Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Free Net From Tobacco (FNFT) mendesak pemerintah dan platform digital terutama media sosial seperti Google, Meta, dan Tiktok untuk melakukan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet.
Desakan ini dilakukan dalam upaya melindungi hak masyarakat dalam mengakses jaringan digital khususnya perempuan dan anak dari ancaman bahaya rokok.
Baca Juga
Koalisi yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi kemasyarakatan ini menyatakan kekhawatiran terkait tingginya angka perokok di Indonesia. Terutama di kalangan anak, remaja dan perempuan.
Advertisement
Berdasarkan data dari organisasi kesehatan dunia (WHO) 19.5 persen pelajar merupakan perokok dan 3.5 persen di antaranya merupakan perempuan. Dari kelompok dewasa, lebih dari 70 juta orang dewasa di Indonesia adalah perokok dan 3.3 persen di antaranya perempuan.
Fakta ini menunjukkan bahwa ada mata rantai yang harus diputus untuk menekan angka perokok di Indonesia. Salah satunya adalah upaya pemasaran rokok yang dapat berupa iklan, promosi, dan sponsor di semua saluran media, termasuk internet.
Berdasarkan hasil pemantauan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet oleh TERM (www.termcommunity.com), Instagram (71 persen) merupakan platform terfavorit untuk digunakan dalam pemasaran rokok secara digital. Diikuti oleh Facebook (20 persen).
Dari 8.126 kasus pemasaran tembakau yang diamati selama periode September-Desember 2022, sebanyak 94 persen pemasaran dilakukan secara tidak langsung. Hanya 6 persen pemasaran yang bersifat langsung atau terang-terangan dan kebanyakan merupakan promosi rokok elektrik.
Akibat Minimnya Aturan di Dunia Maya
Koordinator Presidium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) Nia Umar menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet.
”Kita tahu sejak pandemi, kehidupan seakan berpindah ke platform digital, termasuk sekolah dan berbagai macam sarana pendidikan dipindahkan ke ruang virtual. Sebagai Ibu, tentu saja kita ingin anak-anak kita dikelilingi oleh hal baik,” kata Nia dalam keterangan pers ditulis, Minggu (12/3/2023).
“Namun, dengan minimnya aturan di dunia maya, banyak hal yang berbahaya termasuk iklan, promosi, dan sponsor rokok dapat terakses baik sengaja maupun tidak sengaja oleh anak-anak karena jumlah screen time mereka otomatis bertambah,” tambahnya.
Jadi jelas, lanjut Nia, iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan ancaman yang nyata. Keberadaan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang sangat jelas berseliweran di internet ini seolah sengaja menantang kemampuan dan upaya wanita dan para ibu di dalam melindungi keluarga. Khususnya anak dari bujuk rayu produk yang berbahaya seperti rokok.
Advertisement
Trik Kreatif dan Manipulatif Iklan Rokok
Dalam keterangan yang sama, Resti Yulianti selaku akademisi perwakilan Muhammadiyah Steps - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengkritisi bagaimana bebasnya konten-konten terkait rokok di internet.
”Ketiadaan aturan, apalagi larangan terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet, membiarkan perusahaan pembuatnya mengeksploitasi habis-habisan jaringan ini untuk dijadikan alat pemasaran mereka,” kata Resti.
Tidak hanya melalui portal berita, tapi iklan, promosi, dan sponsor rokok juga masuk ke berbagai aplikasi yang biasa masyarakat pakai dan akses tiap hari seperti media sosial.
“Belum lagi trik-trik kreatif nan manipulatif perusahaan rokok yang makin spesifik menggoda anak dan remaja dengan pencitraan gaya hidup yang keren, penuh petualangan, dan sporty.”
Tidak berhenti di situ, demi menyasar target spesifik baru berdasarkan gender, perusahaan rokok juga secara terang-terangan menawarkan hal-hal yang cukup imut dan girly untuk menggaet konsumen wanita.
“Untuk itu, aturan yang melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet demi melindungi seluruh rakyat Indonesia, terutama kelompok rentan seperti anak dan perempuan mutlak diperlukan,” tegas Resti.
Lemahnya Regulasi Iklan
Sementara, Widayanti Arioka dari organisasi yang memperjuangkan hak-hak digital, SAFEnet, menyatakan bahwa maraknya iklan, promosi, dan sponsor rokok yang berkeliaran disebabkan lemahnya regulasi iklan di platform digital.
Ini diperparah dengan belum adanya aturan yang jelas dari pemerintah terkait iklan rokok dan rokok elektrik di internet.
Dalam standar komunitas Meta yang termasuk Instagram, WhatsApp, dan Facebook memang ada aturan iklan rokok. Namun, Meta tetap mengizinkan unggahan yang menghubungkan orang dengan minat yang terkait dengan tembakau, selama unggahan tersebut tidak mengarah ke benar-benar menjual tembakau atau produk terkait.
“Celah ini banyak dimanfaatkan produsen dan influencer untuk mengunggah konten soft-selling terkait tembakau dan rokok elektronik. Iklan terselubung ini tidak memiliki batas waktu tayang dan tidak ada penerapan verifikasi umur untuk mengaksesnya,” kata Widayanti.
“Sehingga sangat mungkin diakses oleh anak dan remaja. Hal ini telah mencederai hak anak untuk aman di internet. Kami berharap pemerintah dapat mengambil sikap tegas dan membuat aturan yang jelas tentang segala jenis hal yang ada di ranah digital,” pungkas Widayanti.
Advertisement