Liputan6.com, Jakarta Alat kesehatan (alkes) seperti benang bedah yang digunakan di Indonesia masih didominasi produk luar negeri.
Padahal, Indonesia kini tengah menuju transformasi kesehatan di mana salah satu targetnya adalah kemandirian produksi alat kesehatan.
Baca Juga
Kemandirian industri kesehatan di Indonesia bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tugas pelaku industri kesehatan. Untuk itu, Kalbe turut berkontribusi dalam mendorong kemandirian industri kesehatan dengan mengembangkan produk benang bedah.
Advertisement
“Ketergantungan kita akan impor, baik bahan baku obat atau alat kesehatan perlahan-lahan harus kita kurangi. Sebagai bagian dari dukungan kepada pemerintah, Kalbe terus berinovasi untuk dapat memproduksi obat dan alat kesehatan dengan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang tinggi sesuai standar yang ditetapkan pemerintah,” ujar Presiden Komisaris PT Kalbe Farma Tbk, Irawati Setiady, dalam agenda Seminar Nasional Dukung Ketahanan Industri Kesehatan Nasional, Kalbe Kembangkan Produk Benang Bedah di Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Sementara, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI berperan dalam membuat regulasi penggunaan produk dalam negeri.
Kemenkes telah mengupayakan supaya fasilitas kesehatan (faskes) yang menggunakan anggaran belanja negara dapat menggunakan alat kesehatan dan obat-obatan produksi dalam negeri. Baik dalam proses pelayanan maupun untuk keperluan akademik.
Berdasarkan data Kemenkes, jumlah izin edar alkes dalam negeri tahun 2022 meningkat 2,3 kali lipat dibandingkan tahun 2019, yakni sebanyak 5.427 pada 2019, menjadi 12.524 pada tahun 2022.
Kemudian, transaksi alkes dalam negeri di e-katalog tahun 2022 meningkat 2,5 kali lipat dibandingkan tahun 2019-2021. Tahun 2019-2021 sebanyak 12 persen, sedangkan tahun 2022 sebanyak 30 persen.
Upaya Kemenkes
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Dra. Lucia Rizka Andalucia pun menjelaskan upaya apa saja yang dilakukan pihaknya terkait alat kesehatan dalam negeri.
“Kami berupaya dengan terus melakukan monitoring dan mengkaji penggunaannya, serta ada keputusan Menteri Kesehatan supaya menggunakan produksi dalam negeri,” tutur Lucia.
“Kami melakukan berbagai kegiatan business matching setahun delapan kali, kami ingin melakukan pemahaman kepada para user, baik itu kualitas, bagaimana penggunaannya, dan bagaimana post marketing service-nya,” tambahnya.
Advertisement
Peran Kementerian Perindustrian
Sementara, Kementerian Perindustrian RI juga secara proaktif mendorong pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Kementerian Perindustrian melakukan strategi dalam pengembangan industri alat kesehatan, yakni menyederhanakan sistem dan proses perizinan. Termasuk pula sistem data dan informasi terintegrasi industri alkes, penggunaan produk dalam negeri melalui e-katalog, mendorong dan mengembangkan R&D alkes, serta memfasilitasi pengembangan industri alkes.
“Industri farmasi nasional saat ini telah menguasai supply produk obat sekitar 89 persen secara volume, dengan kapasitas produksi sekitar 35 persen. Namun, lebih besar dari 90 persen bahan baku obat (aktif dan penolong) yang digunakan oleh industri farmasi nasional masih diimpor,” papar Staf Ahli Menteri, Kementerian Perindustrian RI, Andi Rizaldi.
“Beberapa obat yang masih perlu diimpor di antaranya obat-obat yang masih dalam masa paten, berbagai jenis produk biologi, dan obat-obat dengan bentuk dosis yang spesifik seperti aerosol inhaler, atau pen insulin,” tambah Andi.
Peran Perbankan
Sementara itu, peran perbankan dalam mendukung industri kesehatan saat ini masih sangat minimal dan perlu terus ditingkatkan. Mengingat, industri kesehatan sangat dibutuhkan masyarakat luas.
“LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) turut serta mendukung agar kondisi perbankan yang sehat dapat terus mendukung industri kesehatan yang akhirnya kembali berdampak kepada perekonomian negara,” kata Anggota Dewan Komisioner/ Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih.
Ia menambahkan, Presiden Jokowi sudah memberikan arahan pada Pembukaan Temu Bisnis 15 Maret. Dan menyampaikan bahwa 95 persen dari pagu anggaran barang dan jasa harus dibelikan produk-produk dalam negeri.
“Saat ini, masih ada Rp15.4 triliun produk impor di alkes dan Rp3,42 triliun produk impor obat yang masih perlu menjadi perhatian untuk bisa dialihkan ke produk dalam negeri,” imbuh Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Odo R.M.Manuhutu.
Advertisement