Liputan6.com, Jakarta - Kemunculan RUU Kesehatan membuat sejumlah pihak tidak setuju. Dengan adanya Rancangan Undang-Undang Kesehatan, berujung dengan disebutnya Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, akan menjadi super power yang mengatur seluruh kebijakan termasuk organisasi profesi kedokteran.
Menanggapi hal itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin menjawab bahwa posisinya sebagai Menteri Kesehatan dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mempunyai kewajiban tanggung jawab dan wewenang untuk mengatur kebijakan kesehatan.
Baca Juga
Wewenang mengatur kebijakan kesehatan merupakan amanah yang diberikan oleh presiden. Salah satu problem yang diupayakan diselesaikan adalah pemerataan dokter spesialis dan kualitas dokter.
Advertisement
"Kita tahu prinsip bahwa negara harus hadir, ada di Pasal 34 UUD 1945. Ya jelas sekali, yang bertanggung jawab itu negara dan kepala negaranya kita kan Bapak Presiden gitu,"Â kata Budi Gunadi saat acara 'Public Hearing RUU Kesehatan Bersama dengan Organisasi Profesi' yang diikuti Health Liputan6.com di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta belum lama ini.
"Bapak Presiden menugaskan kami untuk bertanggung jawab beresin masalah kesehatan. Artinya, kalau ada masalah mengenai distribusi dokter, masalah mengenai produksi dokter, masalah mengenai kualitas dokter, yaitu tanggung jawabnya ada di saya," ujarnya.
RUU Kesehatan Mengatur Kebijakan Kesehatan
Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa wewenang mengatur kebijakan kesehatan terutama dalam masa proses pembahasan RUU Kesehatan akan dilakukannya. Dikatakan, RUU Kesehatan yang diubah nantinya tetap berfokus terhadap kepentingan masyarakat, bukan kepada kelompok tertentu.
"Saya enggak bisa lari dari tanggung jawab itu. Saya harus diberikan wewenang untuk bisa menjalankan tanggung jawab dan ini yang menjadi landasan bahwa hal yang berkaitan dengan wewenang seharusnya dilakukan oleh negara itu," Menkes Budi menegaskan.
"Nanti akan kita kembalikan ke negara ya kebijakan kesehatan. Jadi let the government to govern (biarkan Pemerintah yang mengatur)," ujarnya.
Terkait RUU Kesehatan, Menkes Budi Bilang Sebentar Lagi Pensiun
Menkes Budi Gunadi Sadikin menambahkan, dirinya sebentar lagi pensiun. Sehingga anggapan super power dengan adanya RUU Kesehatan ini dinilai tidak sesuai.Â
"Ya saya bilang, saya juga bentar lagi pensiun kok. Kalau saya dibilang super power, mendingan super power-nya ada di negara atau di organisasi yang bukan negara? Masalahnya super powernya, mungkin yang dulu yang super power bukan negara, sekarang kita kembalikan ke negara," katanya.
"Kenapa saya bilang? Pemimpin negara itu Bapak Presiden dan dipilih 200 jutaan rakyat. Jadi kalau legitimasi otomatis 200 juta kan punya has role legitimacy (mempunyai peran legitimasi). Saya bikin anggaran ya diperiksa DPR, itu harus transparan dan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahun," Budi menekankan.
Harus Ada Check and Balance
Menurut Budi Gunadi, harus ada mekanisme check and balance (memeriksa dan menyeimbangkan) dalam tataran pengaturan kebijakan khususnya di bidang kesehatan.
"Ada mekanisme check and balance di negara, di Pemerintah. Itu sebabnya, kenapa negara boleh memiliki wewenang yang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Karena itu tadi, legitimasinya dia dipilih oleh ratusan juta rakyat, kemudian ya memang tata kelolanya udah yang paling tinggi dibandingkan yang lain," ujarnya.
"Mungkin kalau saya bikin aturan, mohon maaf ya dari organisasi profesi, apakah saya harus minta izin dari organisasi profesi? Ya enggak juga. Tapi bisa saja bikin aturan, saya harus mendengarkan aspirasi publik," Menkes menambahkan.
Advertisement
IDI Sebut RUU Kesehatan Menjadikan Kemenkes Super Power
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merespons pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal alasan mendukung perumusan Omnibus Law RUU Kesehatan. Budi Gunadi mengklaim RUU Kesehatan bisa menyelesaikan masalah kesehatan dan kedokteran di Indonesia.
Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto menilai alasan Budi tidak sesuai dengan draf RUU Kesehatan. Ia menyebut bahwa draf RUU Kesehatan justru mengancam keselamatan masyarakat.
Selain itu, berpotensi memecah belah organisasi profesi, mempersulit birokrasi tenaga kesehatan, mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing, hingga menjadikan Kementerian Kesehatan super power.
"Kesimpulan saya setelah baca (draft) RUU Kesehatan mengancam keselamatan masyarakat, kriminalisasi tenaga kesehatan, dan kapitalisme kesehatan," katanya pada Rabu (1/2/2023), dikutip dari Merdeka.com.
Wewenang Distribusi Dokter Bukan di Organisasi Profesi
Slamet juga membantah pernyataan Budi Gunadi bahwa Pemerintah selama ini tidak memiliki kewenangan dalam mendistribusikan dokter. Ia menegaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, distribusi dokter berada di tangan Pemerintah.
"Itu fitnah semua. (Distribusi dokter) ada di pemerintah pusat dan daerah, bukan organisasi profesi,"Â dia menegaskan.
Dalam Pasal 13 dan 25 UU Nomor 36 Tahun 2014 memang menyebutkan pemerintah wajib memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan.