Sukses

Berat Badan Berlebih atau Obesitas Faktor Risiko Diabetes, Jangan Lagi Anak Pipi Chubby Dianggap Lucu

Salah satu faktor risiko diabetes adalah berat badan berlebih atau obesitas. Waspadai hal ini pada anak.

Liputan6.com, Jakarta - Anak balita berpipi chubby dan tubuh yang gempal sering dianggap menggemaskan. Nyatanya, berat badan yang berlebihan berbahaya bagi kesehatan anak.

Perubahan gaya hidup yang serba cepat dan pola konsumsi tinggi gula dan makanan cepat saji menjadi salah satu faktor penyebab anak kegemukan atau obesitas. Padahal, sejumlah penyakit kronis mengintai di balik berat badan berlebih, salah satunya diabetes.

Pada penelitian yang dilakukan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di Bali terhadap anak berumur 12 hingga 14 tahun ditemukan setidaknya tiga persen anak dari 431 subyek mengalami diabetes melitus tipe 2.  Dari jumlah itu, sebanyak 76,9 persen mengalami obesitas.

Makanan yang Sebaiknya Diberikan ke Anak Agar Tak Obesitas

Dokter spesialis gizi klinik Diana F Suganda M.Kes, menyebutkan makanan yang direkomendasikan untuk segala usia terutama dalam hal ini anak-anak, tentu saja makanan dengan gizi seimbang.

"Prinsipnya makan dengan kebutuhan kalori sesuai kelompok usia. Orangtua harus paham hal ini untuk menghindari asupan kalori berlebih pada anak sehingga terhindar dari risiko obesitas," kata Diana dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 15 Maret 2023.

Tanggapan Mengenai Bayi Obesitas di Bekasi Kenzi

Menanggapi kasus bayi obesitas di Bekasi pemilik berat badan 27 kilogram di umur satu tahun, Diana mengatakan bahwa tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan obesitas, salah satunya disebabkan karena asupan makanan.

"Mungkin saat si bayi sudah mulai makan, asupannya berlebih, sudah dibiasakan dengan makanan dan minuman manis. Mungkin terbiasa teh manis bukannya air putih atau dikenalkan dengan yang tinggi kalori, serba instan. Kalau setiap hari ya kalorinya pasti berlebih," katanya.

 

2 dari 4 halaman

Apa Sebenarnya Penyebab Bayi Obesitas, Kondisi yang Menjadi Salah Satu Faktor Risiko Diabetes?

Dianas menegaskan bahwa obesitas terjadi karena multi-faktor, baik karena ada kelainan genetik dan juga ketidakseimbangan antara asupan dengan yang dikeluarkan, sehingga makin lama berat badannya akan naik.

Pola makan yang baik bisa dimulai sejak bayi, dimulai dengan pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama.

"Pada usia enam hingga 12 bulan belum dianjurkan untuk menambahkan gula. Terkait dengan kental manis, untuk anak di atas 2 tahun baru boleh sebagai tambahan di makanan atau minuman," katanya.

Terjadinya Obesitas Juga Disebabkan Literasi Kesehatan yang masih Rendah

Peneliti dari Indonesian Health Economist Indonesia (InaHea), Mutia A Sayekti MHEcon menyebutkan bahwa rendahnya literasi kesehatan adalah akar permasalahan dari munculnya banyak kasus malanutrisi.

Masyarakat yang lebih percaya mitos, rendahnya literasi gizi, ditambah adanya kekeliruan tentang makanan yang menjadi prioritas, ditegaskan Mutia menjadi penyebab terjadinya obesitas pada anak seperti kasus bayi obesitas di Bekasi.

"Ketidakpahaman ini kemudian dilakukan secara terus menerus tanpa konsultasi, tanpa mencari tahu, lalu ditambah dengan mungkin kondisi ekonomi yang kurang mendukung sehingga jangka panjangnya memunculkan obesitas pada anak," kata peneliti dari Indonesian Health Economist Indonesia (InaHea).

Konsumsi Makanan Sehat Agar Anak Tak Obesitas

Apalagi tak bisa dipungkiri masih ada persepsi bahwa makanan sehat itu mahal. Mutia menegaskan persepsi ini keliru. Dia lalu mencontohkan untuk level individu dengan uang Rp20 ribu sudah bisa mendapatkan makanan dengan komposisi gizi seimbang.

"Sudah bisa untuk membeli telur, sayuran hijau, nasi, tempe atau tahu, satu sachet susu, dan tentu ditambah asupan air putih. Artinya memang kalau sudah paham, lagi-lagi literasi, maka tidak ada lagi statement makanan sehat itu mahal," katanya.

 

3 dari 4 halaman

Biasakan Baca Label Makanan Bantu Cegah Obesitas atau Berat Badan yang Berlebihan pada Anak

Sementara itu, Diana memberikan beberapa tips praktis literasi gizi yang harus dimiliki dalam keluarga sudah harus dipersiapkan sejak jauh hari, bahkan sebelum perencanaan kehamilan.

  1. Pastikan calon orangtua memiliki ilmu gizi yang cukup
  2. Setelah anak lahir dan masuk fase MPASI, pastikan orangtua memahami bahwa anak butuh makanan dalam bentuk gizi seimbang
  3. Batasi asupan gula dan garam. Cara paling mudah dengan membiasakan label kemasan guna mengetahui jumlah kalori yang tersedia.

Untuk poin nomor satu, kata Diana, ilmu ini bisa didapat dari banyak cara.

"Bisa bertanya pada ahlinya,mencari informasi di internet bagaimana cara mempersiapkan dan menjalani kehamilan yang sehat, bagaimana nutrisi ibu hamil yang tepat," katanya.

 

Sedangkan untuk poin berikutnya, Diana, mengatakan,"Makan sesuai kebutuhan bukan keinginan si anak atau keinginan orangtua. Terapkan pemahaman gizi yang kita miliki dalam bentuk mengatur asupan gizi anak sehari-hari.".

Dilanjutkan dokter gizi dari RSPI Bintaro Jaya ini,"Pastikan juga kadar gulanya, misalnya per satu kali penyajian, 10 gram gula. Kalau dihabiskan satu botol ada dua kali saji, berarti 20 gram gulanya. Sedangkan kebutuhan gula pada anak-anak saja 30 gram perhari. Bedakan dengan orang dewasa yang kebutuhan gulanya 50 gram per hari."

Demikian juga dengan garam, kata Diana. Misalnya dalam mi instan ada 1500mg garam, padahal kebutuhan garam atau natrium cuma 2000mg perhari.

 

4 dari 4 halaman

Cara Lain Bantu Anak Terhindar dari Obesitas, Berat Badan Berlebih, hingga Diabetes

Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan literasi nutrisi masyarakat khususnya di level keluarga, menurut Mutia bisa dimulai dengan melengkapi Sertifikat Elektronik Siap Nikah (Elsimil) dengan memasukkan informasi spesifik tentang memilih bahan makanan, daftar bahan makanan penukar, kemampuan membaca label makanan yang merupakan pengetahuan standar terkait nutrisi.

"Tentunya informasi dan pengetahuan ini harus terus diberikan kepada masyarakat melalui beragam pertemuan, baik formal maupun informal agar terbentuk konsistensi informasi di benak setiap individu. Yang pada akhirnya semoga bisa memberikan perubahan di level masyarakat dalam menjalani pola hidup sehat dan memiliki literasi gizi yang baik," dia menekankan.