Sukses

Mengurus Surat Tanda Registrasi Dokter Dianggap Jadi Lahan Bisnis, Ini Tanggapan Menkes Budi

Tanggapan Menkes Budi Gunadi soal pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk dokter yang dianggap jadi lahan bisnis.

Liputan6.com, Jakarta Surat Tanda Registrasi (STR) untuk dokter menjadi polemik dalam salah satu pembahasan aspirasi publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Ada anggapan pengurusan STR malah menjadi 'lahan bisnis' tersendiri lantaran dokter harus mengeluarkan biaya administrasi yang sangat mahal.

Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin, seharusnya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengurus STR dokter. Dari informasi yang diperoleh Budi Gunadi, ada sekitar 77.000 dokter yang mengurus STR dalam setahun.

Data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mencatat, jumlah akumulatif biaya yang dikeluarkan atau yang terkumpul untuk kepengurusan STR dokter bisa mencapai angka lebih dari Rp400 miliar setahun.

"Saya cek juga di KKI berapa yang diproses. Ada 77.000 dokter setahun (yang mengurus STR), total biaya ada Rp400 miliar setahun," ungkap Budi Gunadi usai acara 'Public Hearing RUU Kesehatan Bersama dengan Organisasi Profesi' saat ditemui Health Liputan6.com di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta, Rabu (15/3/2023).

"Jadi yang harus dikeluarkan dokter-dokter setiap tahun untuk lulus STR dan Surat Izin Praktik (SIP) itu mahal sekali ya sebesar itu, harusnya dokter-dokter enggak usah keluarin uang sampai Rp460 miliar per tahun hanya untuk pengurusan izin-izin itu."

Lebih Baik Biaya Dipakai untuk Penelitian

Lebih lanjut, Budi Gunadi mengatakan, lebih baik biaya yang dikeluarkan setara dengan mengurus STR dokter digunakan untuk penelitian.

"Lebih baik (biaya mengurus STR dokter) dipakai untuk penelitian, untuk pendidikan," katanya.

 

2 dari 3 halaman

STR Dokter Membuka Ruang 'Lahan Bisnis'

Berkaitan dengan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk dokter, Farmasi Indonesia Bersatu (FIB) berpendapat STR sebaiknya cukup satu kali untuk seumur hidup.

Akademisi dan juga Presidium FIB, Hasan Ismail ini mengatakan mengurus STR itu membuka ruang adanya 'lahan bisnis'.

"Farmasi untuk STR 1 kali seumur hidup, kalau setiap 5 tahun diganti bisa dijadikan lahan bisnis Pak," ujar Ismail kepada Menkes Budi Gunadi Sadikin yang hadir dalam 'Public Hearing RUU Kesehatan bersama dengan Organisasi Profesi.'

Dalam penjelasannya, kalau proses pembuatan STR masih membutuhkan dan harus mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi kedokteran (disesuaikan profesi). Ismail meminta agar pengurusan STR tidak dipersulit, terlebih lagi dengan syarat lainnya.

STR Bukti Sertifikat Dokter untuk Praktik

Sebagaimana diketahui, STR merupakan sertifikat untuk seorang dokter, yang menjadi bukti bahwa dirinya boleh praktik.

"Katanya STR setiap 5 tahun sekali harus ada rekomendasi dari organisasi profesi seharusnya tidak perlu, ya cukup STR saja," pungkas Ismail.

 

3 dari 3 halaman

Rekomendasi Pencabutan STR 5 Tahun Sekali

Sehubungan dengan STR, ini tertuang dalam draf RUU Kesehatan dalam pasal 245 poin 5 dan 6 yang tengah dibahas. Disebutkan kalau STR untuk dokter masih berlaku setiap 5 tahun sekali, namun bisa dicabut bila dokter atau tenaga kesehatan (Nakes) berubah profesi.

STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dicabut dan diganti dalam hal Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan: berubah kualifikasi kompetensi/profesi; dan/atau dan beralih profesi, tulis draf RUU Kesehatan.

Terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Moh. Adib Khumaidi pernah mengatakan, perlu ada resertifikasi dokter setiap lima tahun.

Sebab, hal ini berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Menurut Adib, tidak ada satu pun negara yang memberlakukan STR seumur hidup seperti Singapura lisensi hanya berlaku 1 tahun, dan Filipina 3 tahun.

"Apakah setiap dokter itu setiap 5 tahun itu dia sesuai kompetensinya, itulah penjaminan mutu dan itu sudah ada di dalam undang-undang praktik kedokteran sebenarnya," ujar Adib saat ditemui dalam Konferensi Pers terkait 'RUU Kesehatan Omnibus Law' di Gedung Muhammadiyah Jakarta, Selasa (7/2/2023).