuk penanganan obesitas anak ini," lanjut Piprim.

2 dari 3 halaman

Sugar Tax di Luar Negeri

Upaya menekan obesitas anak di luar negeri, tambah Piprim Basarah Yanuarso, terdapat pajak makanan dan minuman berpemanis atau istilahnya sugar tax.

Pajak minuman gula, pajak soda atau pajak minuman manis adalah sebuah pajak yang diberlakukan untuk mengurangi konsumsi minuman dengan tambahan gula. Minuman yang dikenakan pajak soda biasanya meliputi minuman ringan berkarbonasi, minuman olahraga dan minuman energi.

"Di luar negeri ada sugar tax. Jadi ada soft drink tax, lalu ada tax untuk makanan yang berpotensi berbahaya (karena tinggi gula)," kata Piprim.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan pernah membuat slogan, sugar is a new tobacco (gula itu tembakau baru). Tatalaksananya sudah dilakukan tapi keberhasilan cukup rendah.

"Dulu Kemenkes juga bikin satu slogan, sugar is a new tobacco, gula itu tobacco yang baru gitu ya. Jadi tatalaksana sudah dilakukan, tapi keberhasilan khususnya kepatuhan ya ini cukup rendah," pungkas Piprim.

"Karena memang godaannya (makanan minuman tinggi gula) juga sangat tinggi dan saya kira ini butuh bantuan semua pihak buat menanganinya."

3 dari 3 halaman

Riset Cukai Minuman Berpemanis

Banyak negara di dunia telah menerapkan pajak ataupun Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (CMBDK).

Berdasarkan riset World Bank tahun 2020 menunjukkan, tantangan dan kesuksesan penerapan pajak atau cukai MBDK di beberapa negara. Riset menunjukkan bahwa perolehan pendapatan sulit diprediksi dengan tepat.

Hal ini terutama terjadi ketika pajak berhasil mengurangi penjualan dan/atau mendorong formulasi produk, tulis riset World Bank berjudul, Taxes on Sugar-Sweetened Beverages:International Evidence and Experiences pada September 2022.

Sebagai contoh, riset yang dibuat oleh Libby Hattersley, Alessia Thiebaud dan rekan menemukan, meskipun ada bukti reformulasi, Afrika Selatan retribusi minuman berpemanis dilaporkan melebihi perkiraan.

Negara ini berhasil menghasilkan sekitar US$140 juta atau US$2,5 per kapita pada tahun pertama, sedangkan pajak minuman berpemanis di Portugal menghasilkan US$90 juta, atau US$9 per kapita.

Di sisi lain, ketika pajak minuman berpemanis disahkan, maka penjualan dan pembelian berkurang. Pajak yang lebih tinggi memiliki efek terbesar pada penjualan minuman berpemanis.

Cukai sebesar 100 persen untuk minuman energi di Arab Saudi, misalnya, menyebabkan penurunan 58 persen dalam penjualan minuman ini pada tahun pertama, papar riset tersebut.