Liputan6.com, Jakarta - NA, bocah SD di Kecamatan Gandusari, Blitar, tega membacok teman bermainnya, GA, lantaran tidak terima nama orangtuanya kena ejek. Korban yang masih berumur 13 tahun disebut menjadikan nama ayah dari pelaku sebagai bahan ejekan.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Blitar, AKP Tika Pusvitasari menyebut bahwa NA yang diketahui berumur 14 tahun melukai GA menggunakan celurit dan mengenai tangan korban.
Baca Juga
"Tangan korban luka robek, tepatnya di bagian tangan kanan. Saat ini, kami masih tangani kejadian ini," kata AKP Tika Pusvitasari pada Selasa, 14 Maret 2023.
Advertisement
Dilanjutkan Tika, NA dan GA saling mengolok hingga pelaku geram dan melukai korban. Untuk penyebab pasti olok-olokan tersebut hingga kini masih ditelusuri polisi.
Lebih lanjut dikatakan bahwa polisi telah menyita barang bukti dan hasil visum et repertum. Sementara nasib korban masih mendapatkan perawatan medis akibat lukanya.Â
Pelajaran yang Dipetik dari Kasus Anak Bacok Teman Akibat Ejek Nama Bapak
Berkaca dari kasus anak bacok teman karena ejek nama bapak, psikolog Ayoe Sutomo mengingatkan peran orangtua dalam mengajarkan anak tentang bagaimana menghadapi ketika berhadapan dengan konflik atau sesuatu yang memang biasanya di luar kendali kontrol anak.
"Nah, mengajarinya bagaimana? Bisa mulai orang tua yang memberikan contoh terlebih dahulu bahwa pada saat orang tua berhadapan dengan situasi konflik, bagaimana orang tua merespons kondisi tersebut," kata Ayoe saat dihubungi Health Liputan6.com pada Rabu, 15 Maret 2023.
Â
Â
Pentingnya Diskusi Agar Kasus Anak Bacok Teman Perkara Ejek Nama Bapak
Selain dengan memberikan contoh, mengajarkan anak untuk menyelesaikan konflik bisa dibangun atau diajarkan dalam bentuk diskusi-diskusi antara orangtua dan anak. Isi diskusinya, kata Ayoe, bisa mengarah ke alternatif-alternatif solusi atau cara yang bisa dilakukan ketika berhadapan dengan konflik.
"Karena kadang kala kan anak-anak itu belum berpikir ada alternatif solusi terkait pada saat berhadapan dengan masalah," katanya.
"Ajarkan anak bahwa ada figur dewasa yang bisa kamu ajak ngomong, kamu bisa menyampaikan ke figur otoritas dan ada yang namanya eskalasi. Kamu juga bisa bercerita ke ibu dan ayah tentang semua perasaan-perasaan kalian. Semua itu diajarkan ke anak tentang alternatif solusi saat berhadapan dengan konflik," Ayoe menambahkan.
Selain mengajarkan alternatif solusi, lanjut Ayoe, dalam diskusi tersebut juga boleh dibangun pembahasan tentang konsekuensi-konsekuensi dari beberapa solusi yang mungkin ada.Â
"Dari situ harapannya anak bisa mampu ketika dia memilih pada saat nanti di jalan atau di mana pun dia berhadapan dengan masalah dia memilih satu solusi, dia punya gambaran atau setidaknya pernah punya frame work yang dia dapat dari hasil diskusi tersebut," katanya.
"Ingatkan ada konsekuensi yang harus dia tanggung ketika dia mengambil satu pilihan solusi. Jika pilihannya ngobrol ke guru, apa ya kira-kira konsekuensinya. Jika kemudian melawan, apa konsekuensinya," Ayoe menekankan.
Â
Advertisement
Dari Kasus Anak Bacok Teman Gara-Gara Ejek Nama Bapak, Ingatkan Anak Arti Konsekuensi
Menurut Ayoe dengan begitu anak mendapatkan bayangan tentang setiap pilihan bahwa untuk menyelesaikan sebuah konflik ada konsekuensinya.
"Kita bisa memilih mana yang konsekuensinya lebih sedikit untuk kita atau yang paling minim untuk kita, pungkasnya
Â