Liputan6.com, Jakarta - Membuka laman mesin pencari Google hari ini, 20 Maret 2023, tampak gambar seorang kakek mengenakan topi pet. Sang kakek berjalan sembari membawa payung lantaran hujan turun tak kunjung usai. Siapa sosok tersebut sampai-sampai dibuatkan Google Doodle?
Dialah Sapardi Djoko Damono. Salah satu sastrawan terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. 83 tahun lalu, pria asal Solo, Jawa Tengah itu lahir. Google merayakan hari lahirnya dengan menjadikannya sebagai Google Doodle hari ini.
Baca Juga
Gambaran Google Doodle hari ini seperti menceritakan salah satu puisinya paling tersohor di banyak kalangan, "Hujan Bulan Juni". Selain sebagai puisi, Hujan Bulan Juni juga ada dalam bentuk novel berisi 135 halaman.
Advertisement
SDD, begitu ia menyingkat namanya, terkenal karena kerap membuat karya puisi tentang hal-hal sederhana tapi punya makna mendalam dalam kehidupan. Ya, seperti "Hujan Bulan Juni".
Makna Hujan di Musim Kemarau
Dalam sebuah wawancara ketika Sapardi masih hidup, ia menuturkan makna hujan yang mendalam. Hujan jadi begitu berarti ketika muncul bukan di musim penghujan.
Kala hujan turun di musim kemarau, terasa begitu dirindukan oleh tanah yang retak dan pohon yang kering. Belum lagi, hujan yang turun akan membawa bau tanah yang menggugah hidung.
Lalu, bunyi rintik hujan yang turun di atas genteng serta pohon akan menghasilkan harmoni yang indah.
"Seperti musik, bunyi hujan itu seperti musik ketika jatuh ke genteng, ke pohon," tutur Sapardi dalam sebuah wawancara yang diunggah akun Youtube Musik Kembara.
Kehadiran hujan di musim kemarau, tentu hal yang membuat kaget tapi juga bersyukur. Air kembali masuk ke tanah dan pohon-pohon dibersihkan dari debu di musim yang kering.
"Hujan itu orang Jawa bilang rahmat dari Atas," tutur sosok yang muncul di Google Doodle hari ini.
Penghayatan hujan itu terjadi kala Sapardi remaja tinggal di pinggiran Kota Solo. Sebelumnya, ia tinggal di pusat kota Solo itu.
"Saat itu, saya masih remaja. Pengalaman itu sebgai pengahayatan yang tidak bisa lepas," katanya.
Â
Puisi "Hujan Bulan Juni"
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga ituÂ
Â
Deretan Puisi Sederhana Sapardi Djoko Damono
Puisi Sapardi yang terkenal juga dengan kesederhanaan tapi begitu terasa romantis ada banyak. Diantaranya:
1. "Aku Ingin"
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Â
2. "Hatiku Selembar Daun"
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
Â
3. "Yang Fana Adalah Waktu"
Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.
Kita abadi
Advertisement
Mulai Menulis Puisi dari SMP
Sapardi merupakan anak pertama dari pasangan Sadyoko dan Saparian. Kecintaannya dalam membuat puisi dimulai sejak remaja.
Sapardi telah menghasilkan sejumlah karya yang ia kirimkan juga ke berbagai majalah. Kegemarannya untuk menulis ini berkembang ketika ia menempuh pendidikan tinggi di bidang Bahasa Inggris di Jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta seperti mengutip laman Grasindo.
SDD juga sempat menempuh pendidikan di University of Hawaii, Honolulu, dan menempuh program doktor di Fakultas Sastra UI dan berhasil lulus pada tahun 1989.
Sapardi bekerja sebagai dosen tetap, Ketua Jurusan Bahasa Inggris, IKIP Malang Cabang Madiun, tahun 1964—1968. Dia diangkat sebagai dosen tetap di Fakultas Sastra-Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang, tahun 1968—1973.
Lalu, sejak tahun 1974 bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Kiprahnya yang besar dalam dunia sastra membuat Sapardi pada 1995 ia dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia seperti mengutip laman Kemendikbud.Â
Â
Meninggal pada 2020
Sapardi Djoko Damono mengembuskan napas terakhirnya pada, Minggu, 19 Juli 2020 pukul 09.17. Ia meninggal dunia di RS Eka Hospital BSD Tangerang Selatan.Â
Sebelum meninggal dunia, dikabarkan ayah dua anak ini menjalani perawatan sejak Kamis, 9 Juli 2020 karena penurunan fungsi organ.
Sebelum meninggal dunia, beberapa pihak juga sudah meminta mendoakan hal yang terbaik bagi salah satu sastrawan terbaik Indonesia itu.Â
"Sastrawan Sapardi Djoko Damono masuk ICU di Eka Hospital, BSD. Kerja organ tubuh menurun. Mari kita doa bagi kesehatannya," tulis sutradara dari Komunitas Teater Keliling, Rudolf Puspa melalui akun Twitter-nya.
Namun, faktor usia serta kondisi membuat Sapardi meninggalkan kita untuk selama-lamanya di bulan Juli 2020.
Â
Advertisement