Liputan6.com, Jakarta Pasal-pasal yang termaktub dalam draft RUU Kesehatan yang sedang dibahas rupanya belum menyentuh secara rinci sub-populasi rentan termasuk kelompok disabilitas. Pandangan ini menurut Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI).
Founder dan CEO CISDI, Diah Saminarsih mengatakan, RUU Kesehatan masih terbatas fokus terhadap kelompok rentan, yakni ibu hamil dan menyusui, bayi, balita, dan lanjut usia.
Baca Juga
"RUU Kesehatan menjelaskan kelompok rentan dengan sempit dan sangat terbatas sebagai ibu hamil dan menyusui, bayi, balita, dan lanjut usia," kata Diah saat konferensi pers, RUU Kesehatan Menguntungkan Siapa? pada Senin, 20 Maret 2023.
Advertisement
"Padahal, dalam catatan CISDI, kerentanan adalah satu hal yang meluas dan interseksional. CISDI dan PUSKAPA (2022) mencatat lebih banyak bentuk sub-populasi rentan yang perlu diperhatikan."
Kelompok Sub-Populasi Rentan Lain
Sebagaimana catatan CISDI, sub-populasi rentan lain yang perlu dibahas lebih rinci, mulai dari kelompok disabilitas dan disabilitas mental, kelompok di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) hingga kelompok yang tersisih karena identitas maupun status sosio ekonomi.
Redefinisi di atas soal kelompok sub-populasi rentan penting agar masyarakat yang termasuk kelompok rentan dapatkan akses layanan kesehatan yang lebih inklusif dan non-diskriminatif.
RUU Kesehatan Masih Terkandung Pasal Kontroversial
Koordinators Divisi Advokasi Perhimpunan Jiwa Sehat, Fatum Ade menilai ruang partisipasi publik sangat singkat sehingga ia mendesak Pemerintah agar membuka kembali ruang partisipasi publik supaya memahami substansi yang diatur dalam RUU Kesehatan.
"Koalisi yang beranggotakan organisasi penyandang disabilitas serta organisasi untuk penyakit kronis dan langka, menyatakan sikap agar Pemerintah membuka kembali ruang untuk masyarakat berpartisipasi," ujarnya dalam rilis Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas dan Organisasi Penyakit Kronis dan Langka pada Minggu, 19 Maret 2023.
"Bahkan seharusnya Pemerintah mempublikasikan pasal-pasal apa saja yang akan diatur dengan bahasa yang sederhana."
Dhede, sapaan akrabnya itu menilai RUU Kesehatan yang dibentuk masih mengandung pasal-pasal kontroversial. Misalnya, Pasal 4 ayat (3) yang berbunyi:
Hak menerima atau menolak (layanan kesehatan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f tidak berlaku pada:
- penderita yang penyakitnya dapat secara cepat
- menular kepada masyarakat secara lebih luas
- keadaan KLB atau Wabah
- keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri
- seseorang yang mengalami gangguan mental berat
Pasal yang Dinilai Diskriminatif
Pasal di atas dinilai diskriminatif karena memungkinkan penderita gangguan mental psikososial kehilangan konsen atau hak untuk menolak dan menerima untuk dimasukkan ke dalam Rumah Sakit Jiwa tanpa persetujuan dirinya.
"Pasal 4 ayat (3) yang mengecualikan seseorang yang mengalami gangguan mental berat mendapatkan hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang diberikan kepada dirinya," terang Dhede.
Advertisement
Persulit Kaum Disabilitas Peroleh Pekerjaan
Ada juga Pasal 135 dalam RUU Kesehatan yang berbunyi:
- Dalam rangka pengadaan pegawai atau pekerja pada perusahaan/instansi harus dilakukan pemeriksaan Kesehatan baik fisik maupun jiwa, dan pemeriksaan psikologi
- Hasil pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kelulusan dalam proses seleksi
Pasal tersebut dinilai mempersulit para kaum disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan.
"Pasal itu memposisikan seseorang dengan gangguan jiwa atau Kesehatan berpeluang kecil mendapatkan pekerjaan," Fatum Ade melanjutkan.
Hilangkan Pasal Bersifat Diskriminatif
Menurut Dhede, Pemerintah agar segera membuka ruang partisipasi publik kembali dan menghapus pasal-pasal diskriminatif di RUU Kesehatan.Â
"Membuka ruang partisipasi bagi organisasi penyandang disabilitas serta organisasi penyakit kronis dan langka untuk memberikan masukan terhadap RUU Kesehatan seluas mungkin. Menghilangkan sejumlah pasal yang bersifat diskriminatif terhadap penyandang disabilitas dan orang dengan penyakit kronis dan langka," imbuhnya.